JAKARTA, Stabilitas – Pengentasan kemiskinan menjadi isu ekonomi yang paling sensitif di Indonesia, namun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo hasilnya belum optimal, bahkan lebih rendah dibanding era sebelumnya.
Badan Pusat Statistik pada Senin, 15 Juli 2019 mengumumkan data baru yang menunjukkan bahwa pada Maret 2019 terdapat 9,41 persen atau 25,14 juta orang yang masih berada dibawah garis kemiskinan absolut. Pada September 2014, tepat sebulan sebelum Jokowi dilantik menjadi presiden periode pertama, tingkat kemiskinan sebesar 10,96 persen. Dengan kalimat lain, dalam 4,5 tahun masa kepemimpinan Jokowi terjadi penurunan kemiskinan absolut sebesar 1,55 persen.
Meski demikian penurunan itu lebih rendah dari prestasi yang dicatatkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya. “Pada tahun 2009 yang merupakan tahun pertama SBY periode II, Ditemukan bahwa terjadi penurunan kemiskinan dari 13,74 persen ke 11,25 persen alias 2,49 persen. Yang berarti 1,6 kali lipatnya pencapaian Jokowi Jilid 1,” jelas Berly Martawardaya, Direktur Riset Indef, Selasa (16/7).
Berly mengajak masyarakat membuka kembali RPJMN 2015-2019 yang disusun pemerintah Jokowi dimana tertulis tingkat kemiskinan ditargetkan turun ke 7-8 persen di 2019 alias penurunan kemiskinan sebesar 2,96-3,96 persen. Bahkan dengan mengambil batas atas target di 8 persen dan masih ada waktu 6 bulan lagi sampai data September 2019 keluar, pengentasan kemiskinan selama 4,5 tahun di Jokowi jilid 1 hanya tercapai 52,4 persen dari target.
Dosen FEB-UI ini mengakui bahwa memang menurunkan kemiskinan setelah menembus satu digit lebih sulit dibanding ketika masih belasan persen dan perlu terobosan baru. Berly menghimbau pemerintah agar mengambil pelajaran dari rendahnya pencapaian pengentasan kemiskinan selama 2014-2019. “Hal itu agar penyusunan target kemiskinan di RPJMN 2019-2024 dilakukan dengan hati-hati dan realistis walaupun bukan berarti pesimis,” kata dia.