HARGA komoditas global yangterus berada di level terendah dalam sepuluh tahun terakhir berdampak pula pada industri pembiayaan. Pembelian kendaraan komersial ikut tertekan karena banyak perusahaan menahan pembelian kendaraan komersial. Berikut wawancara Stabiltas dengan Direktur Utama PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Ignatius Susatyo.
Bagaimana kinerja perusahaan Anda hingga triwulan ketiga tahun ini?
MTF hingga triwulan III atau sampai 30 September 2016, secara lending kita masih tumbuh sekitar Rp1,4 triliun. September tahun lalu lending kita sekitar Rp 11,9 triliun, tahun ini sampai September lending kita mencapai Rp13,4 triliun. Jadi kita masih bisa tumbuh dibanding tahun lalu secara jualan sekitar 12 persen, walaupun kita tahu bersama bahwa MTF tetap fokus di mobil baru. Sementara data Gaikindo Juli-Agustus penjualan mobil naik hanya 1 persen.
Apa strateginya bisa tumbuh double digit?
Kita memang masuk ke pasarnya kompetitor, artinya pasar beberapa kompetitor kita ambil. Dan yang agak unik di MTF itu terjadi perubahan segmen. Segmen yang tadinya commercial dan passengger itu 40:60, sekarang sudah bergeser. Baru-baru ini commercial tinggal 20 persen, sementara pasenger naik jadi 80 persen.
Sesuai dengan keinginan perseroan?
Kita memang canangkan ini (peningkatan segmen passenger car) di awal tahun, bahwa kita melihat tren mobil komersial akan menurun sejalan dengan turunnya harga komoditas, baik itu pertambangan maupun perkebunan.
Ini memang terbukti kalau temanteman lihat di data Gaikindo, penjualan kelompok Suzuki, Daihatsu, Mitsubishi, mobil komersial menurun penjualannya. Itu sudah kita antisipasi sejak awal tahun. Memang demand-nya droop dan existing customer-nya juga memburuk kualitasnya. Jadi customer-customer yang dulunya masih lumayan, sekarang mulai terasa ikut turun. Jadi NPF commercial itu sedikit memburuk dibanding tahuntahun sebelumnya. Ini yang membuat semua cabang-cabang utama kita mengutamakan passenger car. Di ajang GIIAS (pameran mobil Gaikindo) kemarin juga bisa dilihat tidak ada new commercial car. Mereka malah fokus ke passenger car model baru, di semua merek, baik Honda, Toyota, Daihatsu, bahkan Mitshubishi yang pakarnya commercial car sekarang mulai lebih fokus ke passengger car seperti Pajero. Bahkan tahun depan Mitsubishi mau launching produk barunya yang MPV, jadi tidak ada yang namanya truck model baru. Jadi trennya seperti itu. Padahalan kalau kita lihat, pemerintah kalau bicara infrastruktur, sekarang ini dibangun dimana-mana.
Lalu mengapa permintaan commercial car belum tumbuh juga?
Itu karena mereka mengutilisasi kendaraan yang mereka miliki hari ini. Lihat saja kontraktor-kontraktor memanfaatkan kendaraan yang ada, bukan beli baru. Infrastruktur memang dibangun gila-gilaan. Saya melihat di setiap kota ada. Misalnya di Palembang ada LRT juga, ada jalan tol lintas Sumatera. Waktu saya jalan dari Kediri ke Tuban ada jalan tol juga. Jadi infrastruktur sudah bergerak banyak. Tetapi pembelian commercial car belum bergerak banyak.
Jadi memang faktor pelemahan harga komoditas sangat berpengaruh ke segmen commercial car. Memang harga minyak mulai naik, tetapi Indonesia telat respons. Malah harga minyak naik namun harga BBM turun.
Sampai target pembiayaan MTF tidak berubah?
Kalau kita targetnya tetap Rp 18 triliun. Kalau kita hitung saja akhir September sudah Rp 13,4 triliun, berarti sampai Desember kita kurang Rp4,6 triliun. Kalau dibagi tiga bulan sisa, tiap bulan sekitar Rp1,5 triliun, masih nyampe, tetapi tidak usah dipaksa.
Apa strateginya untuk mencapai itu?
Sebenarnya kalau melihat MTF di 2016 ini, bisa lihat bahwa kita sangat aktif di pameran. Dari Januari sampai bulan ini (Oktober) masih aktif. Kita juga ada pameran di Bandung, nanti akhir bulan (Oktober) di Surabaya. Ini salah satu strategi kita, selain branding juga selling. Branding itu kita mengenalkan MTF ke masyarakat lebih dalam lagi, kemudian saat pameran kita menjaring konsumen karena teman-teman dealer juga memberi harga-harga khusus. Jadi kita bundling dengan produk kita.
Sebenarnya sejalan dengan keinginan pemerintah soal bunga pinjaman yang single digit, bunga kita juga sudah mulai single digit misalnya untuk passenger car dengan uang muka di atas 30 persen.
Berapa kredit bermasalah MTF sekarang?
Kalau NPF (non performing fnancing) nett sekitar 0,8 persen, gross-nya 1,4 persen. Secara persentase dibanding tahun lalu, lebih baik tahun ini. Tahun lalu sekitar 0,9 persen. Soal NPF ini, kami agak unik. Kalau perusahaan lain, begitu ada penarikan kendaraan (karena macet) , itu dikeluarkan dari NPF. Kalau kita, selama belum dijual, tetap saja di NPF gross, begitu dijual baru masuk dalam pelunasan. Jadi kenapa kita tidak kena issue PPn (Pajak Penjualan), tetapi kompetitor kena issue PPn, ya karena dia masukkan unit yang ditarik itu sebagai aset. Begitu dia jual, kena PPn karena itu aset, baik stock atau aset dalam penguasaan, aset titipan. Nah, kita dari tahun 2009 tidak mau menggunakan cara itu. Tetapi akhirnya NPF secara gross kelihatan besar.
Anda punya program ‘Bunga Pintar’, bisa diceritakan?
Sebenarnya program bunga pintar ini untuk masyarakat yang bankable. Misalnya nasabah prioritas Bank Mandiri,atau nasabah yang pingin beli mobil agak mahal. Mereka bisa beli secara tunai, tetapi karena ada ‘Bunga Pintar’, ya pilih bunga murah saja untuk tax planning mereka. Jadi misalnya DP 50 persen, dapat Bunga Pintar. Atau misalnya DP-nya besar, 6 bulan, dia kredit untuk tax planning. Jadi tax planning itu seakan-akan dia mengurangi beban pajak. Sama kayak tax amnesty, kalau berutang bisa dipotong 50 persen tebusannya. Dalan ajang GIIAS kemarin kita kasih setahun. Sekarang yang masih jalan bunga 0 persen.
Kalau MTF, lebih memilih DP rendah atau bunga murah?
Kalau bisa DP murah bunga juga murah. Sebenarnya ini tarik menarik. Kalau DP besar bunganya kompetitif, DP normal bunga juga kompetitif. Kalau DP di bawah rata-rata biasanya risiko dicover dengan bunga tinggi. Kita di MTF lebih memilih DP normal tetapi bunga murah.
Misalnya kita coba dengan produk Bunga Pintar 2,55 persen, ada bunga 0 persen untuk 6 bulan. Itu karena kita lebih fokus kepada kualitas. Karena musuhnya DP di bawah rata-rata adalah kualitas kurang baik walau di-cover dengan bunga yang agak besar. Ini bisa teman-teman lihat di perusahaan pembiayaan yang bukan mobil, entah itu motor atau multiguna lain, biasanya bunganya besar-besar tetapi NPF-nya kurang baik. Kalau kita kekurangan volume, menggenjotnya dalam 1-2 bulan relatif mudah. Kenapa gampang? Karena kita saja membuat produk yang sangat menarik, kemudian kita joint sama dealer. Misalnya kita kasih special price, entah dealer-nya kasih diskon khusus, kita kasih bunga khusus dengan term of paymant dan DP yang normal tetapi kompetitif, saya yakin penjualanya akan naik.
Bagaimana jika tiba-tiba NPF memburuk?
Teman-teman bisa lihat NPF beberapa perusahaan multifnance, begitu NPF jelek, proses membaiknya susah minta ampun, dan akhirnya
labanya tertarik ke bawah. Nah ini MTF memilih untuk DP normal, tetapi bunga kompetitif. Kita tidak bicara DP besar, tetapi DP normal seperti aturan OJK.
Mengapa bunga kompetitif?
Karena orang yang bankable customer, atau teman-teman ingin membeli mobil secara kredit, biasanya mencari angsuran yang lebih murah dibanding perusahaan sebelah. Misalnya DP sama 20 persen, kalau bisa angsuran saya lebih murah daripada yang lain. Kemudian prosesnya lebih cepat dong, kalau bisa saya masukkan aplikasi hari ini, besok saya sudah dapat kepastian.
Tetapi ada satu hal yang menarik di Indonesia ini, ingin beli mobil, tetapi tidak mengerti ingin mobil apa. Selalu yang ditanya adalah teman sebelahnya yang pernah beli mobil. Nah kalau teman sebelahnya punya merek tertentu, pastinya dia katakan merek tersebut yang terbaik. Padahal belum tentu cocok dengan kebutuhan kita. Nah ini yang coba kita kembangkan satu aplikasi yang memudahkan konsumen, melalui Mobile Apps MTF yang sudah beroperasi sejak awal tahun ini.
Aplikasi apa itu?
Jadi di Mobile Apps MTF itu ada daftar mobil, spek mobil, harga mobil, DP, angsuran. Kita juga perdalam lagi ke servisnya, asuransi, sampai ke result value-nya dan keunggulanya. Karena sekarang setiap merek hampir sama di market. Jadi dengan aplikasi ini kita buat awareness bahwa kalau orang beli mobil itu harus punya plihan. Bukan hanya di masalah DP dan bunga, tenor. Karena kalau kita mau bikin tenor, 7 tahun juga bisa. Misalnya guru, perawat, mungkin dia beli mobil itu untuk Sabtu-Minggu, sementara hari kerja dia naik kendaraan umum atau motor. Jadi tenor 7 tahun juga tidak masalah, bunga juga tidak mahal.
Kita akan terus kembangkan mobile apps menjadi life style. Jadi orang senang saja kalau menggunakan aplikasi MTF. Nanti tahap dua kita usakan akhir tahun sudah diluncurkan. Penggunanya sekarang sudah sekitar 12 ribu orang. Saya targetkan di akhir tahun sudah di atas 20 ribu pengguna Mobile Apps MTF.
Permintaan melalui Mobile Apps MTF seperti apa?
Aplikasi mobile sementara ini paling banyak diunduh oleh nasabah Bank Mandiri. Kita sebar melalui seluruh karyawan Bank Mandiri dan dan diwajibkan jual produk MTF melalui mobile apps. Saat ini dalam sebulan penggunanya sekitar 1.000 customer, dengan nilai pembiayaan sekitar Rp 150 miliar per bulan. Dengan mobile apps ini memang belum begitu menggenjot penjualan, karena kita geser segmen pembeli dari cara konvensional ke digital. Tetapi kita mendapatkan customer yang lebih jelas, lebih selektif, dan bankable.
Berati industri harus menciptakan kebutuhan?
Intinya kita menciptakan kebutuhan. Tadinya orang tidak butuh pembiayaan jadi mau karena kita yang kasih. Sama seperti saat ke mall hanya untuk jalanjalan, tetapi liat ada diskon 50 persen jadi mau belanja juga. Ini kita coba fase satu untuk nasabah prioritas. Nanti fase dua kita turunkan kriterianya. Dan kalau bagus kita turunkan lagi.
Setelah ini kami akan masuk ke e-commerce. Nanti secara bertahap. Karena kita dihadapkan dengan nasabah gen Y, gen Z. Mereka tidak pernah melihat merek, apa yang menurut dia suka,itu yang akan dia beli. Kita akan garap juga nasabah segmen ini.
Bagaimana menjaga kualitas nasabah sejauh ini?
Kami punya sistem yang kami sebut dengan earlly payment default. Jadi dalam 10 bulan awal, orang booking, keterlambatan mencicil atau menunggak tidak boleh lebih dari 7 hari. Toleransi tiap cabang hanya 2 persen yang menunggak maksimum 7 hari, bukan 30 hari. Sanksi bagi cabang, insentif berkurang. Kalau berturut-turut sampai 4 persen, kita grounded, tidak boleh survey. Makanya cabang-cabang kita berlomba-lomba, dan ada satu cabang di Malang di bulan September itu booking 10 bulannya tidak ada yang menunggak lebih dari 7 hari.
Bagaimana dengan kinerja kredit modal kerja, kredit investasi, dan multiguna?
Kami inginnya masuk ke kredit modal kerja dan investasi. Hanya masalahnya jangka waktu sama besaran pembiayaan. Kami ke sana, tetapi sangat selektif, dan sangat kecil. Kami terbentur dengan persoalan siapa customernya. Dan biasanya berurusan dengan agunan BPKB, tiba-tiba masuk ke modal kerja yang agunannya sertifkat tanah, mesti dinilai, dll. Kami sedang belajar ke sana. Secara industri juga masih kecil, mungkin sekitar 10 persen untuk pembiayaan modal kerja dan investasi.
Kalau kredit multiguna target Rp100 miliar sampai Desember. Itu sudah jalan 21 persen hingga September. Tetapi itu seperti bola salju, begitu jalan akan semakin besar permintaannya. Seperti awal kita jalan produk KPM nasabah Bank Mandiri, sekarang hampir 7 persen dari portofolio kita.
Bagaimana dengan permodalan?
Saat ini equiti kita Rp 1,3 triliun. Kita tidak butuh modal besar karena kita joint dengan Bank Mandiri. Kita 1 persen, Bank Mandiri 99 persen. Jadi permodalan belum jadi Issue kita.
Market share?
Karena kita tumbuh, market share kita saat ini sekitar 13-14 persen. Sampai akhir tahun kita harapkan bisa samapi 15 persen.
Prediksi tahun 2017?
Kami berharap tetap tumbuh konservatif di level 10 persen. Semoga pertumbuhan ekonomi terus membaik. Tetapi sektor tambang kita prediksi belum naik lagi karena harga minyak masih tertahan. Mungkin di perkebunan seperti karet.
Memang ada banyak pengamat prediksi tahun depan ekonomi membaik, tetapi kapan? Kita maunya Januari, tetapi bagaimana kalau ternyata Oktober. Infrastruktur memang jalan, tetapi roda ekonomi seperti masih mampet. Sekarang daya beli kan turun, sehingga investasi kita rendah