Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini sudah dipatok tidak melewati angka 6 persen. Namun pemerintah menampik jika Indonesia telah mengalami krisis. Bagi pemerintah, level pertumbuhan harus dipangkas lebih rendah guna menekan defisit neraca perdagangan.
Pemerintah juga akan menjadikan tahun 2014 sebagai masa transisi, pemerintah akan fokus dengan pertumbuhan yang lebih tinggi di tahun 2015. “Tidak ada alasan menyebut Indoesia memasuki masa krisis. Tidak ada juga istilah mini krisis. Sekarang kondisi ekonomi justru sudah mulai stabil,” kata Menteri Keuangan Chatib Basri. Berikut petikannya yang dirangkum dari beberapa kesempatan wawancara.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat, rupiah melemah, dan pasar modal yang masih terus bergejolak menimbulkan persepsi bahwa Indonesia sedang mengalami mini krisis. Apa tanggapan Anda?
Tidak ada alasan menyebut Indonesia memasuki masa krisis. Tidak ada juga istilah mini krisis. Sekarang kondisi ekonomi justru sudah mulai stabil. Semua indikator termasuk data-data yang dikeluarkan lembaga ekonomi asing menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia tetap bagus. Kalau anda sempat khawatir rupiah anjlok seperti yang terjadi pada September, kini (volatilitasnya) sudah stabil.
Apa upaya pemerintah?
Indonesia akan lebih stabil dan mampu mengatasi krisis ke depan, didorong kebijakan pemerintah dalam menyederhanakan peraturan soal investasi. Saat ini pemerintah sedang merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI), ini diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi, dan mengurangi repatriasi sehingga dampak positifnya tidak hanya tahun 2013 tetapi juga berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.
Selain itu, Bank Dunia menempatkan posisi Indonesia pada ranking 120 dari sebelumnya pada 128 dalam kemudahan berinvestasi (easy doing business). Dari sisi tingkat kompetitif bisnis, Indonesia juga melonjak menjadi ranking 32 dunia, dari sebelumnya ranking 50 dunia.
BERITA TERKAIT
Revisi DNI salah satunya untuk menekan impor?
Revisi DNI merupakan salah satu upaya pemerintah menjaga agar modal asing tidak lari bila kondisi eksternal bermasalah, sekaligus untuk meningkatkan investasi. Revisi DNI tetap mempertimbangkan national interest karena industri strategis tetap dilindungi sesuai sosio ekonomi. Jadi di DNI ini ada isu ownership, asing boleh tapi tetap ada persyaratannya.
Meskipun ada kepemilikan asing dalam sektor industri tertentu, namun kondisi tersebut dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan transfer teknologi untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Jadi kita memilih untuk mengundang investasi asing ke Indonesia, dibandingkan melakukan impor, sebagai upaya menjaga neraca transaksi berjalan yang diperkirakan masih defisit hingga akhir 2014.
Menekan impor berarti juga akan mengorbankan pertumbuhan?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan hanya akan bertumbuh di bawah 6 persen. Rendahnya target pertumbuhan ekonomi salah satunya karena Indonesia masih terus mengalami defisit neraca perdagangan. Penyebabnya karena angka impor masih tinggi khususnya di sektor minyak dan gas bumi (migas). Jadi jangan berharap growth tinggi di atas 6 persen, kita akan membuat di kisaran 5,5-5,6 persen. Kita harus membuat growth lebih rendah.
Importasi BBM yang tinggi karena pertumbuhan kelas menengah naik tentunya akan permintaan tinggi, namun tidak diiringi dengan produksi dalam negeri yang mencukupi. Solusinya ya permintaan diturunkan atau penawaran dinaikkan, kalau penawaran dinaikkan butuh lama, jadi mau nggak mau permintaan diturunkan.
Jadi bisa dikatakan pelambatan pertumbuhan memang dibutuhkan?
Ya. Itu untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Oleh sebab itu, pengetatan fiskal dan moneter harus dilakukan untuk mengerem pertumbuhan ekonomi. Kita bisa lihat bahwa defisit transaksi berjalan di kuartal ketiga tahun ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Hal itu didorong oleh lebih sedikitnya impor minyak dan regulasi biodiesel. Secara keseluruhan, current account deficit di 2014 akan berkurang 3 miliar – 4 miliar dollar AS.
Dengan pengetatan di sisi fiskal dan moneter, investasi akan berkurang. Meski begitu, konsumsi sektor swasta akan kembali menguat seiring dengan perbaikan ekonomi Amerika.
Bagaimana dengan sektor ekspor?
Eksportir sekarang agak enggan melakukan ekspor. Dia hanya mau ekspor kalau ada jaminan atau kepastian, kalau dia melakukan ekspor, dia bisa jalan. Untuk itu, pemerintah menugasi LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia), mendorong peningkatan ekspor dari aspek pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.
Pemerintah akan membantu memberi stimulus atau jaminan ekspor yang bersifat non komersial karena berisiko tinggi, namun penting bagi kepentingan negara dan kebijakan ekspor nasional. Bantuan dan jaminan ini diperlukan terutama saat eksportir menghadapi sejumlah risiko, salah satunya risiko politik.
Nigeria dengan jumlah penduduk 170 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi tujuh persen merupakan pasar yang potensial bagi eksportir Indonesia. Termasuk di dalamnya pasar-pasar tradisional dan non tradisional. Namun, angka kriminalitas cukup tinggi sehingga eksportir butuh jaminan dari pemerintah RI. Saat ini baru perusahaan besar yang mampu masuk ke pasar Nigeria. Sementara perusahaan kecil memiliki akses pembiayaan terbatas. Karena itu program pemerintah diharapkan bisa mendorong ekspor nasional melalui penjaminan kepada perusahaan.
Satu isu yang tidak teridentifikasi negara berkembang, permintaan ada tapi negara berkembang tidak bisa merepson dengan pasokannya. Kenapa? karena ada risiko, dan ini yang kami harapkan bisa di-support.
Bagaimana soal rupiah yang terus melemah?
Kita percayakan upaya stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, yang mengalami pelemahan dalam beberapa hari terakhir, sepenuhnya kepada Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. BI pasti akan menjaga smoothing dari volatility-nya, karena akan menimbulkan confidence di pasar bahwa ada yang dijaga.
Apapun kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia terkait pelemahan rupiah, akan membantu menciptakan sentimen positif kepada para pelaku pasar. Kalau dari sentimennya, BI menjaga stabilitas nilai tukar, sekarang sudah turun di bawah Rp12 ribu. Kalau lihat ekspektasi depresiasinya, itu mulai mengalami penurunan. Artinya nilai rupiah tidak akan terlalu lama mengalami pelemahan, dan dalam jangka waktu singkat, rupiah akan kembali menguat untuk mencerminkan kondisi fundamental perekonomian saat ini.
Kita perkirakan neraca perdagangan masih defisit tapi mengecil. Inflasi juga mengecil, saya sekarang berani ngomong dibawah sembilan persen akhir tahun. Angka-angka ini akan dicerna.
Secara keselururahan, pemerintah optimis penuhi target APBN -Perubahan 2013?
APBN kita akan kurang lebih sesuai dengan target. Hingga 11 November pendapatan negara telah mencapai Rp1.432 triliun dan diperkirakan dari target APBN 2013 sebesar Rp 1.502 triliun. Sedangkan belanja pada periode yang sama telah mencapai Rp1.658,9 triliun dari total blanja APBN P sebesar 1.726 triliun. Untuk itu, saya menyakini defisit anggaran diperkirakan sekitar 2,3 – 2,4 persen sesuai dengan APBN P 2013.
Sementara itu kuota BBM bersubsidi sebesar 48 juta kilo liter diperkirakan tidak akan terlampaui. Hal ini mengingat realisasi kuota hingga Oktober baru mencapai 33 juta kilo liter. Hingga akhir tahun diperkirakan sekitar 46,6 juta kilo liter. Kebijakan menaikan harga telah mampu mengerem konsumsi BBM bersubsidi, sehingga tidak melampaui kuota yang telah ditetapkan. Padahal, selama ini kuota BBM bersubsidi selalu terlampaui.
Kemudian defisit neraca transaksi berjalan juga terkendali. Defisit pada kuartal II sebesar 9,9 miliar dolar AS, namun pada kuartal III turun menjadi 8,4 miliar dolar AS. Saya yakin defisit neraca berjalan pada akhir tahun dapat berada di bawah 8,4 miliar dolar AS, seiring dengan dua paket kebijakan yang dikeluarkan untuk menekan laju impor dan mempromosikan ekspor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 5,6 – 5,8 persen.
Bagaimana dengan tahun depan?
Seperti yang sudah saya jelaskan tadi bahwa pertumbuhan kita direm untuk membenahi defisit neraca pembayaran pada 2013 dan 2014 dan fokus pertumbuhan ekonomi pada 2015. Jadi sekarang cukup jelas, kita harus melakukan pengetatan proyeksi pertumbuhan untuk mengurangi defisit.
Kita sebenarnya bisa menetapkan pertumbuhan ekonomi pada 2014 sebesar 7 persen. Namun, proyeksi tersebut akan membuat defisit neraca pembayaran akan bertambah. Sementara di sisi lain angka pertumbuhan yang terlalu rendah akan membuat kemiskinan dan angka pengangguran tidak akan berkurang.
Karena itu, dalam perbaikan ekonomi selama dua tahun mendatang pemerintaha akan memperbaiki supply dan bukan hanya demand. Itu akan dimulai dengan perluasan infrastruktur, dan memangkas perizinan.
Bisa dikatakan tahun depan menjadi tahun transisi?
Kita melihat APBN 2014 merupakan APBN transisi sehingga jika pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 tidak sependapat dengan isinya dapat melakukan revisi terhadap UU itu. Namun kita berhadarp adanya penyerapan anggaran belanja pemerintah hingga 23 persen pada triwulan pertama 2014 setelah dilakukan penyederhanaan aturan tentang pengadaan barang dan jasa.
Adanya revisi pada Perpres no 70/2012 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa akan memudahkan Kementerian Lembaga dalam melakukan tender terutama untuk lelang diantara Rp200 juta-Rp5 miliar. Jadi yang di bawah Rp200 juta itu penyerapan 3 persen, kalau dibawah itu dia boleh langsung. Kemudian yang dibawah Rp5 miliar itu penyerapannya 20 persen, karena tender itu adalah tender sederhana, hanya dua hingga tiga minggu selesai.
Perkiraan tersebut hanya dapat terjadi apabila Kementerian Lembaga benar-benar melakukan proses pengadaan barang dan jasa sesuai aturan dan mulai awal tahun, serta tidak menunda proses pencairan anggaran. Itu seharusnya sudah bisa, tapi itu semua tergantung pada kementerian lembaga yang menjalankan.