MEDAN, Stabilitas.id – Peringatan Hari Pers Nasional 2023 disemarakkan dengan menggelar seminar nasional terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit bagi pemerintah daerah. Acara tersebut diadakan di Aula Raja Inal Siregar Kantor Gubernur Sumatera, Medan pada Rabu (08/02/2023).
Dalam seminar nasional bertema Kontribusi Komoditas Sawit sebagai Penggerak Perekonomoian Nasional Saat dan Pasca Krisis Pandemi Covid-19 menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Direktur Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah Kemendagri Budi Ernawan, Sesditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan, Kepala Subdirektorat Dana Bagi Hasil DJPK Kementerian Keuangan Mariana Dyah Savitri, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono dan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra H. Gus Irawan Pasaribu.
Dalam seminar tersebut mengemukan fakta bahwa Indonesia saat ini adalah negara penghasil sawit terbesar dunia dengan luas lahan sawit mencapai 10 juta ha. Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah terbesar kedua sebagai penghasil sawit dengan luas lahan hampir 1,4 juta ha, dimana 45% diantaranya merupakan Perkebunan Besar Swasta, 32% Perkebunan Rakyat dan sisanya 23% merupakan Perkebunan Besar Negara (PTPN) dengan volume produksi tahun 2021 sekitar 6 juta ton dan ekspor crude palm oil (CPO) sebesar 3,6 juta ton dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$4 Milyar per tahun (2017-2022).
Perkebunan sawit memiliki peran yang strategis dalam perekonomian di Sumatera Utara. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui sumbangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kontribusi perkebunan dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara (2021) sebesar Rp859.870,95 Milyar (57,57% dari seluruh kontribusi sub sektor pertanian) atau sebesar 11,87% dari total PDRB Sumatera Utara, menunjukkan besarnya peran komoditi perkebunan dalam perekonomian Sumatera Utara
Nilai Bea Keluar lapangan usaha perkebunan khususnya komoditi kelapa sawit yang diperoleh dari tahun 2017 sampai dengan Juni 2022 sekitar Rp6,9 Trilyun yang seharusnya dapat mengakomodir perbaikan jalan tidak mantap di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, disinyalir bahwa penduduk disekitar perkebunan hanya sebagai buruh tani dengan luasan lahan yang terbatas sehingga ironi ada kemiskinan di sekitar perkebunan sawit. Karena itu Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Sawit sangat penting sebagai politik anggaran Pemerintah untuk keberpihakan memperbaiki kesejahteraan masyarakat di sekitar perkebunan menyangkut pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Saat ini pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya mampu menganggarkan 64% dari total kebutuhan dana perbaikan jalan tidak mantap dan dibayarkan secara bertahap. Lapangan usaha perkebunan dapat menjadi salah satu solusi untuk menjadi salah satu sumber pendapatan dari Provinsi Sumatera Utara mengingat potensi yang dimiliki.
Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui sumbangan PDRB. Kontribusi perkebunan dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara (2021) sebesar Rp859.870,95 Milyar atau (57,57%) dari seluruh kontribusi sub sektor pertanian) atau sebesar 11,87% dari total PDRB Sumatera Utara.
Dari 2,15 juta Ha luas perkebunan di Sumatera Utara pada tahun 2021, luas lahan kelapa sawit sebesar 1,35 Juta Ha menghasilkan volume ekspor sebesar 5,17 Juta ton CPO atau senilai Rp64,4 triliun.
Tiga Rekomendasi
Adapun seminar tersebut memberikan beberapa rekomendasi bahwa begitu besar peran daerah melalui lapangan usaha perkebunan, maka pantas menjadi pertimbangan pemberian kompensasi bagi daerah penghasil kelapa sawit dengan memasukkan hasil perkebunan kelapa sawit sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan bagi hasil perkebunan kelapa sawit adalah insentif bagi daerah yang memiliki sumberdaya alam/tanah/lahan dan memiliki unsur keadilan. Perkebunan menghilangkan peluang bagi masyarakat daerah untuk mempergunakan lahan. Oleh sebab itu, adil jika masyarakat daerah diberi kompensasi dana perimbangan dari hasil perkebunan. Dana perimbangan bagi hasil perkebunan harus dilihat sebagai upaya mendorong laju pembangunan daerah dan sekaligus memacu pembangunan ekonomi nasional.
Adapun alternatif kebijakan yang diusulkan yaitu, Pertama, Segera diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang Ketentuan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Sawit yang adil, bermartabat, mensejahterakan rakyat, dan mendorong keberlanjutan usaha sawit; Kedua, Perkebunan sawit harus masuk dalam komponen penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai upaya menyempurnakan celah fiskal yang ada; dan Ketiga, Mendorong pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi peningkatan kesejahteraan rakyat setempat.
Sementara sebagai alternatif kebijakan yang telah disebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat dan para pemangku kepentingan dalam menentukan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Sawit sebagai upaya untuk pengentasan kemiskinan, memperbaiki kerusakan jalan, mengatasi permasalahan lingkungan dan sengketa serta mendorong akselerasi laju pertumbuhan ekonomi daerah penghasil kelapa sawit yang maju, aman dan bermartabat dalam kehidupan, politik, pendidikan, pergaulan dan lingkungan. ***