JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan IV-2023.
Laporan tersebut memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan atau pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.
Pada periode laporan, kondisi perekonomian global sedikit membaik meski pertumbuhan ekonomi beberapa negara masih terdivergensi. Sejalan dengan kondisi di beberapa negara yang masih cukup resilien, utamanya di AS dan negara emerging markets, IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Januari 2024 memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 dan tahun 2024 tumbuh stabil sebesar 3,1% (yoy).
Ketidakpastian pasar keuangan global pada akhir tahun 2023 juga cenderung mereda, antara lain dipengaruhi oleh kejelasan stance kebijakan moneter bank sentral beberapa negara utama, salah satunya The Fed, untuk mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama (high for longer), sejalan
Di tengah perkembangan global tersebut, pada triwulan IV-2023 ekonomi domestik mampu tumbuh kuat sebesar 5,04 persen (yoy), meningkat dari 4,94 persen (yoy) pada triwulan III-2023, atau tumbuh 5,05 persen (yoy) untuk keseluruhan tahun 2023.
Pertumbuhan didorong oleh konsumsi yang masih cukup solid sejalan momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan persiapan Pemilu 2024. Selain itu, pertumbuhan juga didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur salah satunya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta tumbuhnya pengeluaran pemerintah dan ekspor.
Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi masyarakat juga sejalan dengan pertumbuhan kredit produktif di sektor terkait antara lain perdagangan besar dan eceran; transportasi, pergudangan dan komunikasi; serta penyediaan akomodasi dan makan minum, yang mengalami peningkatan pertumbuhan secara yoy pada Desember 2023 masing-masing sebesar 9,12 persen, 19,28 persen, dan 5,80 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,13 persen, 2,22 persen, dan 2,38 persen.
Indikator Perbankan
Ekonomi domestik yang relatif kuat juga terekam pada indikator perbankan sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik yaitu sebesar 10,38 persen (yoy) meskipun melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya (11,35 persen, yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut turut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat keyakinan (optimisme) konsumen.
Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 3,73 persen (yoy) meskipun jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 9,01 persen (yoy) yang antara lain dipengaruhi oleh high based effect pertumbuhan DPK pada akhir 2022.
Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 127,07 persen dan 28,73 persen, masih jauh di atas threshold. Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,65 persen yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA). Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,19 persen dan 0,71 persen.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik dengan kredit/pembiayaan dan DPK masih tumbuh tinggi meski relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga cukup kuat dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 29,98 persen dan 23,21 persen.
Taksonomi Keuangan Berkelanjutan
Pada periode laporan ini, OJK juga meluncurkan penyempurnaan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) dan panduan Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS).
Sebagai negara produsen, Indonesia masih sangat mengandalkan penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara dan gas alam untuk berbagai kegiatan industri yang menunjang perekonomian nasional seperti manufaktur, pertambangan, dan pertanian.
Dalam memastikan pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat dan berkelanjutan, Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam menyongsong pembangunan berkelanjutan melalui berbagai strategi maupun kebijakan.
Dalam hal penguatan regulasi, pada periode laporan, OJK telah menerbitkan delapan ketentuan perbankan berupa tiga Peraturan OJK dan lima Surat Edaran OJK. Tiga Peraturan OJK dimaksud merupakan pelaksanaan amanah Undang-Undang P2SK untuk mendorong dan memperkuat layanan digital Perbankan, SDM BPR dan BPRS serta penguatan pengawasan pada BPR dan BPRS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae menyampaikan, OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik, yang disertai dengan kebijakan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehatihatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif termasuk pemanfaatan teknologi informasi dalam memaksimalkan layanan perbankan, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.***