Bisnis asuransi mengaku sudah mulai bisa menyelaraskan diri pada perubahan yang tengah terjadi pada perkonomian. Saat ini mereka fokus pada upaya penetrasi.
Oleh Romualdus San Udika
Di Indonesia, salah satu sektor di industri keuangan yang bisa berbicara banyak selain perbankan adalah asuransi. Meski masih jauh tertinggal, namun sektor jasa proteksi itu dinilai yang paling mampu mempengaruhi ekonomi selain perbankan.
Kendati demikian, ketika ekonomi dihantam krisis kesehatan pada 2020 lalu, dampak yang diterima industri penjaminan ini lebih berat. Kekhawatiran tak pelak menyelimuti bisnis itu apalagi di saat bersamaan perhatian pemerintah dan otoritas terkesan lebih besar kepada perbankan.
BERITA TERKAIT
Respons yang relatif lamban terhadap perubahan dinilai menjadi faktor utama mengapa industri asuransi menderita lebih dalam pada krisis saat ini. Karenanya mulai 2021 lalu terlihat, para pelaku mulai serius membenahi strategi dan fundamental bisnisnya. Bersamaan dengan itu pemulihan ekonomi mulai dirasakan.
Maka dari itu ketika akan menyambut tahun 2022, aura optimistis tampak mulai menyeruak di wajah-wajah para pengelola perusahaan jasa asuransi. “Kami memandang kondisi bisnis 2022 dengan optimistis dan tidak ada upaya wait and see. Rasanya dari Januari 2022, anggota AAJI akan mulai mewujudkan semua rencana bisnisnya,” kata Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon.
Keyakinan itu memang bukan tanpa alasan. Walau sempat tertekan di 2020 akibat Covid-19, sepanjang 2021, tepatnya hingga kuartal ketiga, industri asuransi mulai menunjukkan performa apik. Berdasarkan data AAJI, total pendapatan premi telah mencapai Rp149,36 triliun atau tumbuh sebanyak 11,5 persen dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap asuransi jiwa dan dorongan kondisi pandemi ditenggarai menjadi katalis utama pendapatan premi tumbuh positif.
Jika diperas lagi, angka itu disumbangkan dari kenaikan premi bisnis baru dan premi lanjutan. Masing-masing premi tersebut tumbuh 17,6 persen menjadi Rp94,2 triliun, dan 2,4 persen menjadi Rp55,15 triliun secara tahunan. Sementara itu, Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) atau unit link masih mendominasi dengan kontribusi sebesar 62,5 persen dari total pendapatan premi. Selama kuartal ketiga 2021, produk asuransi jiwa unit link bernilai total Rp93,31 triliun atau naik 9,0 persen, sementara produk bertipe tradisional mencapai Rp56,04 triliun atau naik 15,7 persen.
Di sisi lain, klaim nilai tebus (surrender) di periode yang sama, mengalami perlambatan sebesar 11,9 persen. Tercatat, nilai tebus di kuartal ketiga tahun lalu mencapai Rp67,46 triliun dan menjadi Rp59,42 triliun di kuartal yang sama tahun ini. Sedangkan untuk klaim tebus parsial (partial withdrawal), terjadi kenaikan dari Rp10,31 triliun menjadi Rp12,6 triliun di kuartal III-2021 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu.
AAJI berpandangan perolehan premi bisa meningkat signifikan di masa mendatang seiring perbaikan ekonomi yang sedang diupayakan pemerintah. Walau demikian, industri tak menampik munculnya varian Omicron bakal memengaruhi kinerja perekonomian dan berpotensi menggerus kembali kinerja asuransi.
Pelaku industri, meski begitu, tetap akan berupaya untuk memanfaatkan momentum ini dengan terus melakukan penetrasi bisnis di Indonesia. Sampai saat ini kurang 50 persen penduduk yang sudah memiliki asuransi. Namun kondisi tersebut tak membuat pelaku bisnis kecil hati.
“Banyak sekali hal-hal yang harus dilakukan oleh industri kita ini. Peranan dari setiap kanal distribusi sangat penting (untuk meningkatkan penetrasi asuransi jiwa),” kata Kepala Departemen Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Nini Sumohandoyo, awal Desember.
Selain itu, para pelaku bisnis juga meyakini semua pihak akan mulai terbiasa dan mengenal produk asuransi, terutama jiwa. Di sisi lain para pelaku asuransi jiwa akan menemukan cara-cara baru untuk menjalankan bisnis guna memasarkan produk dan melayani nasabah.
Apa yang diungkapkan pelaku, dikonfirmasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga Desember lalu, otoritas mencatat pada sisi permodalan industri asuransi tercatat stabil dengan rasio kecukupan moadl atau RBC per jenis perusahaan tetap terjaga di atas threshold. Yaitu 605,89 persen untuk asuransi jiwa dan 352,02 persen untuk asuransi umum dan reasuransi.
Berdasarkan catatan OJK, tingkat inklusi keuangan nasional berada di level 76,19 persen, meningkat dari lima tahun lalu yang masih 67,8 persen. Sementara untuk tingkat literasi keuangan nasional berada di level 38,03 persen (2016: 29,7 persen).
Salah satu perusahaan asuransi jiwa, PT Asuransi BRI Life, juga menatap tahun 2022 dengan optimistis. Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila mengatakan, dengan partner strategis baru, yakni FWD Financial Services Pte. Ltd, perseroan ingin melaju kencang di 2022.
“Di 2022 tantangan besar dari pemegang saham dan induk kami, Bank BRI, karena mereka sudah dapat strategic partner FWD, inginnya terbang. Clue-nya kalau tumbuh 20 persen itu dilihat sebelah mata. Jadi kalau dua mata kira-kira hitung sendiri dibandingkan tahun ini,” kata Iwan beberapa waktu lalu.
Lini Asuransi Umum
Optimisme juga terlihat di lini asuransi kerugian yang juga berpatokan pada pemulihan ekonomi yang mulai terlihat ketika pertumbuhan mulai positif. “Jadi secara keseluruhan pertumbuhan (bisnis asuransi umum di 2022) akan single digit. Tapi single digit yang besar karena kita pada mode optimistis,” kata Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI Trinita Situmeang, awal Desember.
Dia cukup optimistis terhadap prospek bisnis asuransi umum di tahun depan seiring pertumbuhan ekonomi dan prospeknya ke depan yang membaik. Apalagi, tambahnya, kinerja ekspor di sektor migas, pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan yang secara keseluruhan tumbuh 50,9 persen secara yoy di kuartal ketiga 2021 menjadi salah satu pendorong pertumbuhan bisnis asuransi umum.
Tak hanya itu, bisnis asuransi umum juga terdorong oleh penjualan kendaraan bermotor dan properti yang mulai mengalami kenaikan. Kondisi tersebut diharapkan bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan premi dari lini bisnis asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti. Berdasarkan data BPS, jumlah penjualan mobil tercatat sebanyak 234 ribu unit pada kuartal ketiga 2021 atau meroket 110,65 persen ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebanyak 111,12 ribu unit.
Kenaikan juga terjadi pada penjualan sepeda motor dengan jumlah penjualan motor sebanyak 1,52 juta per kuartal ketiga 2021. Total penjualan motor itu naik 28,76 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 1,19 juta unit. Secara kuartalan jumlah itu juga meningkat dibandingkan dengan posisi kuartal II-2021 yang saat itu penjualannya sebanyak 1,32 juta unit. Kenaikan penjualan mobil sejalan dengan insentif pajak mobil baru nol persen alias pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang ditanggung pemerintah.
AAUI mencatat nilai premi industri asuransi umum per kuartal III-2021 tercatat sebesar Rp55,07 triliun atau tumbuh 2,2 persen secara dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar Rp53,88 triliun.
Menurut data AAUI, premi terbesar per kuartal ketiga 2021 dibukukan lini bisnis asuransi properti yakni Rp15,74 triliun. Jumlah itu meningkat 10,3 persen dibandingkan dengan premi lini bisnis asuransi properti di periode yang sama tahun sebelumnya. Penyumbang premi terbesar adalah lini bisnis asuransi kendaraan bermotor yakni sebesar Rp11,17 triliun atau naik 1,5 persen.
Direktur & Chief Marketing Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia Karin Zulkarnaen berharap pemulihan ekonomi nasional turut mendorong industri asuransi dan iklim bisnis di 2022. Dari kondisi itu dirinya berharap bisa membuat Allianz Life Indonesia menjaga pertumbuhan. Upaya lain yang dilakukan Allianz, lanjutnya, adalah dengan membaca sentimen dari nasabah. Dengan demikian, tambahnya, bisa membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Sampai dengan saat ini, masih kata Karin, produk unit link masih yang paling banyak diminati nasabah karena dinilai paling fleksibel sesuai kebutuhan. Nasabah juga bisa memilih klaim yang diinginkan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allianz juga menerapkan strategi untuk menjaga loyalitas para nasabah. Perusahaan berupaya menjalin interaksi sehingga nasabah merasa diapresiasi.***