JAKARTA, Stabilitas.id – Penetapan RUU P2SK menjadi upata reformasi sektor keuangan di tengah dinamika perekonomian global dan domestik ditengah ketidakpastian.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kementerian Keuangan, Suminto, dalam sesi wawancara pada live streaming BTV, pada Selasa (20/12/22).
Ia juga mengatakan, RUU ini mencakup perubahan pada 17 undang-undang yang sudah ada sebelumnya, baik dari sisi otoritas sektor keuangan, serta undang-undang yang terkait dengan industri jasa keuangan, seperti undang-undang perbankan, perbankan syariah, dana pensiun, pasar modal, asuransi, lembaga keuangan mikro dan lainnya.
“Diharapkan reformasi sektor keuangan dapat kita lakukan baik pada sisi kelembagaan otoritas maupun dari sisi industri,” ungkap Suminto.
Suminto menjelaskan, dari sisi kelelmbagaan otoritas, RUU P2SK memberikan penguatan kepada otoritas sektor keuangan seperti BI, OJK, LPS maupun Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), untuk memastikan otoritas sektor keuangan dapat melaksanakan pengaturan dan pengawasan dengan lebih baik.
“Kemudian dari sisi industri jasa keuangan, berbagai pengaturan kita perbaiki dan sempurnakan, sehingga sektor keuangan kita diharapkan betul-betul dapat berfungsi lebih baik sebagai lembaga intermediasi yang efisien dan produktif mendukung pertumbuhan ekonomi serta dapat dijaga stabilitas sektor keuangan kita yang lebih baik,” lanjutnya.
Suminto juga memastikan, industri jasa keuangan serta instrumen-instrumen inovasi terkini dapat dengan baik diatur dan diawasi oleh OJK, termasuk didalamnya aset digital termasuk aset kripto.
“Aset digital termasuk aset kripto merupakan inovasi teknologi di sektor keuangan yang saat ini berkembang dengan pesat dan mendapatkan minat yang sangat besar dari masyarakat. Tentu diperlukan pengaturan dan pengawasan yang baik untuk memastikan perlindungan bagi konsumen dan investor,” ungkapnya.
Dalam penutupnya, Suminto mengungkapkan, RUU P2SK diharapkan dapat menjawab tantangan fundamental sektor keuangan, serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.***