Oleh Romualdus San Udika
Bank Mandiri kini adalah fenomena dalam mengelola bankir-bankir di dalamnya. Banyak di antara mereka yang ketika ‘lulus’ dari Bank Mandiri kemudian direkrut oleh lembaga keuangan, atau perusahaan lainnya, bahkan oleh perusahaan negara di bidang non keuangan.
Yang teranyar adalah Direktur Utama mereka saat ini Kartika Wirjoatmodjo yang ditunjuk menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara. Bahkan dia ditunjuk bersama dengan Budi Gunadi Sadikan yang juga mantan Dirut Bank Mandiri yang sebelumnya digantikan Kartika. Kedua orang itu kini resmi mengalungi jabatan baru sebagai orang pemerintahan.
BERITA TERKAIT
Fenomena itu tentu tidak terjadi secara instan, karena sebelumnya sudah banyak bankir-bankir Bank Mandiri –yang kerap dipanggil Mandirians– yang dipinang oleh perusahaan lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah apa strategi pengelolaan sumber daya Bank Mandiri hingga bisa menghasilkan bankir-bankir yang kini jadi incaran banyak perusahaan. Menurut Agus Dwi Handaya, Direktur Kepatuhan dan SDM Bank Mandiri, sejatinya teknik pengelolaan SDM yang diterapkan relatif sama dengan bank-bank lainnya. Yang membedakan bisa jadi adalah sejarahnya dan membuat bankir Mandiri bisa dideteksi.
Sejak awal berdiri, terutama di saat Agus DW Martowardojo memimpin pada 2005-2010, bank menerapkan strategi untuk menjadi multispecialis dominant bank. “Mungkin bank lain fokus di satu bisnis, tetapi Bank Mandiri multifokus karena itu bankirnya harus multispesialis,” ungkap lelaki yang akrab dipanggil ADH dalam pebincangan dengan Stabilitas di ruanganya baru-baru ini.
Strategi itu kemudian menjadikan kemampuan bankir Mandiri menjadi beragam dan memiliki kompleksitas tinggi. Hal itu berdampak baik bagi bank terutama membuat tempat kerja menjadi learning ground yang bagus untuk talent-talent di dalamnya. Kompleksitas tinggi juga mendorong Mandirians untuk selalu konsisten menciptakan bisnis baru. Hasilnya, saat ini Bank Mandiri telah mempunyai 12 anak usaha yang mencakup semua layanan jasa keuangan.
“Tidak semua organisasi punya opportunity seperti itu. Kami terbiasa deal dengan banyak kompleksitas dan tantangan yang lebih berat karena kami struggling cari bisnis baru. Jadi kami tidak hanya menciptakan corporate bankers, tetapi juga sediakan syariah bankers, dan lainnya. Itu kompleksitasnya,” jelas ADH.
Akan tetapi, harus diakui keadaan itu juga menimbulkan dampak negatif yaitu membuat kompetisi di internal sengit dan karyawan lebih fokus pada hasil jangka pendek. “Ini tentu tidak bagus untuk masa depan perushaan,” kata ADH. “Keinginan untuk lebih banyak sinergi dan kolaborasi di internal perusahaan menjadi sulit diwujudkan.”
Maka dari itu, dalam dua tahun terakhir ini Bank Mandiri mengubah pola kerja yang cenderung kapitalis itu dengan kembali mensinergikan berbagai unit bisnis tanpa mengurangi accountability dalam penilaian kerja. Kemudian muncullah slogan bank yang berbunyi Satu Hati Satu Mandiri menjadi Mandirian Tangguh.
Pada saat Agus Martowardojo menjadi dirut ada core values yang disingkat TIPCE yang terdiri dari Trust, Integrity, Profesiolalism, Customer Focus, dan Excelent. Pada saat Tiko berkuasa nilai-nilai itu kemudian diterjemahkan menjadi Satu Hati Mandiri, Mandirian Tangguh, Mandiri Tumbuh Sehat, Memenuhi Kebutuhan Pelanggan, dan Bersama Membangun Negeri. “Kami sempat dikritik juga, kok Mandiri itu membuat nilai budayanya tidak pakai kata-kata yang disingkat. Saya jawab kami buat begitu agar diterima generasi sekarang,” kata ADH.
Bahkan dalam dua tahun ini manajemen mengembangkan strategi 5 triangle, yang menjadi elemen utama pengembangan SDM Bank Mandiri. Yang terdiri dari Skill, Culture, Leadership, Agility, Purpose
Mengelola Milenial
Sementara itu saat industri keuangan mulai didominasi oleh generasi milenial dan memiliki kekhasan tersendiri dalam tingkah laku dan sifat, Bank Mandiri pun menyesuaikannya. Salah satu yang menjadi ciri mereka adalah senang dengan kolaborasi dan aktualisasi diri. Karenanya metode kolaborasi di lingkungan kerja diadopsi oleh manajemen.
“Jadi saat ini istilah gampangnya adalah leader di Bank Mandiri tidak hanya nagih result tapi harus bisa nata proses dan nuntun tim. Leader tidak hanya menagih hasil tetapi harus dilihat juga bagaimana perkembangan dan proses anak buah sehingga sustain jangka panjang. Istilah coaching kita development dialog. Kalau dulu result-nya hanya kepada KPI,” urai ADH.
ADH menegaskan bahwa untuk menggenjot produktifitas karyawan, terutama kalangan milenial yang mulai mendominasi secara jumlah harus dilakukan dengan cara yang tepat. Sebab generasi milenial, lanjut ADH, merupakan generasi yang dikenal kreatif, borderless, tech savvy, dan tidak sungkan dalam berpendapat. Karakter ini menjadi salah satu kekuatan positif jika dapat dikelola dengan baik. Untuk itu, dalam membangun kebahagiaan dan produktivitas, Bank Mandiri menggunakan pendekatan smell of the place yang artinya mengelola berbagai elemen kerja baik fisikal maupun emosional agar tercipta suasana yang membuat karyawan bahagian dan produktif.
Dengan pendekatan ini ada empat elemen yang dibangun. Pertama, role model dan komunikasi. Elemen ini bertujuan membangun komunikasi dan hubungan antara pimpinan dengan atasan serta antar suasana yang lebih egaliter, terbuka dan informal. Baik dalam aktivitas kerja sehari-hari maupun acara-acara kebersamaan. “Pimpinan unit juga dilatih untuk bisa ber-story telling, asking the right question dan membimbing timnya untuk menemukan tujuan dalam bekerja,” ujar ADH.
Kedua, Fasilitas dan simbol. Disini Bank Mandiri menyediakan berbagai fasilitas dan ruang kerja yang lebih santai ala start up company, sesuai dengan selera para milenial. Bank Mandiri juga menyediakan fasilitas untuk hobi dan seni, olah raga baik indoor maupun outdoor. Selain itu juga ada Mandiri Club yang mengorganisir komunitas berbagai hobi dan cabang olah raga yang diminati pegawai.
Disamping itu, Bank Mandiri juga memberikan fasilitas ruang laktasi bagi pegawai yang masih menyusui anak dan day care untuk anak usia 1-5 tahun sehingga pegawai bisa membawa anaknya ke kantor, serta memperkenankan pegawai berbusana kerja informal pada waktu tertentu.
Elemen ketiga, lanjut ADH, adalah Kapabilitas. Pada elemen ini, Bank Mandiri menyediakan berbagai training, pelatihan dan pendidikan melalui kerjasama dengan berbagai kampus terbaik di dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kapabilitas teknis, soft-skill, leadership dan menjadikan karyawan sebagai pembelajar yang tangguh. Mandiri juga memiliki Mandiri Inkubator untuk membina para start up fintech generasi milenial. Di samping itu, perseroan pun memberikan kesempatan dan melatih para difabel untuk berkontribusi di Bank Mandiri.
Keempat, elemen manajemen kinerja. Pada elemen ini manajemen mengimplementasikan berbagai tools dan metode untuk memperkuat accountability pengukuran kinerja karyawan. Dalam kaitan tersebut Bank Mandiri juga menyediakan berbagai program untuk mengapresiasi pegawai, mulai dari hal yang basic seperti gaji, bonus dan berbagai fasilitas tunjangan hingga program apresiasi khusus.
Serius Investasi SDM
Apa yang dilakukan dan yang diraih Bank Mandiri saat ini mendapat pujian dari kalangan pengamat SDM. Yodhia Antariksa, pengamat SDM yang juga Founder PT. Manajemen Kinerja Utama menilai, keberhasilan mencetak SDM handal, itu tidak terlepas dari strategi management development program yang sangat terstruktur.
Sebagai bank hasil merger, Bank Mandiri menanamkan sistem pengembangan SDM yang kuat. “Karena di Mandiri itu setiap jenjang ada pendidikan manajemen masing-masing. Sangat tersrukturtur sehingga program talent development-nya berkesinambungan,” jelas Yodhia kepada Stabilitas.
Bank Mandiri kalau boleh dibilang adalah satu-satunya bank yang menyediakan hampir semua layanan keuangan, mulai dari segmen korporat hingga mikro, mulai finansial hingga tresuri, mulai pembiayaan hingga pasar modal bahkan hingga syariah.
Keadaan itu tentu menjadikan pengelolaan SDM-nya menjadi sangat menantang. Namun begitu, Bank Mandiri dianggap sukses melakukannya. Soal mengelola SDM, salah satu yang diberikan bank adalah memberikan pelatihan berkelanjutan kepada seluruh pegawai demi mengembangkan kompetensi mereka.
“Soal sustainable ini saya temukan dalam kepemimpinan Pak Tiko. Beliau sebagai perwakilan milenial penuh inovatif, dan sangat cepat eksekusinya, dan membuka talent milenial untuk berkembang. Jadi ada budaya baru yang dikembangkan di era kepemimpinan Pak Tiko,” jelas master of science in HR management dari Texas A&M University (USA) ini.
Yodhia mengakui bahwa setiap era kepemimpinan di Bank Mendiri memilki kekhasan masing-masing. Dalam catatannya, keseriusan Bank Mandiri dalam pengembangan SDM yang inovatif sangat tampak pada masa Bank Mandiri dipimpin Budi Gunadi Sadikin. Saat itu lebih dari 400 miliar rupiah pada tahun 2013 misalnya dikeluarkan untuk melatih tenaga-tenaga baru dan mengirimkan ratusan karyawan terbaik belajar ke dalam negeri dan luar negeri agar siap berinovasi.
Benar-benar fenomenal.