Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Stabilitas Edisi 207 : Langkah Cerdik Tangkal Risiko Sistemik

37
Dilihat
0
Bagikan
37
Dilihat

Salah satu ungkapan yang tenar dalam olah raga yang mempertemukan dua pihak sebagai lawan adalah, “strategi terbaik dalam menyerang adalah bertahan.” Dalam memitigasi risiko ekonomi global, strategi itu mulai diadopsi.

Situasi ekonomi global yang cepat berubah dan membutuhkan respons cepat tentu tidak akan mampu diimbangi kecepatan sebuah kebijakan yang menunggu diejawantahkan oleh industri. Oleh karena itu, cara paling efektif adalah memperkuat daya tahan bank dalam menghadapi perubahan yang menyimpan risiko.

Bisa jadi atas landasan itu pula, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum atau POJK 5/2024. Dalam aturan tersebut, OJK mewajibkan semua bank untuk membuat rencana aksi pemulihan atau recovery plan.

BERITA TERKAIT

Kebijakan tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini. Sebagaimana diketahui, perekonomian global masih diliput ketidakpastian akibat konflik yang terus berlangsung di Timur Tengah. Sementara itu kondisi pasar keuangan di beberapa ekonomi utama seperti di AS juga mulai fluktuatif di tengah kondisi makroekonominya yang masih berada dalam ancaman inflasi.

Beberapa pihak mengakui bahwa aturan ini akan memunculkan kerangka kerja yang lebih kuat untuk mengklasifikasikan tingkat kesehatan bank. Hal itu tentu akan memudahkan regulator untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko pada perbankan sejak dini. Pendekatan proaktif ini penting untuk mencegah kegagalan bank dan melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana, debitur dan masyarakat.

Harus diakui, hingga saat ini industri perbankan masih dalam kondisi baik. Namun ancaman yang bisa mengganggu stabilitas sektor keuangan terus meningkat. Oleh karena itu kehadiran aturan ini bisa menambah trust publik kepada industri perbankan.

Kendati begitu, bank-bank tentu menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam memenuhi aturan baru tersebut, terutama terkait permodalan. Selain kewajiban memenuhi ketentuan permodalan minimun sesuai risiko, bank-bank kini harus menyediakan modal tambahan sebagai penyangga (buffer), dan capital surcharge bagi bank sistemik.

Hal itu tentu akan menuntut pemenuhan modal yang lebih besar untuk disimpan sebagai cadangan. Bagi bank-bank yang sebelumnya tidak diikutkan dalam aturan recovery plan itu, tentu harus sudah meningkatkan permodalannya.

Dalam kondisi ekonomi yang belum menentu ini, langkah mencari pendanaan untuk menambah permodalan bagi bank bukanlah perkara mudah. Bank-bank tentu sudah harus menyiapkan rencana terkait pemenuhan kebutuhan modal setelah aturan tersebut keluar.

Nah, Majalah Stabilitas akan mengangkat topik tersebut dalam laporan utamanya kali ini. Dalam tulisan pengantar di awal akan kami ulas mengenai latar belakang diluncurkannya aturan POJK tersebut ketika situasi ketidakpastian global makin parah dan berpotensi berlangsung lebih lama. Kemudian juga respons dari pelaku usaha secara umum mengenai aturan ini, terutama terkait kewajiban pemenuhan rencana pemulihan bagi semua bank.

Pada tulisan berikutnya, kami akan paparkan juga mengenai imbasnya pada bank terutama dalam hal penyusunan recovery plan. Sebagaimana diketahui, melalui aturan tersebut, kini semua bank diharuskan untuk menyiapkan recovery plan dan ini merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Lalu apa saja tantangan yang akan dihadapi oleh perbankan terkait kewajiban ini. Apakah mereka akan berkonsultasi dengan bank-bank besar untuk membuatnya. Hal itu akan kami sajikan untuk Anda.

Tulisan berikutnya adalah mengenai tantangan permodalan sebagai dampak dari keluarnya aturan tersebut. Harus diakui muncul pertanyaan, bagaimana bank-bank kecil dan menengah  menyiapkan strategi pemenuhan modal di tengah kondisi ekonomi yang makin berat. Sebabnya dampak dari aturan itu tidak pelak adalah bank-bank akan diharuskan menambah permodalan lagi.

Tulisan selanjutnya yang akan kami sajikan adalah pengaruh kebijakan ini kepada bank-bank yang masuk kategori bank sistemik. Apakah mereka mengalami tantangan yang sama seperti bank-bank yang modalnya lebih kecil. Lalu apakah aturan ini akan memunculkan bank sistemik yang baru, misalnya dari bank yang masuk kategori sebagai bank digital?

Selamat membaca.

Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

TERPOPULER

Terbaru

STABILITAS CHANNEL

TWITTER STABILITAS

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.