JAKARTA, Stabilitas.id – Pengelolaan dana lingkungan hidup harus bisa dijangkau dan diterima oleh komunitas internasional. Salah satunya dengan meningkatkan kredibililitas dan akuntabilitas dari pengelolaan dana lingkungan hidup.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, dalam Acara Outlook Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), di Jakarta, pada Kamis (19/12/24).
“Karena namanya kalau dari internasional atau negara mau memberikan memberikan support, memberikan bantuan, bekerja sama membangun kemitraan, tentu dari setiap mitra pembangunan maupun negara-negara sahabat memiliki keinginan agar bantuan yang diberikan atau kemitraan yang dijalankan. Itu sesuai juga dengan apa yang dibutuhkan dari sisi pelaporannya, dari segi kegiatannya, dari sisi akuntabilitasnya, dari sisi kerjasamanya, sesuai dengan yang diinginkan oleh mitra pembangunan internasional dan juga para negara-negara sahabat,” ungkap Wamenkeu.
Wamenkeu juga mengapresiasi BPDLH, karena telah membangun kredibilitas baik itu. Ia mengharapkan, BPDLH lebih banyak menunjukkan Indonesia dengan mengikuti dan bekerja sama dengan lembaga lingkungan hidup di tingkat internasional.
“Membangun kredibilitas Indonesia di tingkat internasional dengan cara pengelolaan pendanaan yang aktif dan melakukan outlook,” jelas Wamenkeu.
Hal lain yang dapat menunjukkan kredibilitas Indonesia melalui penjualan karbon antar sektor. Ini karena karbon manajemen yang berasal dari hutan hanya dimiliki oleh beberapa negara saja. Untuk itu, Wamenkeu meminta BPDLH untuk mengembangkan pengetahuan mengenai hal itu.
“Saya juga ingin minta bahwa karbon itu harusnya udah mulai kita kita diskusikan sebagai komoditas yang bukan saja harganya spot, tapi juga harga proper. Ini sesuatu yang belum ada. Menurut saya Indonesia harus ngajarin. Tapi kalau kita mau ngajarin, kita mesti di develop knowledge nya kita, develop datanya kita, develop logistiknya dan bisa karena apalagi yang berbasiskan hutan harusnya di Indonesia di depan,” tutup Wamenkeu.***