ERA pasar bebas ASEAN sudah dimulai 1 Januari lalu. Tanggal itu menandakan bahwa delapan profesi sudah bisa berkeliaran di antara negara-negara ASEAN dengan bebas tanpa membutuhkan persyaratan yang ketat lagi.
Pemerintah Indonesia sendiri, mengaku telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan kesiapan dan kompetensi pekerja lokal dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebelumnya. Dalam pelaksanaan pasar tunggal ASEAN, kesiapan tenaga kerja menjadi perhatian penting pemerintah. Untuk itu, kerja sama antara dunia usaha, pekerja, serta pemerintah harus terus dikompakkan untuk meningkatkan daya saing pekerja Indonesia.
“Soal MEA sekarang ini bukan siap tidak siap, tapi harus siap. Tidak mungkin menunda persiapan karena ini telah dilaksanakan. Tapi saya yakin pekerja Indonesia telah siap menghadapi semua tantangan dalam era MEA ini,” ujar Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang diwawancarai usai diskusi The Indonesia Forum, di Jakarta, Selasa 19 Januari 2016 lalu.
Menaker Hanif mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan beragam upaya untuk mempersiapkan tenaga kerja menghadapi persaingan dengan tenaga kerja lain dari negera-negara ASEAN. Persiapan itu antara lain menetapkan 85 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) serta akreditasi 725 Balai Latihan Kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS). Selain itu, kata Hanif, pemerintah juga telah melakukan pelatihan wirausaha dan keterampilan kerja bagi 717.454 calon tenaga kerja dan melakukan sertifikasi terhadap 167 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai kesiapan menghadapi MEA.
Menurut mantan aktivis di Masyarakat Transparansi Indonesia itu, sektor yang paling siap menghadapi persaingan tenaga kerja di era MEA adalah pariwisita. Sektor itu telah memiliki infrastruktur yang lengkap dan mumpuni untuk bersaing dengan tenaga kerja asing.
Berikut wawancara lengkap dengan Menaker Hanif Dhakiri yang digabung dengan wawancara lainnya di berbagai kesempatan:
Sudah siapkah tenaga kerja Indonesia menghadapi MEA?
Kalau ditanya siap atau tidak siap, saya nyatakan Indonesia siap dan harus siap menghadapi pemberlakuan MEA. Kesiapan dalam menghadapi MEA harus dilakukan tak hanya tenaga kerja. Semua sektor terkait harus bergerak secara cepat dan masif. Keterlibatan pemerintah, dunia usaha, pekerja dan masyarakat umum pun sangat dibutuhkan. Adanya MEA bisa menjadi solusi mengurangi pengangguran. Selain sebagai lalu lintas tenaga kerja, MEA juga juga menjadi lalu lintas barang, jasa dan kapital menjadi lebih terbuka. Artinya, arus investasi akan lebih mudah dan pemerintah telah membuat sejumlah terobosan untuk memberikan kemudahan pada investasi melalui paket-paket kebijakan ekonomi. Dengan semakin banyaknya investasi masuk, perluasan kesempatan kerja akan semakin besar. Tapi, ini harus diiringi dengan percepatan peningkatan kompetensi karena itu salah satu masalah pengangguran di Indonesia.
Tapi, masih ada masyarakat Indonesia memandang MEA sebagai hal yang ditakuti?
MEA jangan dianggap seolah-seolah ini ada bendungan, terus kemudian dibuka air bah datang. Atau, seperti membuka pagar di saat perang, ketika dibuka, langsung tembak menembak,Kan selama ini arus uang, arus barang dan jasa, arus tenaga kerja sudah saling masuk di negara ASEAN (termasuk Indonesia).
MEA urusannya dengan daya saing. Bukan urusannya dengan bendung-membendung pekerja antar negara ASEAN. Kalo bendung-membendung lalu apa gunanya MEA? Karena kerangka MEA itu kan tetap persaingan dalam kerja sama. Karena kita ingin ASEAN ini menjadi lebih kompetitif, lebih unggul di pasar internasional. Tapi, di antara negara ASEAN sendiri juga ada persaingannya.
Sebelum MEA saja, di Hongkong sudah tiga jutaan tenaga kerja kita. Itu kan pagar tadi belum dibuka, bendungan itu belum dibuka, tetapi tenaga kerja kita sudah banyak yang di luar.
Pandanglah MEA ada peluang dan tantangan. ASEAN sebagai sebuah region, jadi ini kan semacam partnership, atau kerja sama, dan bagaimana kita optimis bersaing dalam ASEAN itu. Juga dalam kerja sama, supaya ASEAN bisa bersaing dalam kekuatan global.
Kita juga jangan alergi dengan banyak datangnya tenaga kerja asing. Bahwa cara pandang kita terhadap orang asing itu, bahwa kehadiran mereka ini bisa membawa benefit tersendiri. Benefitnya apa? Ya termasuk perluasan kesempatan kerja. Misalnya asing yang masuk bawa investasi, pasti kan ada benefit perluasan kesempatan kerjanya. Jadi bukan soal rasio.
Yang terpenting adalah bagaimana kita terus menggenjot percepatan peningkatan kompetensi di Indonesia ini sehingga memiliki daya saing dan kita bisa bersaing di pasar ASEAN. Untuk itu, Kemenaker melakukan banyak hal agar tenaga kerja Indonesia mampu bersaing.
Apa saja langkah-langkah tersebut?
Setidaknya tiga strategi yang disiapkan. Jurus pertama adalah percepatan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dan SKNNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) di semua sektor, itu untuk tahun ini saya lupa jumlahnya, mungkin sudah hampir 100-an lah SKKNI yang kita buat. Juga serta akreditasi 725 LPKS (Balai Latihan Kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta).
Jurus kedua, percepatan penerapan sertifikasi kompetensi kerja bagi pekerja Indonesia yang diakui secara nasional dan internasional. Caranya dengan mengotimalkan Balai Latihan Kerrja dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi menyiapkan dan mempercepat sertifikasi kompetensi kerja. Ini dilakukan agar profesi di seluruh sektor kerja kita mendapatkan pengakuan dunia internasional. Kementerian terus menggenjot hal tersebut baik dalam segi jumlah maupun kualitas.
Untuk menunjang dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan kerja, sudah dibangun enam Balai Latihan Kerja (BLK) baru di Banyuwangi, Sidoarjo, Bantaeng, Pangkajene, Belitung dan Lombok Timur. Ini merupakan implementasi program revitalisasi BLK. Selain itu, juga dilakukan peremajaan peralatan pelatihan di BLK-BLK. Nilainya mencapai Rp143 miliar.
Selanjutnya pengendalian Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia sekaligus mendorong pekerja Indonesia agar mampu bersaing dengan pekerja asing. Kemenaker telah punya Permenaker 16/2015 tentang Tata Cara Pengendalian dan Penggunaan TKA yang lebih ketat.
Ini semua bagian penting dari kita menyiapkan angkatan kerja agar mampu memimpin persaingan di MEA. Kita harus tingkatkan daya saing pekerja Indonesiaagar bisa memenangkan persaingan di tingkat ASEAN dan Internasional.
Lalu apa tantangan yang dihadapi setidaknya untuk saat ini?
Tantangan kita adalah masalah bahan baku, bahan baku SDM-nya karena mayoritas tenaga kerja kita lulusan SMA ke bawah. Di sinilah peranan lembaga pendidikan dan pelatihan menjadi sangat vital untuk meningkatkan daya saing pekerja Indonesia.
Mendapatkan sertifikasi profesi perlu dijadikan sebagai shortcut untuk meningkatkan kompetensi mereka. Kami berharap dengan adanya pelatihan dan standar kompetensi yang diterapkan bisa mengatasi permasalahan tantangan tersebut.
Dari semua sektor yang akan bersaing di MEA, tenaga kerja bidang mana yang paling kompetitif saat ini?
Di sektor pariwisata tenaga kerja kita paling kuat. Paling bisa bersaing. Infrastruktur pelatihan siap dan dari segi kelengkapan standar, seperti SKNNI atau standar tenaga kerja, pariwisata paling komplit. Mereka (pekerja sektor pariwisata-red) paling siap menghadapi MEA. Standar kompetensinya sudah sama dengan negara-negara lain. Sebagai contoh standar cleaning service di hotel A pasti sama dengan hotel B di negara lain.
Kita bisa lihat banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor pariwisata telah banyak tersebar di negara-negara ASEAN. Kompetensi mereka tidak kalah, apalagi ditunjang dengan sekolah-sekolah pariwisata yang menghasilkan lulusan yang siap bekerja.
Peluang tenaga kerja kita dalam MEA?
Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia dan sumber daya alam yang berlimpah. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa, Indonesia dapat menjadi mesin raksasa yang produktif serta mampu bersaing secara optimal dengan negara-negara ASEAN lainnya dalam MEA yang sudah diberlakukan.
Adakah proteksi buat tenaga kerja kita?
Iya pasti ada. Hanya proteksinya mestilah yang rasional. Bukan proteksi pakai merem (mata terpejam). Jadi kalau proteksi pakai merem, itu istilahnya asal menutup, batasi. Orang luar negeri atau asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Tidak bisa begitu. Sebab ini jamannya keterbukaan. Dimana dunia sudah terintegrasikan menjadi pasar tungga. Kita tidak bisa mengatur segala sesuatu dengan merem begitu. Yang kita pastikan adalah orang boleh saja masuk, tetapi basisnya adalah harus memiliki kompetensi. Jadi orang harus memiliki kehalian, expertise. Lagi pula, tidak semua jabatan strategis kita bebaskan. Hanya jabatan-jabatan tertentu yang boleh diisi oleh orang asing. Tidak semua jabatan, itu semua ada
aturannya.
***