Bank Aceh Syariah terus melakukan perubahan demi membangun ekonomi di Bumi Serambi Mekkah. Setelah berhasil melakukan transformasi digital, manajemen bank akan membawa bank menjadi Bank Devisa.
PERUBAHAN yang diambil sebuah institusi akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi seluruh pemangku kepentingannya. Kemajuan yang dirasakan lazimnya akan diikuti oleh perubahan-perubahan lainnya.
Bank Aceh yang memutuskan untuk menjadi bank syariah secara penuh di tahun 2016 merasakan sekali dampak yang dibawa dari perubahan itu ketika kinerja keuangannya meningkat cukup signifikan dari tahun ke tahun. Maka tidak mengherankan jika momentum perubahan itu akan dipertahankan manajemen hingga membawa Bank Aceh ke level berikutnya dalam bisnis perbankan di Tanah Air.
Pasca mengkonversi bisnisnya menjadi fully syariah pada 2016 silam, bank kebanggaan masyarakat daerah dengan julukan “Seuramo Mekkah” (Serambi Mekkah) ini terus menunjukkan perkembangan positif.
Sesaat setelah hijrah menjadi Syariah market share-nya menembus angka 5 persen di Aceh. Bahkan pertumbuhan bisnisnya ketika itu lebih tinggi dibandingkan dengan industri perbankan syariah yang diwakili 13 bank syariah dan 21 unit usaha syariah (UUS).
Per Juni 2017 aset bank tumbuh 23,03 persen secara year to date (ytd). Sementara, aset industri perbankan syariah pada periode yang sama tumbuh 6,08 persen. Bahkan dari sisi laba, Bank Aceh juga sukses mempertebal perolehan cuan-nya hingga lebih 100 persen. Jika pada akhir 2016 laba bank ini tercatat Rp101,82 miliar, hingga enam bulan berjalan pada 2017, labanya mengembang 104,82 persen menjadi Rp207,89 miliar. Sementara, laba industri perbankan syariah sampai dengan Juni 2017 secara ytd tercatat tumbuh hanya 10,07 persen.
Performa itu berlanjut hingga kini. Di tahun 2022 lalu, Bank Aceh berhasil membagikan dividen sebesar Rp295 miliar kepada pemagang saham, sebuah angka yang melampaui perolehan laba bank ini di periode 2017 silam. Berdasarkan laporan keuangan Tahun Buku 2022 Bank Aceh Syariah mencatatkan laba Rp569 miliar atau meningkat 13,49 persen dibandingkan Desember 2021 sebesar Rp502 miliar.
Kemudian total aset tercatat Rp28,7 triliun atau naik 2,12 persen. Sementara itu, realisasi pembiayaan tahun 2022 mencapai Rp17,3 triliun atau tumbuh 6,05 persen dibanding tahun sebelumnya Rp16,3 triliun.
Pertumbuhan pembiayaan dibarengi oleh rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) di angka yang sangat terjaga dengan rasio 0,96 persen. Adapun dana pihak ketiga (DPK) Bank Aceh tercatat Rp22,9 triliun dengan komposisi dana murah mencapai 70 persen.
Transformasi Digital
Direktur Utama Bank Aceh Muhammad Syah mengatakan, kinerja gemilang yang berhasil dicapai saat ini tidak bisa dilepaskan dari strategi transformasi digital yang sudah diterapkan dan didorong oleh dukungan dan sinergi oleh stakeholder. Digitalisasi produk dan layanan bank menjadi kunci, di samping ekspansi bisnis yang kian fokus menggarap sektor produktif yang bertujuan mendorong menggerakkan perekonomian Aceh, terutama di sektor pertanian. Pengembangan jaringan kantor pun terus dilakukan di seluruh Aceh sehingga pada tahun ini juga ditargetkan telah ada action link sekitar 5.000 kios yang tersebar di daerah pedesaan dan terpencil.
Dalam hal pendanaan, Bank Aceh fokus pada produk layanan berbasis digital. Baik mobile banking, maupun sejumlah produk yang memberikan fee based income. Selain itu, Bank Aceh juga akan terus fokus pada dana murah yang nantinya akan memberikan ruang yang lebih besar bagi ekspansi bisnis.
“Kami mengusung fleksibilitas dan benefit bagi seluruh produk. Saat ini, pembiayaan konsumtif masih menjadi captive market kami. Namun, di sisi lain, kami juga fokus pada ekspansi pembiayaan produktif, baik secara langsung maupun melalui linkage program,” papar lelaki yang telah berkarier selama lebih dari 18 tahun di perbankan.
Dalam melakukan terobosan dan inovasi berbasiskan teknologi digital, Bank Aceh telah menerapkan tiga strategi pengembangan, yaitu proses digitalisasi di internal manajemen, produk layanan kepada nasabah, dan integrasi dengan ekosistem digital.
Strategi pertama dilakukan dengan memperkuat digital culture bagi lini bisnis dan jajaran sumber daya manusia (SDM) untuk peningkatan kinerja dan penguatan corporate branding. Sementara strategi kedua telah dilakukan meliputi mobile banking, internet banking, laku pandai, Cash Recycle Machine (CRM) serta produk digital lainnya.
Sedangkan dalam rangka meningkatkan integrasi ke dalam ekosistem digital perseroan terus melakukan kerjasama dengan sejumlah pihak ketiga dalam hal layanan transaksi keuangan. Penggunaan teknologi Application Programming Interface (API) diharapkan dapat memberikan penetrasi yang lebih optimal bagi ekosistem digital yang memberikan dampak positif bagi bank.
Strategi transformasi tersebut menemui hasil sepadan bahkan diakui oleh pihak eksternal. Bank Aceh menerima penghargaan Best Tabungan Bank Umum Syariah (BUS) Tabungan Seulanga, untuk kategori Bank KBMI 1 (Modal inti s/d Rp 6 triliun) dan penghargaan 2nd Best untuk Bank Umum Syariah untuk Kategori Corporate Brand. “Dengan penghargaan tersebut, kami akan semakin termotivasi untuk terus berinovasi meningkatkan pelayanan sekaligus memberikan pilihan produk yang memberikan banyak manfaat bagi nasabah,” ujar Muhammad Syah, yang disebut-sebut sebagai Direktur Utama termuda di perbankan nasional.
Menurut lelaki kelahiran Januari 1979 itu, penghargaan yang diberikan merupakan apresiasi atas Tabungan Seulanga Bank Aceh yang merupakan produk pilihan utama bagi masyarakat. Selain memberikan imbal bagi hasil yang bersaing, Tabungan Seulanga juga menyediakan beragam jenis hadiah menarik. Selain itu, bisa menjadi instrumen investasi yang menarik bagi nasabah dan juga masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam.
Menjadi Bank Devisa
Pencapaian itu tidak lantas membuat manajemen berpuas hati. Malah hal itu makin memotivasi seluruh karyawan dan pimpinan untuk menapaki tangga lebih tinggi. Tidak terlepas dari misi bank sebagai penggerak perekonomian Aceh, bank ingin meningkatkan statusnya menjadi bank devisa.
Untuk hal ini, Muhammad Syah sebagai nakhoda utama telah mendapatkan mandat dari stakeholder demi merampungkan target tersebut kuartal ketiga tahun ini. Meski tidak memiliki waktu panjang, namun manajemen menyatakan siap mewujudkan keinginan pemangku kepentingan masyarakat Aceh.
Bank Aceh menyadari bahwa sumber daya alam di Tanah Rencong berlimpah, seperti batubara, minyak dan minyak sawit, yang sejauh ini cukup memberikan nilai tambah bagi daerah. Maka dari itu, Pemerintah Aceh akan mendukung dan memberikan sokongan yang dibutuhkan agar upaya manajemen Bank Aceh itu bisa segera diwujudkan.
“Pemerintah Aceh tentu mengapresiasi upaya yang saat ini sedang dan terus dilakukan oleh jajaran BAS, yang menargetkan Bank Aceh menjadi Bank Devisa, dan ditargetkan terlaksana pada catur wulan ke tiga tahun 2023 ini,” ungkap Sekda Aceh, pada Gathering Bank Aceh Bersama Badan Pengelolaan Keuangan Daerah se-Aceh, akhir Mei 2023 lalu.
Keberadaan bank kebanggaan masyarakat yang terkenal dengan semangat dan prinsipnya yang kuat itu ketika sudah menjadi bank devisa akan sangat bermanfaat. Selain harus mengelola dan mengendalikan internal keuangan daerah, pemerintah daerah Aceh juga bertanggung jawab pada kelancaran perdagangan dan pembayaran uang lintas daerah dan bahkan lintas Negara. Maka dari itu status bank devisa sangat dibutuhkan oleh seluruh pelaku ekonomi di Aceh.
Pemberdayaan UMKM
Di sisi lain, mengingat aktivitas industri di Nanggroe Aceh Darussalam didominasi sektor pertanian, Bank Aceh pun terus meningkatkan program pemberdayaan UMKM yang ada di kawasan paling barat dari Indonesia ini. Optimalisasi reliasasi pembiayaan UMKM terus diupayakan dengan berbagai strategi. Di antaranya pemetaan atau segmentasi pasar calon nasabah khususnya pelaku UMKM. Pemetaan tidak hanya dilakukan berdasarkan skala bisnis, melainkan juga potensi sumber daya yang ada di setiap wilayah.
“Salah satu faktor penting adalah kemudahan akses pembiayaan. Hal ini perlu disertai dukungan kebijakan yang perlu mengakomodasi pembiayaan secara forward looking tanpa mengabaikan aspek prudential. Kami concern melakukan pendampingan bagi pelaku UMKM. Begitupun, dalam waktu dekat, kami akan membuka beberapa gerai-gerai UMKM yang akan menjadi etalase bagi produk unggulan UMKM Bank Aceh. Hal ini kami harapkan dapat membuka akses pasar yang lebih luas bagi pelaku UMKM,” papar sosok yang merupakan lulusan Sekolah Pimpinan Bank (Sespibank) LPPI tahun 2014.
Bank Aceh juga mengapresiasi regulator yang terus berinisiatif untuk pengembangan sektor UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, Bank Aceh telah menargetkan portfolio UMKM bisa mencapai sebesar 20 persen. Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Saat ini pembiayaan UMKM Bank Aceh telah menyentuh 11.325 penerima yang tersebar di seluruh Aceh.
Jumlah tersebut tumbuh signifikan sebesar 37 persen dari total nasabah UMKM periode Desember 2022, yakni sebesar 8.259 nasabah. Sementara itu, dari jumlah tersebut, tercatat sebesar 3.351 merupakan pelaku UMKM yang menerima Pembiayaan KUR Syariah.
Bahkah hingga 10 Juli 2023, realisasi pembiayaan KUR Bank Aceh tercatat sebesar Rp361 miliar. Jumlah tersebut merupakan realisasi tahap pertama alokasi KUR yang diberikan Bank Aceh senilai Rp 510.6 miliar untuk tahun 2023.
Terdepan dan Terpercaya
Dengan berbagai transformasi bisnis yang terus dikembangkan, sejalan dengan penguatan tata kelola yang baik, dalam menjalankan visinya Menjadi “Bank Syariah Terdepan dan Terpercaya dalam Pelayanan di Indonesia” untuk sasaran jangka panjang hingga periode tahun 2023-2027, Bank Aceh bertekad untuk mencapai sasaran sebagai “Bank Syariah Nasional yang Unggul dalam Inovasi dan Layanan”.
Muhammad Syah mengungkapkan salah satu fokus Bank Aceh dalam lima tahun ke depan adalah meningkatkan layanan transaksi digital melalui integrase ke dalam ekosistem digital. Dalam rangka meningkatkan ekspansi bisnis, Bank Aceh juga telah menargetkan menjadi bank devisa. Untuk mengoptimalkan fungsi intermediasi, Bank Aceh akan fokus pada dana murah melalui pengembangan fitur transaksi untuk membangun ekosistem (close loop). Sementara dalam hal pembiayaan, selain meningkatkan pembiayaan produktif dan konsumtif, kami juga akan fokus pada supply chain dan inventory based financing.
Dalam kepatuhan, Bank Aceh berada di peringkat II selama tiga tahun terakhir rating nasional A plus. Bank Aceh kini juga telah mendapat ISO 3700012016 anti penyuapan dari lembaga sertifikasi yang dibentuk pemerintah.***