Pembaca yang Budiman,
Tahun baru 2024 sudah kita masuki dan beberapa hal sudah mengejutkan para pelaku ekonomi. Hampir selama setahun kemarin, para pelaku dan pemerhati ekonomi tidak melepaskan pandangannya dari ekonomi AS yang sedang bertempur dengan inflasi. Ekspektasi investor kerap turun naik melihat The Federal Reserve mengimbangi perubahan ekonomi atau malah mencoba mengarahkan ekonomi.
Desember lalu, The Fed memberikan sinyal akan menurunkan suku bunga acuan pada tahun 2024 ini. Sebelumnya sejak Maret 2022, bank sentral telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali hingga level Fed Fund Rate di 5,25-5,50 persen, juga merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun.
Tentu saja isyarat ini akan membuat gelombang perubahan kebijakan moneter dunia. Bukan itu saja, juga akan membuat perubahan dalam pasar keuangan karena investor tentu akan segera merespons perkembangan tersebut.
Di Indonesia, otoritas moneter tentu juga akan segera mengantisipasi perubahan ini. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memprediksi, suku bunga The Fed akan turun sebanyak tiga kali di tahun ini. Penurunan suku bunga akan dilakukan mulai Semester II tahun 2024 di mana nilainya akan mencapai 75 basis poin.
Meski demikian, BI tentu tidak mau gegabah untuk mengambil tindakan. Pada pertengahan Januari, BI kembali mempertahankan suku bunga acuan di angka 6 persen. Hal tersebut dinilai merupakan langkah antisipatif untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 1,5 hingga 3,5 persen pada 2024.
Di sisi lain, sinyal penurunan suku bunga The Fed ini memberikan harapan terhadap kondisi perekonomian global dan akan memunculkan optimisme bagi para investor dan pelaku usaha. Para pemilik modal dan pengusaha tentu akan lebih berminat untuk melakukan bisnis dan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Nah, Majalah Stabilitas akan mengangkat isu tersebut dalam laporan utama pada edisi kali ini. Pada tulisan awal kami akan mengulas latar belakang The Federal Reserve mengisyaratkan akan mengubah stance kebijakan moneternya. Selain itu juga ada tanggapan dari otoritas di Indonesia terkait hal tersebut.
Pada bagian berikutnya kami akan mengulas mengenai respons industri jasa keuangan terkait sinyal penurunan suku bunga The Fed ini. Di sisi lain kami juga menampilkan respons kebijakan bank sentral Indonesia yang kemungkinan akan menurunkan suku bunga acuan BI. Hal itu tentu akan diikuti oleh penurunan bunga kredit perbankan sehingga mendorong permintaan kredit yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Selanjutnya kami uga akan mengulas bagaimana potensi menguatnya nilai tukar rupiah setelah The Fed menurunkan suku bunganya. Sekaligus memberikan gambaran terkait strategi pengendalian inflasi oleh pemerintah Indonesia di tahun 2024.
Pada single out terakhir kami akan membahas mengenai tenggapan investor, khususnya di Indonesia yang masih wait and see terkait kabar penurunan suku bunga The Fed. Investor tentu akan bersikap hati-hati dan tidak ingin menerima harapan palsu jika ternyata nantinya The Fed tetap menahan suku bunga, bahkan malah menaikkannya. Kondisi geopolitik yang belum stabil akibat perang dagan AS dan China serta perang antara Israel dan Hamas membuat kondisi ekonomi global masih bisa berubah sewaktu-waktu.
Selain sajian pada laporan utama, kami juga tetap menghadirkan artikel-artikel menarik lainnya di rubrik jasa keuangan, manajemen risiko, dan badan usaha milik negara. Tentu saja semua artikel tersebut kami persembahkan dengan analisis dari sudut pandang manajemen risiko.
Selamat membaca ! ***