JAKARTA, Stabilitas.id – Wärtsilä Corporation mengungkapkan temuan pemodelan baru dalam sistem tenaga listrik global. Temuan ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi pembangkit listrik yang seimbang berpotensi menghemat hingga €65 triliun pada tahun 2050.
Hasil ini dipaparkan dalam laporan bertajuk “Crossroads to Net Zero”, yang disampaikan oleh Febron Siregar, Direktur Penjualan Wärtsilä Energy Indonesia, dalam diskusi bersama perwakilan Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero), Rabu (11/12/2024).
Dipaparkan Febron, laporan ini membandingkan dua jalur dekarbonisasi dari 2025 hingga 2050: jalur pertama mengandalkan energi terbarukan seperti tenaga angin dan matahari, sementara jalur kedua mengintegrasikan teknologi pembangkit listrik seimbang untuk mendukung energi terbarukan.
BERITA TERKAIT
Adapun beberapa poin utama temuan dalam laporan Wartsila antara lain: Pertama, Penghematan Biaya. Teknologi pembangkit listrik seimbang dapat mengurangi biaya sistem tenaga listrik hingga 42 dibandingkan jalur berbasis energi terbarukan murni, setara dengan penghematan €65 triliun.
Kedua, Pengurangan Emisi. Penambahan teknologi ini mampu menekan emisi COâ kumulatif hingga 19 gigaton antara 2023–2050.
Ketiga, Optimalisasi Energi. Penggunaan pembangkit listrik seimbang dapat mengurangi pembatasan energi terbarukan sebesar 88, sehingga memaksimalkan efisiensi sistem.
Keempat, Efisiensi Lahan. Penambahan pembangkit listrik seimbang mengurangi kebutuhan kapasitas energi terbarukan dan penggunaan lahan hingga setengahnya.
Dengan brrbagai temuan tersebut, Wärtsilä mengusulkan pendekatan sistemik yang mencakup percepatan energi terbarukan, reformasi pasar listrik untuk mendukung fleksibilitas, dan penggunaan bahan bakar berkelanjutan.
Febron Siregar menegaskan bahwa pencapaian target nol emisi bersih Indonesia pada 2060 memerlukan kombinasi energi terbarukan dan teknologi penyeimbang. Ia juga menyoroti pentingnya pembangkit listrik berbahan bakar gas sebagai transisi menuju energi terbarukan.
“Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat transisi energi berkat infrastruktur pembangkit listrik fleksibel yang sudah tersedia,” tutup Febron.***