Prahara nampaknya belum akan berlalu dari maskapai penerbangan kepunyaan pemerintah Merpati Nusantara. Sejak dua tahun terakhir, perusahaan yang melayani penerbangan perintis ini terus dibebat konflik internal dan beban kerugian yang tak kunjung mengecil.
Mei tahun 2012, sebenarnya ada sedikit asa ketika Rudi Setyopurnomo ditunjuk pemerintah untuk menggantikan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhonny Tjitrokusumo yang digeser sebulan sebelumnya.
Saat itu, Rudy berjanji akan membuat maskapai yang bernama lengkap PT Merpati Nusantara Airlines itu untung setelah bertahun-tahun terus merugi. Namun karena penolakan internal yang muncul sejak awal Rudy menjabat serta persoalan lama yang ada di Merpati, janji itu tak bisa direalisasikan. Juli tahun lalu, Rudy digantikan Asep Eka Nugraha. Namun sebagian karyawan juga menolak penunjukkan Asep dengan berbagai alasan ditambah dengan
masalah lama yang tak kunjung tuntas.
BERITA TERKAIT
Jadilah maskapai yang pernah berjaya di era orde baru itu terus tertatih-tatih dengan nasibnya ke depan, sementara utangnya yang kini makin menggunung terancam tak dapat dibayar. Utang maskapai itu mencapai Rp6,7 triliun yang sebagian besar kepada Pertamina untuk pembelian avtur, Angkasa Pura dan
kepada pihak asuransi.
Dahlan Iskan, Menteri BUMN pemilik maskapai tersebut tentu pusing dengan perkembangan perusahaan di bawah kementeriannya itu. bahkan pemerintah sempat angkat tangan dan setuju menutup maskapai penerbangan yang didirikan pada 6 September 1962 itu. Selain itu muncul juga usulan untuk menjual sebagian sahamnya ke swasta. Beredar kabar, salah satu perusahaan pengelola jalan tol yakni Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) berminat membeli Merpati.
Namun menjelang pergantian tahun, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menghembuskan kabar baik, pemerintah akan tetap menyelamatkan MNA, meski manajemen dan kondisi keuangannya sudah sangat terpuruk. Mantan Dirut PLN itu beralasan mengapa pemerintah memilih menyelamatkan MNA dibandingkan memailitkannya. Pemerintah masih melihat ada celah untuk melakukan restrukturisasi (penyehatan). Bila rencana restrukturisasi berjalan dengan mulus, maka MNA bisa kembali beroperasi seperti sedia kala dan mampu meraup keuntungan. “Merpati tidak dilikuidasi asal ada langkah-langkah tepat untuk menyelamatkannya,” kata Dahlan.
Ia menyebutkan, ada dua langkah penting untuk mempercepat restrukturisasi Merpati. Pertama, perusahaan perlu menyerahkan dua anak usahanya kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Dua anak perusahaan itu PT Merpati Maintenance Facility (MMF) dan PT Merpati Catering Service (MCS). Jika melepaskan kedua pengelolaan anak perusahaan tersebut, maka biaya operasional Merpati bisa direm bahkan perusahaan bisa mendapatkan suntikan modal segar dari penjualan anak usahanya.
Selama masa restrukturisasi, Merpati juga diminta menggandeng mitra dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO). KSO ini nantinya dijalankan dalam bentuk anak usaha baru sehingga tidak terbebani perusahaan induk. Dahlan memberi tenggat hingga tiga bulan ke depan kepada MNA untuk menentukan mitra KSO. Fokus operasional Merpati nanti akan bertumpu pada anak usaha baru ini.
Direksi Merpati juga harus sudah menemukan partner KSO yang baru dalam dua atau tiga bulan ke depan. “Merpati juga akan menyerahkan berbagai potensi yang dimilikinya untuk diturunkan ke anak perusahaan KSO tersebut,” jelasnya. Anak perusahaaan baru tersebut harus bekerja sebagai ‘mesin uang’ bagi perusahaan induk untuk membantu pemulihan persoalan keuangan yang membelitnya. “Nanti, anak usaha Merpati ini yang mencarikan uang,” kata Dahlan.
Menurut Dahlan, cara penyehatan perusahaan dengan melepas anak usaha lama dan membentuk anak usaha baru itu bukanlah yang pertama kali dilakukan perusahaan BUMN. Cara tersebut pernah diterapkan pada dua BUMN, yaitu PT PANN Multi Finance dan PT Reasuransi Internasional Indonesia.
Kedua BUMN ini membentuk anak usaha baru ketika induk usaha memiliki kesulitan keuangan sehingga anak usaha tidak terganggu oleh utang induk. Induk usaha saat skema penyelamatan seperti ini praktis tidak beroperasi maksimal karena operasional usaha dijalani oleh anak usaha. “Contoh berhasil di PANN. Anak usaha malah lebih besar dari induk. Kalau di Merpati, ini mirip perusahaan baru, ini canggih lah agar Merpati nggak mati,” terangnya.
Pemerintah juga tidak akan mencapuri fokus bisnis di anak usaha KSO ini dan Direksi Merpati diberi kewenangan mengembangkan usahanya. Langkah pemisahan anak usaha dirasa cukup efektif karena antara anak dan induk perusahaan tidak saling mengganggu, terutama persoalan keuangan. Anak perusahaan tidak akan terganggu dengan utang yang dimiliki induknya. Jadi, anak perusahaan bisa berjalan dengan normal seperti perusahaan pada umumnya. “Operasional anak usaha ini tidak terganggu utang induk perusahaannya, bahkan induk usahanya tidak beroperasi maksimal karena sudah dijalankan oleh anak usahanya,” kata Dahlan.
Selain membentuk anak usaha baru, Dahlan meminta Merpati untuk menyelesaikan program restrukturisasi utang kepada para kreditur pelat merah sampai swasta. Restrukturisasi utang ini perlu diambil untuk mencegah tuntutan pailit dari para kreditur. Bersamaan dengan itu Merpati diminta terus mengurus restrukturisasi utang lamanya tersebut untuk dijadikan equity. “Dengan demikian langkah-langkah menghindari Merpati dari likuidasi dilakuran secara simultan,” ujarnya.
Dahlan juga menjelaskan proposal penyelamatan Merpati. Ada 15 investor yang berminat menjadi mitra. Dan seluruhnya bukan perusahaan yang menggeluti bisnis penerbangan. Dengan demikian Merpati masih dipandang sebagai perusahaan yang memiliki jaringan, sumber daya manusia hingga fasilitas perawatan pesawat yang cukup baik. “Mereka mencari peluang bisnis karena jaringan Merpati bagus, service maintenance bagus sehingga mereka menganggap hal itu sebagai hal mendasar diperlukan perusahaan penerbangan itu,” paparnya.
Ketika anak usaha tumbuh dan restrukturisasi utang berhasil, Merpati bisa membeli anak usaha kembali. Dahlan menjelaskan skema penyelamatan Merpati ini merupakan cara tercanggih dalam penyelamatan sebuah BUMN.
Dahlan sebelumnya pernah mengatakan, jika mengundang investor tidak berhasil, alias tidak ada yang berminat membeli Merpati, maka disiapkan opsi lain, yakni mengubah jenis usaha, tidak lagi sebagai maskapai penerbangan. “Merpati tidak usah terbang, tapi menjalankan usaha di luar penerbangan. Dia, kan, punya maintenance facility yang SDM dan asetnya bagus. Itu bisa digunakan untuk menghindari likuidasi,” kata Dahlan.
Ancaman Kreditor
Citra Merpati semakin terpuruk sejak Majalah Skytrax menobatkan maskapai ini dalam jajaran maskapai terburuk sejagat. Dalam daftar 20 perusahaan penerbangan berkinerja rendah itu, Merpati berada di urutan 18. Penilaian ini menambah nestapa maskapai pelat merah itu yang sejak tahun lalu dirundung masalah keuangan.
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar memprediksi maskapai nasional milik pemerintah itu tidak lama lagi akan dikubur dalam keadaan merugi. Penguburnya adalah pemerintah Amerika Serikat yang menggunakan tangan perusahaan penyewa pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC).
Menurut Junisab, PT MNA gagal membayar sewa dan perawatan 4 unit pesawat Boing 737 kepada ILFC selama 9 bulan yang mana angkanya diprediksi lebih dari 3 juta dollar AS. Jadi selama ini Merpati hanya memiliki satu pesawat saja.
Ia menduga ILFC akan mempailitkan Merpati segera. ILFC itu 97 persen sahamnya dimiliki oleh American International Group (AIG), sementara saham AIG mutlak adalah milik Pemerintah USA. “Efek ini sangat luar biasa bahkan bisa lebih menghebohkan daripada kasus pailitnya maskapai Batavia,” tutur mantan anggota Komisi III DPR RI itu.
Lembaga IAW juga meminta pemerintah secepatnya mendorong Merpati segera menambah pesawat miliknya. “Masak maskapai milik negara hanya punya satu unit pesawat, Itupun sudah dalam kondisi rusak-rusak,” kata Junisab
Sementara itu Jajaran direksi MNA mengaku sudah siap menjalankan semua strategi restrukturisasi perusahaannya. Restrukturisasi yang pertama kali akan dibenahi adalah restrukturisasi utang. Karena persoalan utang memang menjadi masalah utama MNA. Direktur Utama Merpati, Asep Eka Nugraha menyebutkan, ada beberapa tahapan restrukturisasi utang yang akan dilakuka perusahaannya. Pertama, perseroan akan melakukan penyesuaian ulang rencana bisnis (readjusting business plan).
Setelah itu, Merpati akan menentukan grand business plan. Kemudian yang terakhir, maskapai pelat merah tersebut berencana memfokuskan penerbangan untuk wilayah Indonesia timur dengan memperkuat penerbangan dengan 20 seater. Setelah mulai berjalan dilanjutkan dengan menggunakan pesawat jet. Merpati belum berencana melakukan ekspansi dalam waktu dekat. “Kami masih tahu diri, tapi ditargetkan, pada periode 2016-2017 Merpati harus memiliki armada baru. Jika tidak, maskapai itu dikhawatirkan akan sulit berkompetisi dengan para pesaing,” kata Asep.
Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo berpendapat, Merpati tak akan bisa memperbaiki nasibnya apabila restrukturisasi secara menyeluruh tidak dilakukan. “Restrukturisasi ini mulai dari manajemen, armada, rute penerbangan, hingga masalah-masalah utangnya,” kata Dudi. Ia menyarankan, pemerintah sebaiknya melepas saham Merpati sehingga sebagian besarnya dikelola swasta. Pemerintah, cukup dengan kepemilikan saham antara 15 hingga 20 persen. Dengan demikian, pengelolaannya bisa menjadi lebih baik. Tetapi sebelum melepas mayoritas sahamnya kepada swasta, pemerintah sebaiknya juga menghitung secara matang untuk menyelesaikan persoalan utang Merpati yang terus membengkak dan telah mencapai 600 juta dolar AS.
Selain itu, pemerintah sebaiknya juga memisahkan Merpati Maintenance Facility (MMF) di Surabaya menjadi perusahaan atau SBU (Strategic Business Unit) tersendiri. Hal ini seperti dilakukan Garuda Indonesia terhadap Garuda Maintenance Facility (GMF). “Maskapai penerbangan Merpati dijual sebagian besar ke swasta sahamnya, tetapi MMF dijadikan SBU tersendiri yang dikelola pemerintah. Apalagi permintaan jasa perawatan pesawat ini sangat tinggi dan Merpati memiliki skill dalam hal itu,” kata Dudi.
Memperbaiki ‘Sayap’ Merpati
Tahun 2007, Merpati mulai melaksanakan program revitalisasi dan modernisasi armada secara parsial,mengingat Merpati hingga saat ini masih bergelut dengan masalah keuangan, terutama armada perintis, dengan memesan 14 pesawat Xian MA60 dari Xian Aircraft China. Merpati juga sempat menyewa 1 ATR 72, namun kemudian dikembalikan karena dianggap tidak ekonomis (beberapa sumber menyatakan bahwa ATR hanya disewa sementara, menunggu tambahan MA60). Merpati juga mengumumkan akan membeli 11 pesawat 30-kursi untuk rute domestik, serta juga kemungkinan akan memesan pesawat N-219 buatan PTDI sekitar tahun 2011.
Pada bulan Maret 2012, Merpati meluncurkan program “Tahun Emas Merpati Nusantara”. Acara peluncuran yang disaksikan langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan dan duta maskapai Merpati Deddy Mizwar ini memberikan garansi OTP (On Time Performance) yang dinamai “On Time Guarantee”.
Mei 2012, Jabatan tertinggi Merpati yang dipegang oleh Sardjono Jhony digantikan oleh Rudy Setyopurnomo. Rudy Setyopurnomo ditunjuk langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membuat Merpati bisa keluar dari keterpurukan. Sejak dipegang Rudy Setyopurnomo, Merpati melakukakan gebrakan-gebrakan seperti menutup 20 rute yang merugi, call center 24 Jam dan City Check-in di 9 kota dan kerja sama pengangkutan kargo dengan PT. Pos Indonesia.