JAKARTA, Stabilitas.id – Teknologi sudah jadi pilihan di semua lini, baik sektor bisnis, pemerintahan hingga kehidupan sehari-hari. Komenterian Komunikasi dan Informatika mencatat di 2020, bandwith internet secara global bahkan alami kenaikan sejak 2013 hingga 35 persen dan diikuti lalu lintas data bulanan sebesar 230 esabytes.
Menurut Staf Khsus Menkominfo, Dedy Permadi, tren akselerasi digital itu juga tercermin di Indonesia. Hingga 2021, pengguna internet di indonesia mencapai 202,6 juta, dengan penambahan jumlah pengguna layanan digital selama pandemi Covid-19 mencapai 21 juta orang. Sektor kominfo juga berkembang secara resilian. Terjadi pertumbuhan double digit di sekor ini di tahun 2020 dan menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh double digit selama 3 kuartal berturut-turut.
“Data BPS mencatat sektor ini (kominfo) tumbuh 10,58 persen. Valuasi ekon digital indo terus alami pertumbuhn yang positif dan diperkirakan mencapai 53 miliar dolar AS, atau setara 1.005 triliun rupiah,” ungkap Dedy dalam Virtual Seminar LPPI dengan tema ‘Teknologi Informasi Sebagai Pencipta Nilai’, Kamis, 18 November 2021.
Dengan perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memperkirakan valuasi ekonomi digital Indonesia memiliki proyeksi peningkatan yang positif yakni mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025, bahkan akan mencapai 315 miliar dolar AS pada 2030 mendatang.
“Data tersebut tentu ada optimisme. Karena konsistensi pertumbuhan itu memang didukung oleh solidnya hilirisasi ekonomi digital di Indonesia, salah satunya ekosistem startup yang kondusif,” jelas Dedy.
Dia menyebutkan, dari sisi pendanaan, sepanjang semester pertama 2021, total investasi modal startup di Asia Tenggara didominasi startup asal Indonesia dengan presentasi hingga 51 persen dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia sendiri memiliki 8 startup yang sudah berstatus unicorn.
“Untuk akselerasi transform digital di Indo Presiden telah memberi arahan untuk agendakan percepatan transform digital,” imbuhnya.
Direktur Utama LPPI, Mirza Adityaswara dalam Virtual Seminar LPPI itu juga menegaskan bahwa peran teknologi makin penting apalagi di tengah pandemi. Hal ini berkaitan dengan layanan customer yang terus berkembang dengan inovasi baru, juga dengan adanya vendor-vendor sektor teknologi yang terus bermunculan dan meramaikan persaingan dalam memberikan layanan kepada pelanggan.
Akan tetapi, Mirza mengingatkan bahwa perkembangan teknologi yang pesat itu sejalan dengan risiko yang tidak bisa dianggap sebelah mata. “Kita juga menghadapi risiko teknologi dan internet, cyber risk,” pungkas Mirza yang juga menjabat Komisaris Utama PT Visionet Internasional (OVO).
Di kesempatan yang sama, Riki Pribadi, Head of Business Insights & Analytics Product OVO mengatakan, perkembangan big data saat ini bukan hal baru. Dan bertambahnya jumlah data yang diproduksi, data pun menjadi critical role dan perusahaan ingin laverage data dalam operasional bisnisnya.
Namun demikian, data yang dimilki sekarang tidak mungkin diolah secara tradisional. Sebab menurut Riki data saat ini akan memenuhi beberapa kriteria seperti volume, velocity, variety, veracity, dan value.
Volume atau jumah data yang banyak sangat relatif karena terus berkembang dan gap-nya sangat tinggi. Dalam beberapa tahun ke depan terabyte data akan biasa saja. Selanjutnya soal vellocity, tingkat penambahan jumlah data yang masuk menjadi sangat tinggi dan realtime. Dalam beberapa jam akan double.
“Lalu variety terkait dengan kemajemukan data, veracity tekait apa data itu benar adanya. Lalu value, karena nilai data menentukan keputusan yang kita ambil setelah kita selesai memproses keseluruhan data tersebut,” jelasnya.
Menurut Riki, dalam pengadopsiannya, ada beberapa model untuk identifikasi maturity data. Biasanya perusahaan akan mulai dari volume data aware di mana laporan akan dikompilasi dari volume berbagai departemen. “Dari situ organisasi perusahaan akan sadar data gapnya.”
Culture & Leadership
Anton Wahyu Pramono, Tribe Leader of Lifestyle PT Telkom Indonesia menegaskan, hal utama dalam perusahaan mengadopsi teknologi digital saat ini sangat tergantung pada dua hal penting. “Yang kami rasakan adalah pada budaya, leadership, sangat penting untuk bisa bantu bisnis menuju digital,” papar Anton dalam Virtual Seminar LPPI itu.
Jika dulunya Telkom dikenal sebagai perusahaan internet, saat ini mulai merambah ke digital. Telkom memilki 2 jenis bisnis yani digital platform dan digital bisnis. Banyak inisatif dan platform yang dikembangkan dan semua bisnis produk lebih ke satu arah dan bisa langsung dinikmati konsumen.
“Telkom memulai volume organisasi dan culture. Kami adopsi paradigma baru. Kami mulai dan temukan ide, kami mulai startup dan dimulai volume kecil, deliver, literasikan secara baik. Sebab sekarang ada industri 4.0, di kami sudah banyak gunakan teknologi ini, dan yang terasa adalah penggunaan AI, big data dan cloud. Dan sekarang sudah dimanfaatkan oleh pelanggan kami,” jelas Anton.
Sementara itu, Andi Nirwoto, Drektur Operation, IT & Digital Banking Bank BTN mengatakan penciptaan nilai di era digital menjadi tantangan dan peluang. Menurutnya, dalam mengadopsi teknologi informasi, ada 3 pilar komponen besar yang harus diperhatikan yakni, people, proses dan tata kelola, serta enterprise architecture.
Menurut Andi, people harus dilihat sebagai aset yang sangat beharga. Maka dari proses di internal, people harus diprioritaskan, sebab tidak hanya struktur organisasi tetapi juga kecukupan jumlahnya dan kapabilitasnya. “Harus tetap bangun internal capability karena ini adalah fondasi bagi pilar yang lain,” jelas Andi.
Tata kelola juga memilki peran yang besar. Sebab, bagaimana proses bisnis terjadi, bagaimana kombinasi antara orang dan teknologi, tata keloa tentunya jadi payung bagi perusahaan untuk mencapai time delivery yang diharapkan bisnis. Sementara enterprise architecture mengatur bagaimana value perusahaan tercipta, juga berkaitan dengan teknologi informasi.
“Ketika punya strong tim di IT, biasanya kuat di analitik, inovasi. Biasanya IT people kuasai bisnis proses sangat kuat. IT people biasanya source of talent, ini adalah value yang unik, bagaimana kita invest ke IT people,” jelas Andi.
Tetapi ke depan tidak hanya di IT, tetapi juga di unit yang lain khususnya unit bisnis. “Maka kami mulai perkuat dengan mulai volume ODP IT. Volume sisi proses pilar kedua, kita sebut IT sebagai katalisator. IT menunjukkan bagaimana dia bisa mempercepat proses baik di IT atau di bisnis.”
Inovasi Jadi Kebutuhan
Vincent Limanto, Small and Medium Business Leader AWS Indonesia mengatakan, perusahaan rintisan sudah memberikan dampak luar biasa.Layanan yang ditawarkan pun sudah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Disrupsi makin cepat. Inovasi juga cepat dan mengubah cara kita bekerja. Covid akselerasikan digital transformasi. Dengan adanya disrupsi ini membuat inovasi jadi kebutuhan,” katanya dalam Virtual Seminar LPPI itu.
Dia mengungkapkan, 80 persen pemilik perusahaan IT, CEO-nya telah mempunyai goal yang tidak hanya mengacu pada cost saving tetapi juga seberapa besar revenue yang bisa dikeluarkan pada IT. “Jadi sudah terjadi pergeseran secara mendasar, bagaimana perusahaan bekerja,” katanya.
Namun, realitanya banyak tantangan sebelum memulai ide yang baru. Tantangan bagi prusahaan adalah bagaimana bergerak dengan cepat di tengah kebutuhan untuk inovasi ini. Sejauh ini cloud computing jadi norma yang baru dan membantu inovasi, di samping bahwa inovasi butuh perubahan di budaya dan organisasi.
Lantas apa bisnis value yang diberikan cloud? Menurut Vincent, orang akan pikir, oke penghematan biaya, tetapi yang kami dapat adalah volume. Dari pengalaman yang ada, cost saving hanya 8 persen dari total keuntungan sepenuhnya yang diterima pelanggan.
“Ini volume dengan menggunakan cloud computing. Sementara 79 persen dari peningkatan produktivitas dan kelincahan perusahaan, yakni kemampuan perusahan untuk bisa membuat ide dan bereksperimen dengan cepat,” jelasnya.
Untuk itu, dalam prosesnya, perusahaan wajib terus melakukan development, menambah user experience, agar bisa menampung data yang lebih banyak. “Ini adalah kelincahan yang dibutuhkan perusahaan sekarang. karena kita perlu berinovasi dengan cepat. Kita butuh bereksperimen dan mengerti konsumen kita bagaimana, semua butuh sumber daya IT,” imbuhnya.***