JAKARTA, Stabilitas.id – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menerima audiensi Asosiasi Pengusaha Logistic E-Commerce (APLE) dan Asosiasi Logistik Digital Economy Indonesia (ALDEI) dan mendapati laporan produk impor yang diduga ilegal masuk ke lokapasar yang beroperasi di Indonesia.
Pertemuan tersebut dilakukan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki, dan Ketua Asosiasi APLE, Sonny Harsono, yang dilakukan di kantor KemenKopUKM, Jakarta, pada Rabu (20/9/23).
Sonny mengatakan, saat ini marak ditemukan banyak barang-barang impor yang diperjualbelikan dengan sangat murah di platform marketplace lokal maupun di socio-commerce yang dapat dipastikan barang tersebut bukanlah barang crossborder.
BERITA TERKAIT
“Dari ongkos logistik saja sudah di atas biaya minimum pengiriman secara airfreight (udara), maka dapat dipastikan barang-barang yang dijual dengan harga murah, diimpor dengan cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan/tidak resmi/under invoicing,” ungkap Sonny Harsono.
Lemahnya pengawasan dan tidak adanya sistem kontrol dari otoritas perdagangan dan fiskal menjadi salah satu faktor banyaknya produk impor ilegal masuk ke pasar dalam negeri. Hal tersebut dapat membunuh produk dalam negeri.
“Banyak barang masuk secara ilegal dari jalur laut dengan ongkos kirim cukup murah berkisar 500 dolar AS per 1 kontainer atau setara dengan 0,001 dolar AS per barang. Padahal jika menggunakan jalur resmi dikenakan ongkos kirim mencapai 6 – 8 dolar AS per kilogram,” jelasnya.
Sehubungan denga hal tersebut, Ketua ALDEI, Imam S. mengatakan, dugaan impor ilegal bisa mematikan UKM dalam negeri. Hal itu bisa dilihat dari banyak biaya yang dipangkas secara tidak resmi sehingga harga pun bisa jauh lebih murah.
“Setiap barang impor tentu harus ada historikal perizinan atau perizinan impornya, yang kedua perizinan menjual impornya dan dokumentasi harus jelas,” ungkap Imam.
Imam juga menambahkan, dari sisi logistik, saat ini persaingan perusahaan logistik cukup berat, dimana sektor logistik 70 persen dikuasai asing, dan sisanya 30 persen lokal.
“Kondisi persaingan logistik saat ini bisa dibilang sudah sampai tahap predatory pricing dan unfair competition, dimana pemilihan jasa tidak lagi ditentukan oleh buyer dan seller tetapi ditentukan oleh platform e-commerce,” jelas Imam.
Untuk itu, Asosiasi APLE dan ALDEI memberikan lima rekomendasi terkait permasalahan terkait dugaan banyaknya produk impor ilegal.
Rekomendasi pertama, pemerintah harus melakukan pengawasan bersama ke setiap platform e-commerce yang menjual barang murah dan mengecek barang yang dijual apakah sudah sesuai dokumen kepabeanan atau belum.
Rekomendasi kedua, mendorong platform e-commerce untuk mewajibkan barang impor disertai dokumen izin impor sebelum dijual.
Rekomendasi ketiga, produk crossborder dari produsen luar negeri ke konsumen di dalam negeri di bawah harga 100 dolar AS dilarang masuk ke Indonesia.
Rekomendasi keempat, mewajibkan platform e-commerce dalam negeri dan luar negeri untuk mengutamakan dan tidak mendiskriminasi produk Indonesia.
Rekomendasi kelima, Penyedia platform e-commerce dilarang menjual produk miliknya sendiri, kecuali produk tersebut hasil agregasi UMKM dan dibuktikan dengan NIB.
Di kesempatan sebelumnya, dalam kunjunganya ke Pasar Tanah Abang beberapa hari lalu, MenKopUKM menegaskan, perlu ada aturan mengenai arus barang masuk dan memastikan barang-barang yang masuk ke Indonesia ini ilegal atau tidak.
“Lalu kita harus mencari jawaban, apakah kita yang terlalu rendah menetapkan tarif biaya masuk, atau apa terlalu longgar aturannya yang berlaku untuk setiap produk yang masuk,” ungkap MenKopUKM.
Ia mengatakan, pihaknya akan melihat kembali perlunya pengaturan untuk platform digital baik di tingkat domestik atau yang berasal dari luar negeri.
“Perlu diatur apakah barang yang dijual sudah disertai dokumen yang legal atau tidak. Seperti SNI, izin halalnya, atau izin lainnya. Sehingga kita bisa mencegah penjualan produk online yang berpotensi memukul produk dalam negeri,” tutup Menteri Teten.***