Hampir setahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan mempengaruhi perekonomian Global yang masif dan berkepanjangan. Pandemi yang pada awalnya hanya berlangsung kurang dari setahun ternyata sampai dengan hari ini belum bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir dan aktivitas hidup kembali normal seperti masa sebelum pandemic Covid-19. Banyak lembaga yang memperkirakan bahwa pandemi, misalnya di Indonesia, akan berakhir di bulan September saat kita memasuki perubahan cuaca. Namun, memang ternyata Indonesia mesti mempersiapkan berbagai strategi bertahan yang lebih panjang jika kita ingin melewati masa pandemi ini dengan sukses, dari sisi kesehatan maupun bisnis. Apa saja strategi yang harus dilakukan? Berikut penjelasan Panji Irawan, Direktur Treasury dan Internasional Banking Bank Mandiri yang dirangkup Stabilitas dalam rangkaian Tanya-jawab berikut.
Pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Apa pandangan atau catatan Anda tentang dampak pandemi ini, dan apa yang harus dipersiapkan sebagai bagian dari strategi bertahan yang lebih panjang jika kita ingin melewati masa pandemi ini dengan sukses?
Saat ini, kita semua menyaksikan bagaimana negara-negara di Eropa sedang berjuang untuk menghadapi gelombang lanjutan dari penularan Covid-19. Hal yang sama juga terjadi di berbagai belahan dunia lainnya, termasuk negara-negara berkembang.
BERITA TERKAIT
Tentu saja kita sudah memahami dampak dari Pandemi ini terhadap perekonomian Global. Mayoritas negara akan mengalami kontraksi tahun 2020 ini. IMF menyebutkan dalam laporan terakhirnya bahwa ekonomi global akan terkontraksi -4,4 persen tahun 2020 sebelum kemudian kembali positif di 5,2 persen tahun 2021.
Negara maju (advanced economies) mengalami kontraksi yang lebih dalam tahun ini dibandingkan dengan Negara berkembang yang memang masih memiliki sumber pertumbuhan dari perekonomian domestiknya. Pemulihan ekonomi global memang sudah mulai terlihat pada beberapa negara, namun situasi perkembangan penularan Covid-19 yang masih naik turun memang membatasi fase pemulihan yang lebih agresif. Saat ini, hanya Tiongkok, negara besar yang diperkirakan mampu mencatatkan pertumbuhan positif di 2020.
Jika kita menilik lebih panjang hingga tahun 2019 yang lalu, pertumbuhan ekonomi Global memang sudah melambat bahkan sebelum adanya Pandemi Covid-19 ini. Saat itu, lembaga-lembaga Internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 akan lebih rendah dibandingkan tahun 2018. IMF, misalnya, memperkirakan pertumbuhan tahun 2019 sebesar 3,2 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 3,6 persen. Akhirnya ekonomi Global ditutup dengan pertumbuhan yang hanya 2,8 persen di tahun 2019. Penyebab utamanya waktu itu adalah adanya ketidakpastian akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Perang dagang telah berdampak negatif terhadap ekonomi global karena menurunkan volume perdagangan dunia, yang pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan ekonomi dunia.
Jadi, yang ingin kami sampaikan saat ini adalah bahwa tantangan Global memang sangat besar dan masih akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. Sehingga penting bagi kita untuk terus waspada, terus meningkatkan kemampuan dalam mengelola perekonomian dan bisnis, serta selalu melihat peluang di tengah krisis sebagai antisipasi kita ketika memasuki fase pemulihan ekonomi kelak.
Lantas sekarang pertanyaannya adalah bagaimana kondisi kita saat ini dan bagaimana kita memandang perekonomian dan bisnis di Indonesia ke depan?
Tentu saja semua pandangan kita semua dengan prasyarat akan menurunnya kasus pandemi dalam beberapa periode ke depan. Kami memandang saat ini kita mulai memasuki antara fase survival (bertahan) dan recovery (pemulihan). Penemuan vaksin yang jika terbukti ampuh serta distribusinya yang meluas akan menjadi game changer bagi peningkatan rasa confidence (percaya diri) masyarakat serta dunia usaha untuk berekspansi.
Kami mencatat ada berbagai hal positif dari perkembangan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 ini, yaitu: (i) Respons kebijakan Fiskal dan Moneter yang sangat baik dari Pemerintah dan Otoritas Fiskal, Moneter, dan Perbankan melalui berbagai stimulus kepada perekonomian, sektor riil dan perbankan; (ii) Disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang menunjukkan komitmen Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi di Indonesia yang lebih baik serta sebagai bagian dari reformasi struktural yang konsisten dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi sejak periode pertama dengan pembangunan hard infrastructure-nya; (iii) Perbaikan dari harga-harga komoditas utama Indonesia seperti CPO, batubara dan karet yang bisa mendorong perekonomian pada beberapa wilayah di Indonesia penghasil komoditas tersebut.
Anda optimis bahwa perekonomian Indonesia akan mampu melewati Pandemi ini dengan berbagai catatan poisitif dari reaksi kebijakan di atas?
Dengan berbagai perkembangan tadi, kami meyakini bahwa perekonomian Indonesia akan mampu melewati Pandemi ini dengan pemulihan yang mungkin bisa kita lihat pada kuartal ke dua tahun 2021. Kami memperkirakan pada kuartal I tahun 2021 perekonomian Indonesia sudah bisa balik kembali tumbuh positif, sehingga secara full year akan dapat tumbuh sebesar 4,4 persen. Tentu saja kami berharap akan implementasi protokol kesehatan yang selalu dijalankan dengan ketat untuk mendukung skenario pertumbuhan ekonomi kami tersebut. Pemulihan dan penanganan kesehatan merupakan hal yang utama agar ekonomi dan bisnis dapat berjalan seperti sedia kala.
Bagaimana catatan Anda tentang dampak pandpak pandemic ke perbankan sejauh ini?
Dari sisi perbankan, sama dengan gambaran ekonomi makronya, beberapa indikator kinerja memang terdampak signifikan. Namun secara keseluruhan, Perbankan di Indonesia masih kuat dan dapat menghadapi tekanan krisis karena Covid-19 ini.
Kontraksi ekonomi turut tercermin pada perlambatan kredit pada berbagai sektor seperti industri pengolahan, pertanian, konstruksi, dan perdagangan. Saat ini kredit ke sektor industri pengolahan dan perdagangan menyumbangkan sekitar 50 persen dari total kredit. Sehingga tidak mengherankan jika kita meliihat pada tahun ini permintaan akan kredit jauh lebih lambat dibandingkan tahun lalu.
Sejalan dengan lemahnya permintaan domestik tersebut, pertumbuhan kredit perbankan terkontraksi sebesar -1.4 persen di bulan November 2020. Kami perkirakan pertumbuhan kredit tahun 2020 ini mungkin akan berkisar di antara -1 persen hingga 0 persen. Pertumbuhan kredit positif mungkin baru terlihat di tahun 2021 yang kami perkirakan maksimal berada di 5 persen.
Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih tinggi, mencapai sebesar 11.6 persen, sejalan dengan sikap hati-hati dari pemilik dana maupun pelaku bisnis dalam melakukan ekspansi usaha. Penyumbang terbesarnya adalah dari kategori nasabah dengan nominal di atas Rp. 5 Miliar.
Sisi positifnya, kondisi likuiditas perbankan memang masih terjaga dengan baik ke depannya, ditopang oleh kebijakan penurunan suku bunga dan Quantitative Easing Bank Indonesia.
Sementara itu bagi perbankan, kualitas aset juga menjadi perhatian. Kebijakan restrukturisasi kredit serta pelonggaran penilaian kualitas kredit oleh pemerintah dan OJK sementara ini masih membantu terjaganya rasio NPL di bawah 5 persen. Di bulan Oktober, rasio NPL masih terjaga pada 3.15 persen. Secara umum kondisi perbankan Indonesia masih cukup kuat dengan rasio kecukupan modal yang tetap tinggi pada 23.7 persen di bulan Oktober.
Prospek dan kinerja perbankan diperkirakan relatif lebih baik pada tahun 2021. Permintaan terhadap kredit diperkirakan akan melewati masa terendahnya pada tahun ini sejalan dengan mulai bergeraknya sebagian aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 akan dapat membantu dan mendukung proses pemulihan pada sektor UMKM.
Bisa diceritakan juga bagaimana strategi Bank Mandiri dalam menghadapi pandemi ini?
Dari sisi Bank Mandiri, kinerja dan neraca perusahaan masih cukup kuat di tengah pandemi. Hingga September 2020, pertumbuhan kredit meningkat sebesar 3.8 persen yoy, di atas pertumbuhan industri. Rasio NPL juga masih cukup terjaga pada 3.33 persen yoy. Kondisi likuiditas terjaga dengan baik dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang cukup tinggi mencapai 14.9 persen yoy.
Selain itu, Bank Mandiri juga turut berpartisipasi aktif dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hingga September, penyaluran kredit dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah mencapai Rp 42,6 triliun. Bank Mandiri juga telah melakukan restrukturisasi kredit yang mencapai Rp 116,4 triliun untuk menjaga keberlangsungan usaha para debitur.
Selain dukungan kepada perekonomian, Bank Mandiri juga sangat menjaga tingkat kesehatan agar selalu lincah meskipun di tengah tantangan ekonomi yang cukup berat.
Lalu apa yang menjadi fokus utama Bank Mandiri saat ini?
Fokus utama Bank Mandiri saat ini adalah Menjaga Pertumbuhan melalui penyaluran kredit yang selektif, mendukung penyaluran kredit dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta melakukan Restrukturisasi pada debitur yang terdampak pandemi Covid-19. Kedua adalah Akselerasi Layanan Digital untuk mempermudah transaksi nasabah dan meningkatkan kenyamanan layanan perbankan termasuk pembukaan rekening secara online.
Sebagai tambahan, selain fokus pada peningkatan kinerja jangka pendek, Bank Mandiri juga fokus pada sustainabilitas kinerja dalam jangkamenengah-panjang. Program prioritas untuk menjaga sustainabilitas kinerja dalam jangka panjang ini adalah terus membangun kapabilitas digital banking. Misalnya, perbaikan fitur mobile banking, kolaborasi dengan e-commerce, dan otomatisasi proses kredit ritel. Kami yakin peningkatan kapabilitas digital banking Bank Mandiri akan menjadi kunci keberhasilan untuk bisa terus maju dan sukses di masa depan.
Kedepan kami optimis kinerja Bank Mandiri akan terus membaik, didorong oleh pertumbuhan bisnis yang sehat, terus menerapkan prinsip kehati-hatian dan terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
***