JAKARTA, Stabilitas.id – Minat masyarakat memanfaatkan layanan transaksi digital semakin tinggi sejalan dengan kemudahan yang ditawarkan oleh bank maupun industri keuangan non bank. Namun demikian, ada risiko menghantui transaksi digital yang berujung pada pelanggaran hukum, yakni penyucian uang. Maka dari itu, masyarakt diminta untuk lebih waspada dan jeli.
“Ini (transkasi digital) juga akan berakibat kepada pencucian uang, khususnya hasil-hasil korupsi. Dan kita lihat juga beberapa yang sudah nampak di global, khususnya di Jerman. Pernah terjadi juga. Itu transaksi digital yang palsu, sudah hampir sekitar USD 8,21 miliar hilang dari rekening tersebut atau kira-kira Rp29,61 triliun,” papar Direktur Utama LPPI Edy Setiadi saat membuka ‘Virtual Seminar LPPI ke-80 yang mengambil tema “Mitigasi Risiko Pencucian Uang di Era Digital’, Kamis (14/7/2022).
Edy menjelaskan, transaksi keuangan digital bisa menjadi satu faktor terjadinya tindak pidana pencucian uang. Risiko ini sejalan dengan percepatan digitalisasi keuangan berjalan dengan baik, seperti dilansir dari data Bank Indonesia. Dimana uang elektronik di kuartal pertama tahun 2022 ini bisa mencapai 42,06 persen, di triwulan pertama year on year, dengan nilai transaksi mencapai Rp360 triliun atau naik 18,03 persen.
BERITA TERKAIT
“Transaksi pertambahan digital di perbankan juga meningkat sebesar 34,9 persen pada triwulan yang sama, dengan nilai meningkat 26,2 persen, sehingga menjadi Rp51.729 triliun. Demikian juga transaksi QRIS mencapai Rp4,5 triliun,” papar Eddy mengutip data Bank Indonesia.
Menurut Edy, transaksi digital sudah berkembang naik 5 hingga 7 kali lipat lebih besar dari dana pihak ketiga di bank. “Kalau kita bandingkan transaksi tersebut dengan dana pihak ketiga di perbankan. Dana pihak ketiga sebesar Rp7.384 triliun, dan dengan aset perbankan Rp10.062 triliun.
“Maka nilai transaksi tersebut (transaksi digital) sudah mencapai masing-masing 7 atau 5 kali lipat, dibandingkan dengan dana pihak ketiga yang ada di bank,” imbuhnya.
Hadir pula sebagai pembicara dalam Virsem LPPI ke-80 itu antara lain Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dengan materi Mitigasi Risiko Pencucian Uang di Era Digital; Budy Hermawan, Kepala Unit 5 SubDit Pencucian Uang Dittipideksus, Bareskrim POLRI denan materi mengenai Modus-modus Upaya Pencucian Uang di Berbagai Platform Digital.
Selanjutnya ada Dhannie Ullayza Zawir, VP Institutional Funding Investree degan tema Pencegahan Penyalahgunaan Platform Digital Lending Sebagai Saluran Pencucian Uang; dan Ivan Tambunan selaku Ketua Bidang Hukum, Etika dan Perlindungan Konsumen, AFPI dengan tema Pencegahan Penyalahgunaan Platform Digital Lending Sebagai Saluran Pencucian Uang.***