JAKARTA, Stabilitas.id – Sektor ekonomi memilki tiga pilar, yakni pendanaan, pembinaan, dan yang terakhir adalah proteksi. Namun, dengan ekonomi yang besar, tapi kontribusi proteksi atau asuransi menjadi yang terkecil ke perekonomian indonesia.
Tak heran jika sumbangan asuransi terhadap PDB di Indonesia 0,47%. Sementara sumbangan asuransi di Malaysia telah menyentuh angka 4,28% ke PDB, dan negara maju diatas 10%.
“Menurut data head-to-head, memang kecil. Tetapi asuransi general (umum) menentukan pertumbuhan ekonomi. Karena asuransi berperan penting dalam dunia ekonomi, khususnya ekspor dan perdagangan baik diluar dan dalam negeri,” ungkap M. Fankar Umran, Direktur Utama BRI Asuransi Indonesia (BRINS).
Hal itu dikatakan saat berbicara dalam Seminar Indonesia Financial Sector Outlook (IFSO) 2023 Majalah Stabilitas, Selasa (13/12/3023).
Menurutnya, salah satu pemicu masih rendahnya kontribusi asuransi ke PDB antara lain tingkat literasi dan inklusi asuransi sangat rendah, hanya 31% dari penduduk indonesia. Sementara literasi dan inklusi perbankan sudah 50%.
“Rendahnya literasi karena persepsi msayarakat terkait industri asuransi. Maka itu, perusahaan asuransi perlu mempelajari cara membangun persepsi yang baik,” tegas Fankar.
Menurut dia, potensi bagi bisnis asuransi umum sangat besar, utamanya peluang memproteksi bisnis UMKM. Sebabnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh UMKM. Sekitar 99% pengusaha di indonesia itu UMKM, dan UMKM menyumbang terhadap PDB 61%.
“Kontribusi besar UMKM, namun tetap perlu proteksi. Asuransi mikro hanya 17% di indonesia, padahal hanya 50 ribu rupiah setahun,” ungkap Fankar.
Penguatan Risk Management
Fankar juga memaparkan bahwa untuk pertumbuhan yang optimal membutuhkan optimalisasi data dan digitalisasi.
“Data analysis penting bertujuan untuk optimalisasi business performance. Sebab saat ini industri dihadapkan dengan era digital technology distruption, dimana perusahaan asuransi saling berkompetisi, karena fintech juga mulai dikenal di masyarakat,” imbuhnya.
Kendati demikian, Fankar menegaskan tata kelola perusahaan harus tetap memperhatikan rambu-rambu risk manajemen yang baik dalam menangkap peluang untuk tumbuh.
“Manajemen risiko pada perusahaan sangat penting, dan harus dipersiapkan. Data bisa sama, namun pembacaanya berbeda, bahkan bisa kontradiktif,” jelas Fankar.
Bagi perusahaan asuransi, lanjutnya, proteksi kendaraan bermotor beresiko tinggi, karena kecelakaan bisa terjadi kapan saja. Untuk itu tidak cukup dengan membaca data hanya dari internal, tetapi juga sumber dari luar perusahaan. ***