JAKARTA, Stabilitas.id – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menkopolhukam) Mahfud MD sepakat mengawal proses kasasi ke Mahkamah Agung yang akan digulirkan Kejaksaan Agung terkait kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (KSP Indosurya).
Hal tersebut disampaikan MenKopUKM, Teten Masduki, pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Bedah Kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (7/3/23).
Ia juga merespons bebasnya terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan KSP Indosurya Henry Surya (HS). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menilai bahwa terdakwa HS tidak bersalah atas tindak pidana penipuan dan penggelapan dana nasabah KSP Indosurya.
“Oleh karena itu, kami bersama Menkopolhukam berharap Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) tetap menjalankan proses kasasi. Kita akan kawal bersama-sama,” ungkap MenKopUKM.
Di acara yang juga dihadiri Jampidum Fadil Zumhana, Menteri Teten berkeyakinan pihak Jampidum memiliki kekuatan data untuk melakukan proses kasasi. Bahkan, dari PPATK juga sudah lengkap terkait data penggelapan yang dilakukan KSP Indosurya.
“Tinggal bagaimana menyinergikan proses pemidanaan dengan pemenuhan kewajiban terhadap anggota,” ungkap MenkopUKM.
MenKopUKM kembali menekankan tugas utama pemerintah adalah mengembalikan uang anggota yang sudah digelapkan.
“Proses PKPU yang selama ini kita kawal lewat Satgas, itu tidak bisa efektif, karena aset dan uang anggota di koperasi sudah tidak ada,” kata Menteri Teten.
Jadi, PKPU tidak bisa dijalankan karena asetnya sudah tidak ada dan tidak ada pemidanaan kalau PKPU tidak dijalankan. Menurutnya, proses pemidanaan ini sebagai salah satu jalan untuk menarik kembali aset-aset milik anggota.
MenkopUKM mengakui, proses persidangan kasus Indosurya ini lebih berat ke UU Perkoperasian karena di situlah titik lemah dalam pengawasan koperasi.
“Indosurya sadar betul, mereka mendirikan koperasi karena kita lemah dalam mengawasi. Jadi, Indosurya menghindar dari pengawasan OJK yang powerfull. Maka, UU Perkoperasian akan kita revisi,” lanjut Menteri Teten.
Dalam kesempatan yang sama, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan pihaknya akan melawan dengan kasasi untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa pemerintah tidak main-main mengatasi kasus KSP Indosurya.
“Kita ini sudah bekerja mati-matian berusaha membuktikan dengan berbagai logika tentang kasus Indosurya. Indosurya itu seakan menjadi bank, padahal bukan bank. Mereka juga punya usaha sekuritas, lalu dimasukkan ke koperasi, kemudian disalahgunakan,” ungkap Mahfud MD.
Ranah Pidana
Salah satu narasumber FGD, Prof Amir Ilyas dari Universitas Hasanuddin, menyebutkan bahwa untuk menjerat kedua tahanan, sepatutnya dilihat pada keadaan yang menunjukkan tujuan dan maksud atas fakta-fakta didirikannya KSP Indosurya Cipta.
“Di situ terletak sarana mens rea dan actus reus-nya, sehingga terwujud sebagai perbuatan pidana berdasarkan Pasal 46 ayat 1 UU Perbankan,” ungkap Prof Amir.
Prof Amir menyarankan, seharusnya dalam putusan kasasi kepada kedua tuduhan terbukti perbuatannya berdasarkan Pasal 46 ayat 1 UU Perbankan.
Lebih lanjut, revisi UU Perkoperasian, selain perlu mengatur mengenai peran pemerintah, juga harus mengatur mengenai regulasi terkait atau lembaga yang sejenis dengan OJK untuk melakukan pengawasan secara berkelanjutan atas kegiatan usaha perkreditan koperasi.
“Juga perlu dibentuk bab tindak pidana dalam UU Perkoperasian, terutama untuk mengkriminalisasi pendiri koperasi yang mengambil keuntungan dari modal atau harta kekayaan koperasi yang bertentangan dengan tata kelola dan syarat pembagian sisa hasil usaha dan keuntungan koperasi,” ucap Prof Amir.
Sementara Prof Sulistiowati dari UGM menyatakan bahwa KSP Indosurya dibentuk dan didirikan secara manipulatif dan diusahakan secara melawan hukum yang berakibat merugikan kepentingan anggotanya.
“Usaha KSP Indosurya yang dikendalikan melalui HS sebagai pemilik manfaat tidak masuk ranah perdata, melainkan ranah pidana,” kata Prof Sulis.
Sedangkan Dr Siti Anisah dari UII Yogyakarta menyatakan, dengan membentuk tim atau memperluas unsur dan tugas Gugus Tugas yang ada, diharapkan penyelesaian harta pailit dapat mengembalikan hak-hak yang seharusnya diperoleh kreditur dalam kasus-kasus besar seperti KSP Indosurya.
Namun, Siti mengatakan perlu diperhatikan bahwa kepailitan hanyalah salah satu aspek penyelesaian masalah dalam kasus seperti KSP Indosurya dan penanganan gejala yang ada.
“Untuk mencegah terjadinya gejala tersebut, tentunya diperlukan langkah dan sistem pencegahan yang lebih mendasar, berbeda dengan PKPU dan kepailitan yang sifatnya mengembalikan hak-hak kreditur sebesar-besarnya setelah terjadi kegagalan,” kata Siti.***