MENJELANG berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo yang akan berumur genap 10 tahun pada tahun depan, setidaknya akan ada lagi langkah perombakan hukum bernama Omnibus Law. Sejatinya langkah itu jika merujuk pengertian dari Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki arti suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Setelah tiga tahun lalu diterbitkan omnibus Law dalam bentuk Undang-Undang Cipta Kerja, tahun ini tampaknya akan segera disahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Isinya meleburkan beberapa undang-undang bidang ekonomi, moneter, dan sektor keuangan menjadi satu.
Jika ditelaah lagi, UU yang saat tulisan ini dibuat masih berupa rancangan, akan mengubah peta permainan industri keuangan, dan juga fungsi serta peran lembaga pengawas di sektor keuangan. Sebut saja perubahan dari otoritas pengawas yang ada di lingkup industri keuangan, perubahan istilah dari lembaga keuangan, perubahan aturan main, hingga perubahan yang ada pada pengaturan yang ada pada layanan keuangan berbasis. Publik tentu penasaran apakah perubahan ini akan lebih banyak dampak positifnya atau negatifnya.
Beberapa pihak yang dekat dengan pemerintahan tentu saja menganggap aturan induk ini sebagai sesuatu yang akan memberi dampak positif. Meski demikian, tentu kita juga harus mendengar pihak lain yang lebih kritis dalam menilai regulasi anyar ini. Tentu semua itu didasari tujuan untuk memberikan gambaran utuh mengenai dampak sesungguhnya dari peraturan tersebut.
Nah, Majalah Stabilitas akan mengupasnya kali ini, tentu dalam rangkuman laporan utama yang sebentar lagi akan Anda baca di halaman-halaman berikutnya.
Pada tulisan awal kami akan hadirkan Omnibus Law sektor keuangan ini sebagai sebuah review singkat. Dan tentu akan diulas beberapa poin yang dinilai penting dan akan menjadi pusat perhatian para pelaku dan pengambil keputusan di sektor keuangan.
Pada bagian berikutnya akan diulas mengenai poin penting perubahan dalam tugas dan fungsi dari bank sentral pada regulasi baru tersebut. Kami akan melihatnya dari respons para pelaku industri dan pengamat. Serta menganalisis apakah aturan baru itu akan membuat independensi Bank Indonesia terganggu.
Selanjutnya juga akan dibahas mengenai poin penting dari perubahan fungsi dan tugas OJK. Dalam RUU baru itu OJK mendapat tugas baru yaitu menjadi pengatur dan pengawas Koperasi dan juga mata uang kripto. Apa yang seharusnya dilakukan OJK dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan?
Selain itu otoritas lai yang akan jadi pembahasan dalam laporan utama kali ini adalah perubahan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam RUU baru itu LPS juga mendapat tugas baru yaitu menjadi lembaga penjamin asuransi. Apa yang seharusnya dilakukan OJK dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan?
Pembaca yang budiman, selain sajian kami tersebut, seperti biasanya juga kami hadirkan ulasan lain di rubric-rubrik tetap selain laporan utama. Sebut saja pada rubrik jasa keuangan, BUMN dan juga manajemen risiko. Kami selalu mengupayakan semua artikel yang kami hadirkan dibungkus dengan perspektif governance, risk management dan compliance.
Harapan kami, artikel-artikel kami mampu menginspirasi Anda para pengambil keputusan dalam menjalankan bisnis di sektor manapun.
Selamat membaca.