JAKARTA, Stabilitas.id – Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan II-2024 tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global, seiring ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat berkala KSSK III tahun 2024, yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pada Senin (29/7/24).
Dalam rapat tersebut juga disepakati, ketiga lembaga akan terus memperkuat koordinasi serta meningkatkan kewaspadaan seiring masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global dan dinamika geopolitik dunia, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Perkembangan terkini menunjukkan, inflasi AS di Juni 2024 menurun sejalan dengan turunnya tekanan harga energi dan perumahan, sementara tingkat pengangguran di AS meningkat, yang kemudian mendorong prakiraan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.
Namun demikian, yield US Treasury 10 tahun diprakirakan tetap tinggi karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran Pemerintah AS.
Selain itu, indeks mata uang dolar juga masih kuat. Perkembangan ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, yang bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang belum mereda, dan perkembangan politik yang dinamis seiring penyelenggaraan Pemilu di berbagai negara (termasuk AS), mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas.
Disisi lain, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2024 diprakirakan tetap tumbuh di atas 5% yoy, melanjutkan kinerja triwulan I-2024 yang tumbuh sebesar 5,11% yoy, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Ekspor barang diprakirakan meningkat, didorong ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok.
Sementara dari sisi produksi, aktivitas perekonomian masih ditopang sektor manufaktur, konstruksi, dan perdagangan yang diprakirakan tetap kuats seiring dengan peningkatan nilai tambah dan output produksi didukung oleh keberlanjutan hilirisasi. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 diprakirakan pada kisaran 5,0-5,2% yoy.
Selanjutnya, nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024. Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar 140,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk memperkuat strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, dan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Selanjutnya, pendapatan negara terkontraksi 6,2% yoy, sedangkan belanja negara tumbuh sebesar 11,3% yoy. Dengan kinerja tesebut, APBN mencatatkan defisit sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34% PDB, tetap terkendali dengan keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp162,7 triliun.
Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.028,0 triliun, atau terkontraksi 7,0% yoy, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan pajak serta kepabeanan cukai karena moderasi harga komoditas, peningkatan restitusi, serta terjadinya downtrading ke golongan rokok dengan tarif CHT yang lebih rendah.
Di sisi lain, realisasi PNBP mencapai Rp288,4 triliun, terkontraksi 4,5% yoy, dipengaruhi oleh penurunan lifting migas serta moderasi harga mineral dan batubara.
Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber dalam mendukung kebijakan countercyclical di tengah ketidakpastian global yang eskalatif. APBN diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat melalui penyaluran berbagai program perlindungan sosial, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung pencapaian target pembangunan nasional.***