JAKARTA, Stabilitas.id – Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), bersama menghadirkan program edukasi tahunan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022 yang telah mengedukasi lebih dari 1,5 juta masyarakat.
Diawali dengan gelaran 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) – forum pertemuan para pimpinan lembaga keuangan, asosiasi, dan pelaku fintech lokal dan mancanegara, BFN 2022 yang berlangsung selama sebulan penuh mempertemukan para penggiat fintech dari berbagai negara di luar Indonesia melalui serangkaian webinar.
4th IFS dan BFN 2022 mengusung tema ‘Moving Forward Together: The Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability’.
BERITA TERKAIT
Dalam sambutannya, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Johnny G. Plate mengungkapkan, penurunan aliran pendanaan start-up digital di wilayah Asia mencapai 60% year-on-year dan 33% quarter-to-quarter pada triwulan ke-III tahun 2022.
“Meski demikian, nilai transaksi sektor fintech Indonesia, dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 39%, tertinggi kedua di antara negara-negara G20. Performa unggul ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menyikapi masa pandemi Covid-19 secara progresif sebagai momentum akselerasi digitalisasi sektor jasa keuangan di Indonesia,” ungkapnya
Ia melanjutkan, Adopsi teknologi membutuhkan kolaborasi dari sektor industri, pemerintah, serta pemangku kepentingan terkait demi memastikan terwujudkan ekonomi digital nasional yang aman.
Selanjutnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan apresiasi kepada regulator, asosiasi terkait, dan industri terhadap implementasi berbagai inisiatif Blueprint Sistem Pembayaran Indonesi (BSPI) 2025 yang begitu cepat mendigitalkan ekonomi Indonesia.
Selain itu, telah disepakati desain konseptual untuk Central Bank Digital Currency (CDBC) untuk mendorong transaksi cross border serta inklusi keuangan yang mendukung UMKM, kaum muda dan perempuan.
“Hal yang terpenting dalam digitalisasi adalah aktivitas, risiko, dan regulasi serta supervisi. Let’s digitalize Indonesia for better future,” ungkap Gubernur Perry.
Ia juga menegaskan 5 langkah penting untuk mendigitalisasi Indonesia. Pertama, satu bahasa layanan pembayaran dan jasa keuangan melalui QRIS yang telah mencapai 30 juta pengguna, Standar Nasional Open API (SNAP) dengan 87 jenis servis yang akan terus diperluas, dan pengaturan data yang mencakup data publik, data kontraktual, dan data privat.
Kedua, satu bangsa melalui pengaturan konsolidasi industri jasa pembayaran yang berbasis klaster sehingga terbangun kolaborasi dalam ekosistem pembayaran bank dan non bank untuk berkompetisi secara global.
Ketiga, satu nusa melalui 3i yaitu interkoneksi, interoperabilitas dan integrasi antara lain pada pasar uang dan operasi moneter, BI-FAST dengan RTGS dan GPN.
Keempat, pembentukan market conduct dan pricing policy untuk persaingan industri sehat.
Kelima, rupiah digital yang akan mencakup penerbitan, pemusnahan dan transfer antar bank.
Saat ini BI tengah menjajaki teknologi yang digunakan untuk Rupiah Digital. Tidak menutup kemungkinan pelaku sistem pembayaran kritikal akan menjadi wholesaler untuk Rupiah Digital ini.
Selain itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan, berkembangnya transformasi digital di sektor jasa keuangan tersebut tentunya harus tetap mendukung stabilitas sistem keuangan.
“Untuk itu, OJK akan terus melakukan penyempurnaan kebijakan yang akomodatif dalam memitigasi risiko terkait digital. Selain itu, inovasi digital harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan memiliki kerangka manajemen risiko yang andal,” ungkapnya
Kebijakan tersebut untuk memastikan level playing field di sektor jasa keuangan dan meminimalisir regulatory arbitrage di sektor jasa keuangan serta dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dan pengembangan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berdaya tahan.
Sebagai bukti nyata keseriusan OJK dalam mendukung sektor keuangan digital, pada rangkaian BFN, OJK telah menyelenggarakan dua agenda Focus Group Discussion (FGD) bersama para profesional di bidangnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Budi Gandasoebrata mengatakan, program Bulan Fintech Nasional berupaya mengarusutamakan berbagai isu di sektor fintech, agar masyarakat semakin familiar dengan manfaat, serta risikonya.
“Dari antusiasme masyarakat, kami melihat BFN menjadi katalisator dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Kami berharap, BFN dapat hadir kembali dengan dampak yang semakin signifikan untuk masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), Sunu Widyatmoko menyampaikan, keterlibatan AFPI dalam BFN ini menjadi wujud nyata komitmen asosiasi dalam menghadirkan edukasi dan sosialisasi yang relevan melalui kolaborasi dan sinergi dengan pemerintah dan asosiasi fintech, seperti AFTECH.
Wujud nyata keberadaan fintech lending terlihat dari pembiayaan UMKM. Fintech lending mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp476,89 triliun kepada 92,4 juta penerima pinjaman (borrower).
“Ini menjadi bukti kontribusi positif fintech lending dalam memperluas akses keuangan masyarakat. Bersama penyelenggara kami siap berkolaborasi dengan lembaga jasa keuangan lain dan seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan inklusi keuangan termasuk turut memperkecil kesenjangan (gap) kredit sektor UMKM,” ungkap Sunu.
Rangkaian BFN tahun ini mendapatkan perhatian yang luar biasa dari masyarakat, melalui virtual platform www.fintechsummit.co.id selama rangkaian BFN yang dilakukan secara online di tengah pembatasan kegiatan masyarakat.***