JAKARTA, Stabilitas.id – Bank Indonesia menyampaikan perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah secara periodik. Indikator dimaksud adalah nilai tukar dan inflasi, sebagai berikut;
Perkembangan Nilai Tukar 10 – 14 Oktober 2022
Pada akhir hari Kamis, 13 Oktober 2022, Rupiah ditutup di level (bid) Rp15.360 per dolar AS. Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 7,33%. DXY[ melemah ke level 112,36, dan Yield UST (US Treasury) Note 10 tahun naik ke level 3,944%.
BERITA TERKAIT
Pada pagi hari Jumat, 14 Oktober 2022, Rupiah dibuka pada level (bid) Rp15.355 per dolar AS. Yield SBN 10 tahun naik ke level 7,36%.
Aliran Modal Asing (Minggu II Oktober 2022)
Premi CDS Indonesia 5 tahun naik ke 160,24 bps per 13 Oktober 2022 dari 154,43 bps per 7 Oktober 2022.
Berdasarkan data transaksi 10 – 13 Oktober 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp4,22 triliun, terdiri dari jual neto Rp3,43 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp0,79 triliun di pasar saham.
Selama tahun 2022, berdasarkan data setelmen s.d 13 Oktober 2022, nonresiden jual neto Rp170 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp71,85 triliun di pasar saham.
Perkembangan Inflasi
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu II Oktober 2022, perkembangan harga sampai dengan minggu kedua Oktober 2022 diperkirakan inflasi sebesar 0,05% (mtm).
Komoditas utama penyumbang inflasi Oktober 2022 sampai dengan minggu kedua yaitu bensin sebesar 0,05% (mtm), tarif angkutan dalam kota sebesar 0,04% (mtm), serta angkutan antar kota, rokok kretek filter, tahu mentah, tempe, dan beras masing-masing sebesar 0,01% (mtm).
Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu kedua Oktober yaitu telur ayam ras sebesar -0,09% (mtm), cabai merah sebesar -0,08% (mtm), daging ayam ras sebesar -0,03% (mtm), cabai rawit sebesar -0,02% (mtm), serta tomat dan minyak goreng masing-masing sebesar -0,01% (mtm).
Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.***