Perekonomian Indonesia masih akan mengalami tekanan menjelang gelaran pemilihan presiden dan pelantikannya. Pasar dinilai masih akan menilai presiden dari kabinet-kabinet yang akan dipilihnya untuk mengelola negara. Meski begitu, pengamat ekonomi dan keuangan Ryan Kiryanto mengatakan bahwa hal itu tidak akan berdampak serius kepada perekonomian nasional karena fundamental ekonomi saat ini cukup kuat. “Secara fundamental perekonomian Indonesia baik, sehingga adanya koalisi pemerintahan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan.”
Berikut kutipan lengkapnya yang dirangkum oleh Romualdus San Udika, wartawan Stabilitas.
Apa kaitan risiko politik dengan perekonomian?
Political risk itu bisa meng-hit risiko bisnis jika terjadi perubahan policy di bidang ekonomi yang radikal. Itu yang dunia usaha takutkan. Kalau dunia usaha takut, kami juga takut sebagai kreditur.
Kalau kita bicara program itu kan buat kita yang melek. Tetapi masyarakat kelas bawah, yang berbeda, itu tidak melek. Jadi apa yang menjadi preferensi mereka? Ya ketokohan. Nah, kalau kita bicara ketokohan, itu kita bicara soal kejururan, bersih, dekat dengan rakyat, punya popularitas, pengalaman, track record. Jadi kita tidak bisa paksakan ke masyarakat bahwa program si anu bagus, si itu bagus. Itu tidak dipikirkan sama rakyat kelas bawah. Bahkan ada yang berpikir ekstrim, program sebagus apa pun, apa efeknya untuk saya. Sehingga mereka memilih itu bukan karena program, tetapi karena kerendahan hati.
Perbankan mempertimbangkan risiko-risiko itu?
Pastinya. Misalnya, kredit modal kerja minimal 3 tahun, apalagi kredit produktif dan investasi yang sampai lima atau tujuh tahun. Berarti dari pelaku usaha perbankan, view-nya adalah going forward. Apakah dalam tiga hingga lima tahun ke depan ada perubahan kebijakan atau tidak?
Perubahan radikal itu ada dua. Kita anggap semua program itu sama. Program ekonomi berdikari dan ekonomi kerakyatan. Tetapi lalu kita bicara yang lain, yakni bagaimana tingkat penerimaan terhadap mayoritas atau minoritas, bagaimana track record orang ini di masa lalu.
Jadi bank-bank di Indonesia pada tahun politik akan mengurangi pemberian kredit secara jor-joran untuk menekan impor dan bisa menekan inflasi. Pemerintah juga akan menaikkan pajak barang mewah dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen pada awal tahun. Dengan perlambatan kredit, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi pandangan BNI antara 5,8 sampai 6,1 persen. Dana pihak ketiga akan melambat tahun 2014 dengan pertumbuhan diperkirakan 13-14 persen, dari biasanya 15-17 persen. Karena masuk era stabilisasi dan normalisasi. Perbankan dan sektor rill diimbau mengurangi kredit sehingga berdampak negatif bagi pertumbuhan investasi.
BERITA TERKAIT
Apa yang diinginkan publik terkait kebijakan ekonomi presiden terpilih?
Publik berharap presiden terpilih akan memberi warna baru dalam kebijakan ekonomi tanpa merombak kebijakan lama secara drastis. Presiden terpilih sebaiknya tetap mempertahankan kebijakan lama yang dinilai berhasil dan memperbaiki kebijakan yang kurang tepat.
Jika dilakukan perubahan kebijakan secara total akan berisiko tinggi terhadap kondisi perekonomian. Oleh sebab itu langkah yang tepat adalah mempertahankan yang lama dan memperbaiki yang tidak efektif. Apalagi, setelah pelaksanaan pemilihan umum legislatif (Pileg), yang berjalan dengan baik, pihak investor tengah menunggu siapa presiden terpilih. Jika pelaksanaan pilpres berjalan baik maka Indonesia akan dinilai sebagai negara yang aman sehingga para investor akan menginvestasikan modalnya.
Ada banyak pihak yang berkepentingan agar pelaksanaan pilpres berjalan dengan baik dan lancar karena akan berpengaruh terhadap perekonomian.
Kalau beberapa risiko terjadi, apa pandangan Anda?
Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,5 persen di APBN Perubahan itu terlalu optimis. Karena apa? Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini sudah 5,21 persen. Berarti untuk mencapai target pertumbuhan 5,5 persen hingga akhir tahun, maka di kuartal kedua, ketiga dan keempat pertumbuhan harus di atas 5,5 persen. Possible? Sementara, Presiden bilang bahwa para menterinya tidak boleh membuat kebijakan strategis. Apa yang dimaksudkan kebijakan strategis itu, tidak clear. Akibatnya apa, menterinya pasrah, ya sudah begini sajalah. Karena perintahnya tidak clear. Apalagi ada yang berpikir, sebentar lagi juga diganti.
Apa pendapat Anda terhadap presiden yang mempunyai target tinggi?
Ada yang menilai bahwa jika salah satu calon menang maka peran negara lebih kelihatan, atau bahasa lainnya, negara hadir di tengah masyarakat di semua bidang. Saya pertama kali masuk BNI tahun 1996, saya pertama kali mengikuti sebuah seminar ISEI (Ikatan Sarajana Ekonomi Indonesia) di Hotel Tiara Medan. Kala itu ISEI mengakat tema seminar “Sistem Ekonomi Terkelola”. Saya sendiri bingung ini masuknya apa. Ternyata maksudnya adalah peran negara hadir di sana, dan tidak bisa sistem ekonomi dilepas ke market mengikuti saja mekanisme pasar.
Peran negara itu dalam konteks apa?
Peran negara itu dalam konteks DNI (daftar negatif investasi) misalnya, (sektor) mana yang tidak boleh, mana yang boleh (dimasuki investor). Kepemilikan saham yang ditata ulang. Jadi peran negara hadir di sana. Lalu, koperasi diberi kehidupan yang lebih baik, kemudian harus ada keberpihakan ke UKM (Usaha kecil menengah). Sekarang ini kan artificial saja. Keberpihakan itu maksudnya harus dibuatkan aturan. Misalnya, bank dalam menyalurkan kredit harus 20 persen portofolionya ke UKM. Berarti addressing dari PBI (peraturan Bank Indonesia). Yang seperti ini instruksinya clear. Kebijakannya dan keberpihakan negara jelas hadir di wilayah UKM. Kalau dulu kan namanya KUK (kredit usaha kecil). Jadi jangan banyak kalimat indah, tetapi tidak ada aturan yang jelas. Kalau aturannya jelas, maka pelaku usaha akan jelas juga dalam melaksanakan perintah atau keputusan itu. Kalau tidak ada aturan, orang tidak berani ambil keputusan.
Berarti saat ini peran negara minim?
Anda boleh catat, dalam lima tahun terakhir, itu namanya government spending itu angkanya tidak pernah mencapai 10 persen porsinya dalam PDB. Paling tinggi mungkin di kisaran angka 9 persen. Malah untuk kuartal pertama 2014, itu hanya 6,1 persen saja. Padahal, kalau kita sebagai pengamat, pasti berpikir bahwa kalau menjelang pemilihan legislatif, mestinya pemerintah melakukan belanja. Ini, engga juga. Makanya ada pelaku usaha yang mengatakan, ‘ya sudahlah, terserah pemerintah deh, kami bekerja sendiri’.
Jadi beruntung bahwa dunia usaha dan swasta itu secara alamiah bergerak terus. Itulah yang menopang ekonomi kita. Sekarang kita melihat empat faktor pembentuk PDB. Kalau government spending porsinya hanya 9 persen, maka sisanya yang 91 persen itu adalah sumbangan dunia usaha.
Padahal seharusnya tahun politik mendorong ekonomi tumbuh?
Seharunya pemilu legislatif dan Presiden pada 2014 mendorong peningkatan konsumsi domestik yang dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Bahwa ada harapan proses politik tidak akan terlalu ribut. Kenapa? Karena kita punya pengalaman di dua pemilu sebelumnya.
Tidak dipungkiri politik di Indonesia terbilang dinamis. Artinya, akan selalu ada skenario tidak diinginkan terjadi. Namun, berdasarkan pengalaman, kemungkinan kondisi saat ini tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Semua oke saja. Setiap ada perhelatan demokrasi, ekonomi Indonesia justru tumbuh agak lebih baik.
Ada yang mengatakan, bila si A menang, ekonomi Indonesia bisa menguat paling tidak selama 5 tahun ke depan?
Kondisi ini tergantung kepada kabinetnya nanti. Kabinet, harus diterima oleh pasar. Kalau mau kabinet koalisi, sebaiknya jangan melibatkan banyak parpol. Cukup 3 parpol saja, agar roda pemerintah lebih efektif. Pasar keuangan hingga saat ini masih menunggu hasil koalisi. Pembentukan koalisi ini bakal mendorong pasar keuangan menjadi positif asal pemimpin terpilih bukan merupakan pemimpin ‘boneka’.
Apapun bentuk koalisinya yang penting capresnya merupakan pemimpin yang tegas dan bisa mengambil keputusan. Si nomor satunya bisa jadi leader bukan pemimpin atau capres yang bisa diatur-atur. Koalisi nggak bikin sentimen negatif yang penting pemimpinnya punya sikap.
Pandangan pelaku pasar keuangan masih dalam kondisi realistis. Artinya, tak ada pilihan lain jika pemerintahan saat ini harus dibentuk berdasarkan koalisi dari beberapa partai unggulan. Logika pasar dengan publik berbeda. Pasar punya gambaran kalau presiden A ekonomi akan baik. Kalau kebijakan baik ekonomi baik, saham baik dan mereka mendapatkan keuntungan. Sementara kalau logika publik berbeda. Begitu tokoh diidolakan tidak dapat suara mayoritas, ya mereka tenang-tenang saja tapi pasar bereaksi.
Secara fundamental perekonomian Indonesia baik, sehingga adanya koalisi pemerintahan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan. Faktor-faktor fundamental lah yang menjadi sentimen penggerak pasar. Inflasi dan current account deficit sudah membaik. Fundamental masih oke. Apresiasi pasar dibumbui dinamika politik itu biasa.
Perekonomian Indonesia masih akan mengalami tekanan baik karena faktor eksternal seperti pelaksanaan penghentian stimulus ekonomi AS (tapering) maupun tekanan yang datang dari dalam negeri sendiri.
Tensi politik yang kian panas tidak membuat pasar khawatir?
Tekanan dari domestik yang akan mempengaruhi perekonomian Indonesia adalah tensi politik. Jadi saya kira tantangan lain yang nonekonomi yang cukup tinggi adalah bagaimana tensi politik bisa dikendalikan. Ini sudah sering terjadi seperti setiap kali ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hampir selalu berakhir dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), artinya jarang Pilkada yang berakhir dengan damai, di mana pemenang tidak menyombongkan diri dan yang kalah berlapang dada.
Ini merupakan suatu sinyal yang tidak baik untuk membekap ekonomi Indonesia bisa tumbuh antara 5,8-6,2 persen tahun 2014.
Ada keinginan untuk membuat bank baru di saat ada semangat konsolidasi. Pendapat Anda?
Itu sederhana. Namanya juga pemerintah, dia adalah pemegang saham dwi warna, mempunyai hak mayoritas untuk menentukan arah kebijakan dari bank itu. Kalau ada bank BUMN A, misalnya kecenderungan ke industri, bisa menetapkan melalui RUPS, untuk mengubah visi dan misi bank tersebut untuk menjadi fokus bank. Apakah menjadi bank industri, bank infrastruktur, atau bank nelayan dan bank tani. Jadi hanya merubah fokusnya saja, tidak membentuk bank baru.
Persoalannya, ketika sebuah bank ingin mengubah haluannya, dia harus menyiapkan sumber daya manusianya. Ketika ingin mengubah menjadi bank pertanian, apakah loan officer-nya sudah jago dalam melakukan loan assessment kredit pertanian? Contoh paling nyata saat ini, kenapa kredit perkapalan itu sangat rendah, karena memang sangat jarang ada SDM perbankan yang ahli di sektor perkapalan. Jadi itu persoalannya. Kalau SDM memang sudah siap, silahkan saja putar haluar baru dan fokus di situ.
Rupiah terdepresiasi selama pekan-pekan terakhir ini. Apa tanggapan Anda?
Ini dipengaruhi sejumlah faktor domestik. Namun, bisa dipastikan, rupiah bisa kembali menguat setelah pemilu presiden, siapapun pemenangnya. Ada empat faktor domestik yang membuat rupiah melemah selama bulan ini. Pertama adalah kebutuhan impor bahan baku, utamanya bahan pangan menjelang Ramadhan dan Lebaran.
Kedua, pembayaran sebagian cicilan utang luar negeri korporasi swasta. Dan ketiga, kebutuhan impor minyak sebagai antisipasi lonjakan bahan bakar minyak (BBM) menjelang mudik Lebaran. Keempat adalah sebagian orang berspekulasi membeli dollar AS karena khawatir dengan dinamika politik menjelang pilpres.
Pasca pilpres dan siapapun presiden terpilih, rupiah akan kembali menguat. Rupiah akan menguat dan stabil di kisaran Rp11.500-Rp11.750 per dollar AS hingga akhir tahun.