Judul Buku : Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisme, Penulis: Ahmad Erani Yustika, Enny Sri Hartati, dkk Tahun Terbit: 2011, Penerbit: Indef, Jumlah Halaman: 140
Krisis demi krisis tidak hentinya menghantam perekonomian dunia. Belum lagi reda badai krisis global akibat gelembung kredit perumahan di Amerika Serikat pada tahun 2007, dunia kembali limbung dihantam krisis Eropa yang diakibatkan salah urus keuangan negara. Imbas krisis dua kawasan utama perekonomian sejagat ini tentu saja berpotensi mengganggu perekonomian Indonesia. Apalagi sejarah membuktikan bagaimana pada lebih satu dekade lalu, tepatnya tahun 1997, ekonomi Indonesia porak-poranda dipicu pelemahan mata uang bath, Thailand.
BERITA TERKAIT
Lewat buku yang dibagi dalam tujuh bab ini, Erani Yustika dkk mencoba menjawab berbagai pertanyaan berbagai pihak mengenai imbas krisis Eropa dan belum pulihnya perekonomian AS, yang menjadi kiblat dunia, terhadap perekonomian nasional.
Pada bagian awal, buku ini memaparkan perkembangan indikator makro dan mikro ekonomi Indonesia setahun terakhir ini, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, nilai tukar, investasi, ekspor-impor, perbankan, dan kebijakan fiskal. Pada bab selanjutnya, diuraikan kondisi terkini perbankan yang menjadi urat nadi perekonomian nasional. Namun dalam bab ini lebih difokuskan membahas rivalitas antara bank lokal versus bank asing. Inti sari dari buku ini baru akan ditemui pada bab empat dan lima. Di bab empat, penulis mengkritisi liberalisme perdagangan yang dinilai rawan menjebak Indonesia, jikalau gagal menyiapkan strategi tepat mengantisipasi datangnya pasar bebas itu. Kesimpulan itu dikuatkan lewat kasus ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), perdagangan bebas ASEAN China, yang alih-alih menguntungkan justru dinilai penulis lebih banyak merugikan Indonesia.
Sementara bab lima dimulai dengan ulasan akar terjadinya krisis Eropa, imbasnya pada ekonomi Asia, hingga dampaknya pada Indonesia. Kemudian ditutup dengan sejumlah rekomendasi yang sebaiknya kita ambil untuk mengantisipasi risiko negatif dari krisis di belahan Barat tersebut, seperti mempertahankan konsumsi domestik, diversifikasi negara tujuan ekspor, menggenjot investasi di sektor riil, dan meningkatkan belanja pemerintah untuk sektor-sektor strategis. (pph)