JAKARTA, Stabilitas.id – Pengamat ekonomi mengatakan, tahun ini merupakan momentum yang paling tepat dalam melakukan reformasi kebijakan subsidi energi. Hal ini karena masih adanya ruang diskresi dalam APBN 2022 terkait defisit dan soal ongkos politik yang akan makin besar jika ditunda.
“Momentum reformasi kebijakan subsidi energi harus segera dipercepat di semester dua ini. Sebab, ini akan membuat perubahan drastis kebijakan subsidi energi,” ungkap Ekonom INDEF Abra Talattov.
Menurut Abra, kebijakan tersebut akan menimbulkan beberapa implikasi, seperti inflasi meski sifatnya temporer, serta resistensi dan pro kontra dari masyarakat terhadap kebijakan baru.
BERITA TERKAIT
Ruang diskresi terkait defisit pada APBN 2022 dan kondisi APBN semester I/2022 yang surplus juga menjadi semakin menguatkan bahwa momentum reformasi kebijakan subsidi yang tepat adalah tahun ini. Dengan demikian, jika terjadi risiko akibat reformasi tersebut masih dapat diredam dengan fleksibilitas APBN.
“Saya pikir momentum tepat adalah di tahun ini dibanding tahun depan saat defisit APBN tidak bisa lagi di atas 3 persen dari PDB. Jika ternyata ada ekses negatif dari kebijakan transformasi subsidi energi, pemerintah masih bisa meredamnya,” jelas Abra.
Lebih lanjut, Abra memberikan contoh, misal pemberian subsidi energi oleh pemerintah ditargetkan kepada 40 persen masyarakat terbawah. Namun, pada kenyataannya, masyarakat yang berada di 50 hingga 70 persen juga membutuhkan subsidi tersebut.
Hal yang sama disampaikan juga oleh Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky. Ia menilai bahwa saat ini adalah momentum untuk melakukan reformasi fiskal, terutama subsidi BBM.
Menurutnya, selain saat ini Indonesia telah melewati pandemi, situasi saat ini juga belum terlalu jauh memasuki tahun politik. Dengan demikian, ongkos politiknya masih tidak sebesar jika ditunda ke tahun berikutnya.
“Menurut saya lebih cepat lebih baik karena semakin ditunda, political cost makin besar. Makin dekat pemilu makin mahal ongkos politiknya. Dalam arti lebih banyak yang perlu dinegosiasi dan perlu banyak mendapatkan dukungan politik dari sisi manapun,” ungkap Riefky.***