Nenny Soemawinata
Managing Director Putra Sampoerna Foundation
Spirit Social Entrepreneur Nenny
BERITA TERKAIT
Puluhan tahun sudah Nenny Soemawinata mengarungi jagat bisnis. Mulai dari bisnis perhotelan, periklanan, teknologi informasi, hingga media, sempat dijajal wanita energik ini. Bahkan Nenny sempat menduduki top manajemen sejumlah stasiun TV, seperti RCTI, ANTV, dan O-Channel. Tetapi akhirnya, lulusan Computer Programming, Auckland Technical Institute, Selandia Baru ini memilih dunia sosial pada ujung perjalanan karir cemerlangnya tersebut.
Sejak dua tahun lalu, Nenny menerima tawaran memimpin Putera Sampoerna Foundation (PSF), sebuah lembaga yang mempunya visi sosial untuk menciptakan pemimpin bangsa melalui jalur pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan kewirausahaan. Namun berbeda dengan lembaga sosial lain, wanita kelahiran India, 31 Januari 1954 ini mengelola PSF dengan pendekatan bisnis atau diistilahkan sebagai ‘bisnis sosial’. “Tujuannya agar program-program sosial PSF bisa berkelanjutan, tidak tergantung pada dana donatur, dan mandiri, seperti perusahaan pada umumnya,” ungkap ibu dua anak ini kepada wartawan Majalah Stabilitas, Syarif Fadilah, Egenius Soda, dan Fotografer Judy Hertanto yang menemuinya di penghujung Juni lalu. Berikut petikannya.
Bisa Anda jelaskan apa yang dimaksud dengan bisnis sosial itu?
Social business adalah suatu aktivitas yang tujuan utamanya untuk sosial yang dikelola dengan pendekatan bisnis. Jadi semua kegiatan bisnis yang ada dalam perusahaan tersebut bermuara pada satu tujuan yakni kegiatan sosial. Oleh karena itu semua dana yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan sosial wajib dikelola dengan memperhatikan aspek keberlanjutan tersebut. Ini beda jika murni sosial. Misalnya filantropi, kadang tidak ada kelanjutannya. Ketika dananya habis kegiatan tersebut juga akan berhenti.
Apakah pendiri Microsof, Bill Gates, yang memberi bantuan kemanusiaan miliaran dollar ke seluruh dunia bisa disebut sebagai pebisnis sosial?
Benar, Bill Gates adalah contoh bagaimana pengusaha menjadi pebisnis sosial. Tetapi yang perlu Anda tahu, tidak semua dana sosial Bill Gates tidak hanya berasal dari dirinya sendiri. Ada kontribusi dari berbagai kalangan, seperti Warren Baffett (pendiri perusahaan investasi Berkshire Hathaway dan salah satu orang terkaya di dunia –red). Makanya Bill Gates bisa memberi bantuan hingga miliaran dollar AS.
Namun kalau hanya berharap dari funding tentu tidak akan berkelanjutan. Maka kita harus berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya boleh saja dapat dana dari funding tetapi selanjutnya harus bisa mandiri. Bagaimana pun kalau ingin program-program sosial tetap berjalan, kita tidak bisa mengandalkan dana sendiri, tapi tidak bisa juga mengharapkan dana CSR (corporate social responsibility) dari perusahaan karena bisnis juga mengalami pasang surut yang akan berpengaruh pada besaran dana CSR.
Bagaimana Putra Sampoerna Foundation (PSF) mengaplikasikan prinsip-prinsip bisnis dalam aktivitas sosialnya?
Kita mulai dari tujuan sosialnya, baru kemudian mencari bisnis yang di arahkan untuk mendukung kegiatan sosial tersebut. Kemudian kami berusaha merealisasikan target-target sosial yang menjadi tujuan utama PSF dengan pendekatan manajemen bisnis. Tujuannya untuk menjamin keberlanjutan semua program-program sosial PSF.
Bisa dijelaskan bentuk pendekatan itu seperti apa?
Salah satu cara yang kami lakukan adalah memiliki bisnis-bisnis unit yang berada di bawah Sampoerna Foundation. Misalnya, kita punya unit bisnis Acces Education Beyond yang hasilnya bisa kita gunakan untuk membantu pendidikan. Kemudian unit bisnis yang kami sebut ‘Mekar’ di mana tugasnya mencari investor yang bersedia membiayai dan membantu memperdayakan perempuan. Selain itu, di PSF tidak ada voluntary melainkan karyawan. Kenapa? Karena kita punya target tertentu. Kalau relawan mana mungkin kita bisa menetapkan target tertentu.
Di PSF, kami juga punya unit bisnis yang banyak sekali. Kemudian kami mem-brand produk-produk PSF seperti di unit bisnis pada umumnya. Kita pakai semua ilmu-ilmu bisnis, marketing, keuangan, dsb. Cuma semua itu kita gunakan untuk tujuan sosial. Jadi, prinsip-prinsip usahanya masih seperti prinsip bisnis tetapi tujuannya untuk sosial.
Sebagai institusi menghasilkan keuntungan, meski semuanya digunakan untuk kegiatan tujuan sosial, apakah PSF dikenakan pajak juga?
Iya, kecuali kalau Anda bisa bantu supaya pemerintah membebaskan kami dari pajak.
Bisa Anda jelaskan apa sebenarnya visi sosial PSF?
Visi kami adalah creating leader future. Kita menargetkan untuk mencetak 1.000 leader tiap tahun. Ini visi sosial. Namun visi ini akan tercapai kalau ada kesinambungan dari kegiatan yang sudah kita rancang secara holistik. Untuk itu dalam membangun bisnis sosialnya, PSF memiliki empat pilar, yakni pendidikan, pemberdayaan perempuan, entrepreneurship, compassionate relief.
Mengapa memilih bidang pendidikan sebagai pilar utama bisnis sosial PSF?
Sebelum Pak Putera Sampoerna (pengusaha dan pendiri Sampoerna Group – red) mendirikan PSF, beliau melakukan riset, bidang sosial apa yang paling kita butuhkan. Hasilnya adalah pendidikan. Selain itu, beliau memang sudah lama konsen dengan pendidikan. Bahkan saat masih aktif sebagai pebisnis, beliau sangat memperhatikan pendidikan para eksekutifnya.
Salah satu bentuk perhatian penuh beliau pada PSF, misalnya, untuk mencari pendanaan bagi Sampoerna Academi di Bogor. Beliau samapi rela pergi ke Amerika Serikat, ke World Bank, dan United State Secretary, khusus untuk meminta bantuan bagi PSF.
Apa saja yang telah dilakukan PSF dalam bidang pendidikan?
Awalnya PSF hanya berkonsentrasi pada pemberian beasiswa. Hingga tahun 2004, kami sudah memberikan beasiswa pada 12.326 siswa mulai SMA, S1, dan S2, baik di dalam maupun luar negeri. Tetapi seiring dengan biaya pendidikan yang semakin mahal maka muncul pemikiran kenapa kita tidak membangun pendidikan sendiri tetapi dengan mengadopsi metode luar negeri.
Dengan pertimbangan itu, kemudian kami pun mulai bergerak ke arah yang lebih luas.
Bisa Anda jelaskan lebih rinci tahapan program-program pendidikan PSF tersebut?
Kami mulai dengan pendidikan untuk guru yang kami sebut Sampoerna Foundation Teacher Institute di tahun 2004. Setahun kemudian, kami kembangkan ke manajemen sekolah dan pendidikan untuk kepala sekolah. Di tahun yang sama, kami juga luncurkan program untuk peningkatan kualitas sekolah. Sampai sekarang, ada 17 SMA dan 5 Madrasah yang tengah dikelola PSF bermitra dengan para donor.
Langkah berikutnya kami mulai membangun sekolah sendiri dengan mendirikan Sampoerna Academic bekerja sama dengan pemerintah daerah, yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Saat ini kami sudah punya dua Sampoerna Academic, yaitu di Palembang dan Malang. Tahun ini dua sekolah Sampoerna Academic itu akan meluluskan 230 anak.
Tapi kami tidak akan berhenti di sana. Rencananya tahun ini kami akan bangun gedung baru untuk dua sekolah tadi. Selain itu kita juga sendang merancang dua sekolah sejenis di Bogor dan Bali.
Program di bidang pendidikan yang lain, saat ini PSF tengah mengembangkan Sampoerna School of Business (SSB). Ke depannya SSB akan kami arahkan menjadi sebuah universitas yang memfokuskan diri dibidang entrepreneurship.
Mengapa fokus PSF adalah pendidikan SMU dan Perguruan Tinggi, dan bukan pendidikan dasar di SD dan SMP?
Kami menilai pemerintah sudah membantu tingkat SD dan SMP. Jadi tugas kita hanya melanjutkannya. Itu yang membuat kita memilih SMU dan Perguruan Tinggi.
Apakah ada kriteria tertentu untuk dapat diterima di sekolah-sekolah yang berada di bawah Sampoerna Foundation?
Kriterianya, selain berasal dari keluarga miskin juga harus pintar dan memiliki jiwa kepemimpinan. Mereka adalah anak-anak yang termasuk dalam kelompok lima besar di sekolahnya.
Apakah ada kewajiban tertentu bagi penerima bantuan pendidikan PSF?
Kami tidak pernah mewajibkan penerima bantuan PSF untuk mengembalikan sesuatu ke PSF. Tetapi memang kami himbau kalau sudah berhasil, tolong dong bantu PSF. Ini tentu sesuai dengan semangan to give back. Sejauh ini mereka yang tergabung dalam alumni Sampoerna Foundation banyak yang telah membantu, seperti memasarkan kegiatan PSF atau mengadakan suatu kegiatan pengumpulan dana yang hasilnya kemudian diserahkan ke PSF.
Hal yang paling utama buat kami adalah keberlanjutan program ini. Karena itu, yang selalu kami pikirkan setiap saat adalah keberlanjutan kegiatan ini. Kalau ada perusahaan yang mau mengambil dan mempekerjakan anak-anak alumni PSF, silahkan. Buat kami yang penting kita berhasil menciptakan pemimpin baru untuk Indonesia.
Apa punya keinginan ada pihak lain yang terlibat?
Kami justru sangat mengharapkan agar lebih banyak lagi pihak yang terlibat. Karena sebenarnya masih banyak yang membutuhkan bantuan sehingga pendidikan kita akan semakin baik. Bagi kami, untuk kegiatan sosial, tidak ada saingan.
Menurut Anda, apa kelebihan dari dari alumni-alumni sekolah PSF, misalnya alumni Sampoerna Academica dan SSB?
Satu yang saya yakin ada, khususnya pada confidence level mereka. Dengan sistem pendidikan yang selalu meng-up date perkembangan yang ada di luar negeri, ditunjang dengan kemampuan berbahasa Ingris, akan membuat mereka percaya diri. Bahkan ketika harus duduk di samping seorang CEO perusahaan asing, misalnya.
Kembali pada empat pilar PSF, mengapa memilih pemberdayaan perempuan sebagai pilar kedua?
Ini berangkat dari keyakinan kami bahwa yang peduli pada pendidikan anak-anak adalah kaum perempuan. Kalau kita melakukan pemberdayaan pada perempuan, bukankah mereka juga akan membantu dalam pendidikan anak?
Apa bentuk implementasi program PSF bagi pemberdayaan perempuan ini?
Pertama-tama kami memberi pelatihan kepada kaum perempuan. Tentu saja bentuknya berbeda-beda di masing-masing daerah, sesuai dengan kondisinya. Berikutnya baru kami melakukan pemberdayaan ekonomi (perempuan) lewat kegiatan microfinance. Mengapa perempuan? Karena untuk urusan keuangan perempuan biasanya lebih tertib. Kalau mereka meminjam uang, mereka akan tepat waktu mengembalikannya.
Progam microfinance PSF kami sebut Sahabat Wanita. Kami ke daerah-daerah untuk mencari para wanita wanita yang bisa dibantu lewat pelatihan atau pemberdayaan ekonomi. Sekadar diketahui saja, apapun yang kami lakukan selalu berlandaskan bottom line piramid.
Di pemberdayaan perempuan, kita juga membangun center-center yang bisa juga digunakan untuk pos pelayanan terpadu (posyandu) karena sekarang banyak posyandu yang sudah tidak ada lagi. Tempat itu juga bisa digunakan untuk pendikan bagi anak dari keluarga kurang mampu.
Sepertinya yang dilakukan PSF mirip yang dilakukan Muhammad Yunus dan Grameen Bank di Bangladesh. Apakah memang demikian?
Sebenarnya kalau kita baca literatur sejarah, apa yang PSF lakukan ini sudah dikenal masyarakat kita sejak dulu dan disebut tanggung renteng. Salah satu praktinya, di kampung-kampung orang bergotong-royong membantu jika ada tetangganya yang miskin.
Tentang pilar ketiga, mengapa PSF konsen pada bidang kewirausahaan?
Kami melihat, ketika pada waktunya anak-anak telah menyelesaikan pendidikan dan kemudian siap bekerja, ternyata lowong kerja yang tersedia minim. Nah, kalau tidak dapat bekerja ke orang lain maka harus berkerja sendiri. Makanya sejak di masa pendidikan kita sudah harus membekali anak-anak kita dengan ketrampilan entrepreneurship.
Kalau pilar keempat, compassionate relief, maksudnya bagaimana?
Begini, kami percaya hidup manusia baru mencapai kepenuhan ketika bisa membantu sesamanya. Ini juga diajarkan di lingkungan pendidikan kita. Itu kami praktikan antara lain ketika menerjukan tim PSF ke berbagai lokasi bencana. Di sana kami membuat taman bacaan dan arena bermain buat anak-anak. Di berbagai tempat bencana juga kami bangun sekolah mini untuk tempat anak-anak bisa belajar. Mungkin buat anak-anak belum paham benar akan manfaatnya, tetapi minimal ini dapat meringankan beban psikis para ibu yang memikirkan nasib anak-anaknya.
Ngomong-ngomong apakah Putra Sampoerna sudah benar-benar keluar dari dunia bisnis?
Kalau Anda tanya ke Pak Putera, saya yakin beliau akan menjawab saya sudah pensiun dari dunia bisnis dan sekarang fokus ke sosial. Ini adalah bentuk dari give back kepada bangsa yang sudah berjasa membuatnya seperti sekarang.
Kalau Anda sendiri, mengapa bergabung di Sampoerna Foundation?
Pertama, saya sudah sangat kenal dan percaya kepada Putra Sampoerna. Kedua, karena memang sudah saatnya saya memikirkan aspek sosial. SP