Arief Afdy Aulia, Training Consultant LPPI
TRANSFORMASI digitalisasi yang berkembang pesat di era teknologi 4.0 membawa dampak besar bagi dunia. Tidak hanya negara-negara maju yang dipaksa untuk mengikuti perkembangan ini, namun juga Negara berkembang seperti Indonesia, jika tidak mau tertinggal oleh perkembangan zaman.
Kebutuhan akan jaringan komputer yang menghubungkan satu individu ke individu lainnya bahkan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya semakin meningkat. Selain sebagai penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan komunikasi komersial menjadi bagian terbesar dan pesat pertumbuhannya. Berdasarkan laporan “Digital 2022 Global Statshop Report” yang diterbitkan oleh Hootsuite dan We Are Social pada April 2022, jumlah pengguna internet saat ini telah mencapai 5 miliar yang merupakan 63 persen populasi penduduk dunia.
Keberadaan internet juga makin memudahkan pertukaran data dan informasi secara global yang makin mengintensifkan kegiatan pasar dan perdagangan dunia. Akan tetapi di balik itu, maraknya penggunaan internet telah membuka peluang bagi para penjahat dunia maya untuk meningkatkan aksi mereka. Tak terkecuali di Indonesia.
Data dari Kapersky Cyber Security Inc, periode kuartal pertama 2022 Indonesia menghadapi lebih dari 11 juta serangan lewat internet atau serangan siber. Ancaman siber ini dipicu oleh kegiatan penggunaan konsumtif terhadap internet yang semakin meningkat seperti NFT, metaverse, transaksi aset kripto dan adopsi investasi di kaum muda.
Di Indonesia, sudah hampir 190 juta upaya serangan siber yang mengalami peningkatan empat kali lipat pada periode yang sama tahun 2019 sebesar 39 juta. Kapersky juga menyebutkan bahwa dampak pandemi Covid-19 bisa membuat munculnya gelombang kemiskinan yang memungkinkan naiknya volume kejahatan, termasuk cyber attack.
Untuk itu penguatan keamanan siber menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh semua pihak saat ini. Ketiadaan regulasi yang bisa memastikan keamanan di dunia intenet membuat para penjahat semakin leluasa menjalankan aksinya.
Serangan siber yang seringkali terjadi antara lain melalui: Pertama, malware dan virus yang disebakan melalui internet seperti, website yang mencurigakan dan perangkat keras yang dihubungkan langsung dalam perangkat yang digunakan oleh perusahaan.
Kedua, Denial of Service yaitu memanipulasi sistem, jaringan maupun aplikasi sehingga mengakibatkan membuat kinerja perangkat menjadi sangat berat dan seringkali membuat eror.
Ketiga, Botnets dan Zombies yaituserangan malware dalam jumlah banyak seperti zombie yang meretas jaringan korban dari jarak jauh.
Keempat, Scareware atau peringatan keamanan palsu yang ditimbulkan oleh malware termasuk scamming.
Sejatinya Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan pedoman secara umum mengenai pengelolaan cyber security sebagaimana tercantum dalam Consultative Paper “Manajemen Risiko Keamanan Siber Bank Umum”. Pedoman tersebut mengarahkan kepada aturan manajemen risiko bagi bank umum dan diterbitkan untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak.
Namun demikian dibutuhkan aturan yang lebih tinggi dan lebih luas serta lebih komprehensif mengingat urusan keamanan data bukan hanya urusan sektor keuangan. Sejatinya Dewan Perwakilan Republik Indonesia (DPR RI) telah menyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber. Semua ini memang diperlukan untuk mencegah pencurian data dan kerusakan data terutama data-data milik pribadi atau kelompok yang dianggap krusial. Keberadaan aturan yang komprehensif setingkat undang-undang akan dapat mengurangi serangan siber oleh para penjahat dunia maya.
Jika aturan tersebut sudah hadir maka tantangan ke depan adalah diperlukan sebuah penguatan secara kelembagaan. Ke-alpaan dasar hukum dan kurangnya tenaga profesional serta kerjasama baik di dalam negeri maupun luar negeri menjadi ancaman meningkatnya cyber fraud. Sehingga menjadi penting bagi pemerintah dalam menyikapi hal tersebut dalalm mempersiapkan kebutuhan transformasi digital.
Untuk itu Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber harus segera disahkan dalam rangka menjaga keamanan nasional terutama dalam menghadapi Era Society 5.0. Dimana perkembangan manusia sudah berdampingan dengan teknologi guna meminimalisir kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi di kemudian hari. ***