JAKARTA, Stabilitas — Selain sektor usaha mikro, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) juga memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Tak hanya berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, sektor ini juga berperan dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal serta pemberdayaan masyarakat.
Mengingat peranan dan potensinya yang begitu besar, Bank BRI terus berupaya untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit serta untuk merangsang pertumbuhan bisnis di sektor usaha tersebut.
Wadirut BRI, Sunarso dalam konferensi pers di Gedung BRI, Jakarta, Jumat (22/4 mengatakan, upaya yang dilakukan Bank BRI, selain melalui peningkatan akses dan kemudahan proses, Bank BRI juga menurunkan suku bunga kredit khusus untuk sektor UKM menjadi 9,75% per tahun dari yang sebelumnya rata-rata sebesar 12,75% per tahun. “Suku bunga baru tersebut berlaku terhitung sejak 1 Mei 2016, khusus untuk debitur baru non existing,” kata dia.
Sunarso menjelaskan, faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penurunan suku bunga kredit untuk sektor UKM yang dilakukan oleh perseroan ini diantaranya yakni, komitmen dari perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk secara bersama-sama menurunkan suku bunga, aturan pembatasan (capping) bagi bunga deposito bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan reformulasi kebijakan penetapan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
“Selain itu, factor ekonomi makro yang semakin kondusif serta spirit menuju single digit policy juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan suku bunga tersebut,” pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, pada pertengahan April 2015, BI mengeluarkan pernyataan melalui siaran pers terkait penetapan kebijakan suku bunga baru, dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Implementasi penggunaan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan yang baru ini berlaku mulai tgl 19 Agustus 2016. Pada saat implementasi, Bank Indonesia akan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (deposit facility rate/DF rate) dan batas atas koridor (lending facility rate/LF rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-day (Reverse) Repo Rate.
Sebagai informasi, hingga akhir tahun lalu, total realisasi kredit Bank BRI di sektor UKM mencapai Rp. 134,7 triliun. Sementara itu, di TW I tahun 2016 ini, penyaluran kredit ke sektor ini tumbuh di kisaran 4,0 s/d 6,0% yoy.
Dengan penurunan suku bunga kredit UKM ini, Sunarso optimis target pertumbuhan kredit BRI di sektor usaha UKM yang sebesar 11-14% dapat tercapai. “Kita optimis target bisa 10-13%,” imbuhnya. Tentunya dalam penyaluran tersebut, dengan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip prudential banking.
Adapun realisasi kredit di sektor UKM pada 2015 lalu mencapai Rp 134,7 triliun. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, pertumbuhannya berada pada kisaran 4-6% (year on year). Porsi kredit di sektor tersebut masih cukup rendah dibandingkan dengan mikro dan komersial. Sehingga ketika suku bunga dipangkas, maka pengaruh terhadap neraca keuangan bank di akhir tahun. “Portofolio kita paling besar adalah mikro dan komersial,” tegasnya.
Nominal kredit yang bisa didapatkan UKM adalah mulai dari Rp 1 miliar sampai dengan Rp 50 miliar. Rinciannya untuk level kecil Rp 1 miliar-Rp 5 miliar, sedangkan level menengah Rp 6 miliar – Rp 50 miliar. “Jadi ini kan Rp 1 miliar-Rp 50 miliar,” terangnya.
Sunarso memastikan, penerima kredit harus memiliki risiko yang rendah . Di antaranya memiliki kelompok resmi dan terintegrasi dengan industri pada level yang lebih tinggi. Agar bisa menghindari risiko kredit macet. “UKM yang tak punya akses yang baik terhadap informasi dan pasar maka tidak akan diberikan,” paparnya.
Segmen yang memenuhi komponen tersebut yakni makanan dan minuman, kesehatan, pendidikan dan perdagangan (distribusi). Dalam catatan 2015, posisi NPL atau kredit bermasalah masih terjaga cukup baik, yakni sekitar 2,5%. “Kita tidak akan mengabaikan prinsip prudential banking,” tegas Sunarso.