JAKARTA, Stabilitas.id – CECT Sustainability bersama Universitas Trisakti menyelenggarakan seminar yang bertujuan untuk mendorong dialog dan inovasi terkait isu keberlanjutan di Tingkat nasional maupun global.
Seminar yang digelar bertajuk “EUDR: Navigating Multi-Commodity Challenges & Fostering Sustainable Business Practices” di Universitas Trisaksi, Jakarta, pada Rabu (18/9/24). Seminar ini dihadiri oleh 100 peserta dari perwakilan perusahaan pejabat pemerintah, manajer CSR, akademisi, dan praktisi keberlanjutan.
Acara ini juga bertujuan untuk mengangkat isu implementasi European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) dan tantangan yang dihadapi oleh berbagai sektor di Indonesia, khususnya dalam komoditas seperti minyak sawit, kayu, karet, kopi, dan kakao.
BERITA TERKAIT
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi untuk mengimplementasikan EUDR di Indonesia, seperti:
1. Keterlacakan dan Transparansi Rantai Pasok
Di Indonesia, terutama untuk sawit yang melibatkan banyak petani kecil independen, tantangan ini cukup besar. Petani kecil sering tidak memiliki sertifikasi atau sistem yang memadai untuk memenuhi standar keterlacakan fisik dari lahan mereka ke konsumen Eropa.
2. Perubahan Kebijakan dan Adaptasi Industri
Banyak pelaku usaha belum familiar dengan persyaratan EUDR, sehingga perlu ada pelatihan dan sosialisasi yang lebih intensif.
3. Regulasi yang Tumpang Tindih
Perbedaan dalam standar keberlanjutan antara Indonesia dan UE bisa mempersulit pelaku industri untuk mematuhi kedua regulasi secara bersamaan. Harmonisasi kebijakan masih menjadi tantangan utama.
4. Kolaborasi dan Inovasi Untuk Masa Depan
Pentingnya sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas akademik untuk mendorong inovasi yang dapat membantu sektor-sektor industri Indonesia tetap kompetitif di pasar global.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Trisakti, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menjadi One Stop Learning for Sustainability Development yang mampu menyediakan ruang untuk belajar, berdiskusi, dan berkolaborasi dalam mencapai tujuan Pembangunan.
Seminar tersebut menghadirkan para pakar yang mumpuni di bidangnya, seperti Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Dr. Musdhalifah Machmud, yang turut menyampaikan pandagannya tentang peluang yang dihadapi Indonesia dalam penerapan EUDR.
“Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk mengatasi berbagai hal terkait mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR di Indonesia dan Malaysia,” ungkap Dr. Musdhalifah.
Selanjutnya, turut hadir sebagai pembicara, Deputi Direktur Market Transformation dari RSPO, Dr. M. Windrawan Inantha, menyoroti pentingnya penelusuran rantai pasok (traceability) dalam industri sawit, sejalan dengan kebijakan EUDR. Untuk itu, RSPO mengembangkan inisiatif yang memperkuat tracking produk kelapa sawit.
“Keterlacakan yang kuat akan meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar Eropa,” ungkap Dr. Windrawan.
Dari sisi perusahaan, Kepala Bidang Keberlanjutan PT Wilmar International, Ir. Pujuh Kurniawan M.M, menyampaikan bagaimana kesiapan perusahaan dalam menghadapi EUDR. Dalam hal ini, PT Wilmar telah mengimplementasikan praktik keberlanjutan di perkebunannya, dan regulasi EUDR akan mendorong industri sawit untuk lebih transparan dalam rantai pasok.
Sebaga penutup, Ahli hukum lingkungan Universitas Trisakti, Amalia Zuhra SH. LLM. Ph.D. mengatakan, hukum dan regulasi di indonesia dapat selaras dengan ketentuan EUDR. Penyelarasan ini penting dilakukan guna memastikan pelaku industri terkait di Indonesia, dapat mematuhi regulasi nasional dan internasional tanpa menyebabkan konflik, mengurangi biaya kepatuhan, dan mempermudah proses sertifikasi.***