JAKARTA, Stabilitas.id– Saat ini arus anggaran ke wilayah perdesaan telah melampaui angka triliun rupiah. Anggaran tersebut sebagian besar adalah partisipasi swasta atau lembaga, serta pihak-pihak terkait, juga tentunya dana desa. Namun, kemanfaatan dana yang mencapai ratusan triliun itu diharapkan mampu bahkan harus menghasilkan output positif pada pembangunan ekonomi dan masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.
Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal – Kementerian Desa PDTT, Samsul Widodo dalam Forum Dialog ISED 2020 yang digelar secara virtual, Senin (09/11/2020) mengatakan, dari dana yang mencapai ratusan triliun itu, pembangunan desa membutuhkan pendampingan sehingga beragam pembangunan di desa baik itu infrasturktur jalan, irigasi, dan lain sebagainya, memilki satu konteks pembangunan yang berkelanjutan dan berdampak pada kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
“Hingga saat ini total sekitar 500 triliun dana dari pemerintah dan swasta yang masuk ke desa-desa. Lalu ada tambahan dana desa sekitar 1 hingga 2 miliar rupiah. Jadi uang sudah sangat banyak yang mengalir ke desa. Kami sangat berharap pendampingan dari teman-teman ISED, bahwa bagaimana proyek ISED dapat mendorong ekosistem kolaboratif. Supaya aktivitas masyarakat bisa tumbuh dengan baik dan berkelanjutan,” jelas Widodo.
Untuk diketahui, proyek ISED (Inovasi dan Investasi untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan yang Inklusif) merupakan hasil dari kerja sama bilateral pemerintah Indonesia dan Jerman yang didukung oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN / Bappenas) dan diimplementasikan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Tahun depan proyek ISED akan memasuki tahun ke 10 sekaligus periode akhir dari program ISED.
Namun, mengingat kuatnya ISED dalam hal pendampingan masyarakat dalam konteks pengembangan SDM, dan enterpreneuship di masyarakat, dengan model bisnis inklusif, diharapkan best practicedari proyek ISED ini bisa diterapkan di daerah lain, mengingat selama ini masih berpusat di wilayah Nusa Tenggara Barat.
“ISED itu kuatnya di pendampingan. Nah, anggaran ke depan masih sangat besar untuk pengembangan desa. Bahkan dana desa 2021 sudah kita prioritaskan untuk SDGs Desa. Misalnya dari dana 1-3 miliar dana desa itu kita harapkan untuk tujuan produktivitas sehingga tercipta peran kerja. Kalau bangun pagar saja, itu tidak korelasi langsung ke produktivitas. Kita punya 7000 lebih desa. Maka kita butuh ekosistem kolaborasi untuk mengoptimalkan inklusif bisnis mulai dari desa. Jadi nantinya desa wisata bisa didorong untuk penciptaan lapangan kerja baru, atau bisa menampung tenaga kerja. Adapatasi kebijakan baru ini kami pemerintah sudah persiapkan,” jelas Widodo.
Dia menjelaskan, Sustainable Development Goals (SDGs) Desa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2017 tentang tujuan pembangunan berkelanjutan. SDGs Desa diimplementasikan mulai 2021 sesuai dengan Permendesa PDTT No 13/2020 tentang prioritas penggunaan dana desa 2021. SGDs Desa adalah pembangunan total atas desa yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan di desa.
“Dalam SDGs itu ada Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi. SDGs Desa mengharagai keberagaman agama, budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia, juga menampung kearifan lokal masyarakat dan kelembagaan desa yang produktif agar bertahan, bahkan berkembang,” jelas Widodo.
Victoria br. Simanungkalit, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi & UKM juga menilai proyek seperti ISED harus diduplikasi untuk dikembangkan di wilayah lain mengingat ada hasil yang signifikan dari proyek tersebut. “Kita lihat di NTB, banyak tenaga kerja pergi ke luar negeri. padahal sumber daya alam ada di sana. Maka kami kolaborasi dengan ISED dan juga banyak pihak. Kita buatkan model bisnis berkelanjutan, siapkan SDM dan keuntungan yang kontinyu, dan bisnis berkelanjutan,” jelas Victoria dalam forum dialog yang sama.
Dia menjelaskan, untuk area NTB beberapa pihak swasta juga terlibat seperti Panorama Group yang mendampingi masyarakat di NTB untuk pelatihan membuat paket bisnis pariwisata. Lalu dari sisi kuliner ada Anomali Coffee yang mengangkat kearifan lokal dengan mengembangkan kuliner lokal dalam kemasan ber-taste global. Lalu baik pelaku bisnis pariwisata dan produk kuliner lokal pun bisa berstandarisasi dan tersertifikasi. Selain itu, peran Marta Tilaar dalam melatih tenaga kerja pijat tersertifikasi, dalam hal ini mengangkat peran kaum perempuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.
Victoria menambahkan, memang pemahaman UKM tentang bisnis yang inklusif sangat minim. UKM lebih mengenal social entepreneur. Tetapi dengan peran ISED, dan juga sejumlah program Kemenkop, UMK sedang menuju ke tahap bisnis yang inklusif. “Kita sedang menuju ke sana dengan program digitalisasi UKM. Digitaliasai juga diselaraskan dengan pemahaman akan bisnis yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappenas menegaskan, ke depan untuk sebuah pembanguan berkelanjtan dengan bisnis yang inklusif, butuh peran dari banyak pihak, baik lembaga pemerintah, swasta, dan masyarkat. “Karena kita melihat masih banyak keterbatasan bagi para pemuda, perempuan di daerah terkait dengan bagaimana memulai sebuah bisnis. Lalu kita juga berharap terbentuknya rantai pasok yang melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah melalui proyek ISED. Tentu juga peran digitalisasi saat ini yang juga mendorong model inklusif bisnis dalam membentuk akses pasar dan kemitraan yang lebih luas bagi masyarakat,” jelas Teguh.
Dia menambahkan, sektor pariwisata menjadi fokus proyek ISED kali ini karena pekerja non formal mendominasi sektor pariwisata. Maka diperlukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para pekerja di sektor ini, mulai dari memahami kekayaan alam di wilayahnya, hingga membuat produk atau paket wisata untuk diteirma oleh agen atau wisatawan.
Principal Advisor Project ISED, Ruly Marianti mengatakan, proyek ISED berupaya menghadapi tantangan dari sisi permintaan (demand side) dengan berkerja secara erat dengan mitra dari sektor swasta, serta akademisi guna memastikan hasil capaian yang maksimal. Beberapa implementasi proyek ISED diarusutamakan dalam bentuk pengembangan keterampilan salah satunya menggunakan implementasi pendekatan bisnis inklusif kepada penerima manfaat, seperti karyawan mitra proyek dan juga masyarakat desa.
Adapun sejumlah kegiatan proyek ISED yang menggunakan pendekatan bisnis inklusif di sektor pariwisata berkelanjutan bersama mitra swasta dapat ditemui dalam bentuk: 1) wisata kebugaran bersama Martha Tilaar Group, 2) membuka peluang kegiatan wisata dan tujuan wisata bersama Panorama Group dan Wise Steps Travel, 3) mengembangkan potensi kopi bersama Indonesia Coffee Academy (ICA) di bawah naungan Anomali Group, 4) pembelajaran praktik pertanian kopi yang baik bersama Sustainable Coffee Platform Indonesia (SCOPI), 5) mengembangkan potensi lokal kuliner Lombok bersama Generasi Baru Dapur Indonesia (GBDI), serta 5) mengembangkan potensi tujuan wisata yang ramah lingkungan bersama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika bersama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Ruly menambahkan, proyek ISED di Lombok telah memberi manfaat kepada lebih dari 300 orang yang akhirnya mendapatkan pekerjaan baru. Selain itu, lebih dari 1.700 orang menerima pelatihan yang inovatif untuk meningkatkan peluang kerja, termasuk di dalamnya, pemberdayaan lebih dari 5.000 masyarakat dan/atau pemilik usaha kopi lokal di kegiatan pelatihan e-learning barista.
Menurut Ruly, fokus pendampingan ISED adalah pembangunan manusia. Maka diharapkan dari semua pelatihan-pelatihan yang diberikan akan sangat membantu masyarakat untuk bertahan dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang sangat menghantam sektor pariwisata, juga menyiapkan bisnis yang lebih baik ke depan.
“ISED kali ini memang akan berakhir tahun depan. Tetapi kami sudah mengembangkan desain program ISED berikut. Kami akan menuju ke sektor energi. Pendekatannya kami masih melakukan pengembangan SDM, ini masih proyek ketenagakerjaan. Pengembangan ketrampilan di sektor energi ini dimaksudkan untuk menyiapkan transisi energi yang sudah dicanangkan pemerintah,” tutup Ruly.