Oleh DR Siti Sundari*
KASUS fraud yang terjadi pada Citibank dan melibatkan pegawainya sendiri, Malinda Dee (MD) yang pada saat itu menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan, memang mengagetkan. Citibank selama ini dikenal sebagai bank asing yang cukup ketat dan telah menelurkan bankir-bankir ternama.
Kasus MD ini terungkap pada Januari 2011 setelah seorang nasabah yang kebetulan oknum perwira tinggi Kepolisian melaporkan ke pimpinan Citibank lantaran simpanan Citigold-nya telah dijebol yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Setelah ditelusuri, perwira polisi tersebut adalah nasabah MD.
Selanjutnya bagian pengawasan Citibank melakukan investigasi dan menemukan bahwa nasabah yang dibobol mencapai ratusan nasabah dengan jumlah mencapai Rp90 miliar. Menurut sumber di Direktorat Pengawasan BI aksi MD bukan dilakukan sejak 3 tahun belakangan tetapi sudah jauh sebelumnya. Sumber tersebut menduga MD berani seperti itu karena tahu dana beberapa nasabahnya didapat dari cara-cara yang tidak halal. Bahkan ada nasabah yang membuat rekening atas nama MD. (Majalah Tempo, Edisi 4-11 April 2011, hal. 79-80)
BERITA TERKAIT
Apabila informasi tersebut benar, maka MD sebagai pejabat bank dan Citibank dapat dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya Pasal 4, Pasal 5 Pasal 6, Pasal 18 dan Pasal 18, Pedoman PPATK tahun 2003, Keputusan Kepala PPATK tahun 2008 serta Peraturan BI No.11/28/PBI/2009 tentang Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme, khususnya penerapan Know Your Customer Principle (Prinsip Mengenal Nasabah) dan Customer Due Dilligence (CDD) dengan sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam UU tersebut maupun sanksi administratif yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut.
Bagi perbankan masalah ini cukup serius karena Citibank dapat dituduh telah menerima uang hasil kejahatan mengingat tidak melakukan CDD terhadap calon atau existing nasabah. Hal itu dapat berakibat timbulnya risiko reputasi yang dapat meruntuhkan nama besar Citibank di seluruh dunia. Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank (PBI No.5/8/PBI/2003).
Nah, jika pada tulisan sebelumnya di Majalah Stabilitas Perbankan (Edisi Mei 2011), telah dikupas lingkup bank fraud ini. Dalam tulisan berikut ini, akan diungkap apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara mencegah serta menanggulangi agar kasus bank fraud tidak terulang kembali di kemudian hari. Pada dasarnya pencegahan bank fraud dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, Penerapan Peraturan Undang-Undang. Kedua, Kebijakan Manajemen Bank.
Penerapan Peraturan
Sejatinya, Indonesia telah memiliki sejumlah peraturan yang dapat mencegah kasus MD terjadi. Ambil contoh, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 dan PBI No.8/14/PBI/2006 yang jelas tertuang mengenai kewajiban penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) bagi perbankan Tanah Air. Jika prinsip GCG dalam PBI tersebut, terutama prinsip transparency, accountability, dan responsibility diterapkan dalam setiap pengelolaan dana nasabah maka kasus MD mustahil terjadi
Di samping PBI GCG, untuk mencegah terjadinya bank fraud, BI juga menetapkan PBI No. 11/2/PBI/2011 tentang Pelaksanaan Direktur Kepatuhan Bank Umum yang mewajibkan bank untuk menerapkan fungsi kepatuhan, yaitu serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat preventif untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan BI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alhasil, efektifitas fungsi direktur kepatuhan Citibank pun jadi pertanyaan, mengapa sampai muncul kasus MD.
PBI juga secara gamblang memuat aturan untuk melindungi kepentingan nasabah melalui pentingnya pengendalian risiko serta transparansi informasi produk atau aktivitas bank. Aturan ini ada dalam PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang diubah dengan PBI No.11/25/PBI/2009 menetapkan beberapa jenis risiko yang perlu diwaspadai, antara lain, risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, hukum, reputasi dan stratejik.
Ditinjau dari beberapa risiko tersebut di atas maka kasus MD tergolong risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank (PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko b agi Bank Umum – Pasal 4 dan Penjelasannya). Artinya, kasus MD terjadi karena tidak berfungsinya proses internal.
Di samping itu terjadinya risiko operasional dalam private banking seharusnya sudah ditengarai oleh Unit Manajemen Risiko dan dapat dicegah oleh direktur/unit kepatuhan Citibank. Sehubungan dengan hal dimaksud maka Citibank harus menetapkan SOP tentang pengelolaan produk private banking-nya sekaligus mengidentifikasi seluruh risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru bank. Demikian pula halnya Sistem Pengendalian Intern Citibank harus mampu mengidentifikasi dan menangani jenis dan tingkat risiko pada produk-produk private banking.
Untuk membantu manajemen bank khususnya direksi bank dan komisaris bank dalam melakukan pengawasan intern bank, maka dilakukan pengendalian intern yang antara lain bertujuan untuk mengamankan harta kekayaan bank juga meliputi aspek-aspek yang mampu menjamin keamanan dana yang disimpan oleh masyarakat dan pihak ketiga lainnya.
Kebijakan Manajemen Bank
Pendekatan kedua untuk mencegah terjadinya kejahatan perbankan dapat dilakukan dengan Kebijakan Manajemen bank. Menurut Lester A. Pratt dalam Bank Frauds Their Detection and Prevention kebijakan ini dapat dilakukan melalui langkah berikut:
Pertama, Kebijakan Personalia. Kebijakan ini meliputi peraturan seleksi, pelatihan, promosi dan penggajian dari pegawai dan pejabat bank. Program dimaksud harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah kejahatan. Peraturan tentang promosi pegawai harus menempatkan dan keahlian seseorang di atas senioritas. Penggajian pejabat dan pegawai bank harus seiring dengan meningkatnya pendapatan dan pertumbuhan institusi sesuai dengan kompetensi serta partisipasi seorang pegawai atau pejabat dalam jabatannya untuk mendukung kesuksesan bank.
Mengutip pendapat Hugh McCulloch (Menkeu AS era Abraham Lincoln,1863), seharusnya kasus MD dapat dicegah. Pencegahan itu dapat dilakukan jika, pertama, manajemen Citibank mengamati gaya hidup dan tindak tanduk MD. Jika gaya hidupnya melampaui pendapatannya harus diklarifikasi dan diinvestigasi asal usul sumber pendapatan lainnya apakah terkait jabatannya atau tidak. Kedua, jika hasil investigasi ada kecurigaan maka harus segera diambil tindakan tertentu yang dapat mencegah akibat dari perbuatan tersebut lebih meluas.
Bahkan dengan keras Hugh mengatakan pemborosan oleh pegawai bank dapat mengarah pada perbuatan kejahatan, sehingga pegawai bank yang boros walaupun jujur tetap harus dipecat.
McCulloch juga mengatakan bahwa pegawai bank harus mendapat gaji yang cukup sehingga dapat hidup layak dan tidak tergoda melakukan pencurian dana nasabah atau dana bank.
Kedua, Kebijakan Pengawasan. Kebijakan tentang fungsi pengawasan menetapkan cara yang aman dan lazim dalam setiap kegiatan usaha bank untuk mencapai tujuan organisasi, baik pengawasan melekat sejara berjenjang, audit intern, Direktur/Unit Kepatuhan dan Unit Manajemen Risiko. Hal yang penting dalam pengawasan adalah penilaian atas efisiensi, ekonomis dan keamanan dalam setiap fungsi departemen.
Ketiga, Tanggung Jawab Direksi. Setidaknya ada lima tanggung jawab yang wajib diemban direksi dalam rangka mencegah terjadinya bank fraud, yaitu:
(1) Direksi bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan bank dan memastikan usaha bank berjalan dengan baik.
(2) Direksi bank bukan penjamin atas kebenaran dan kelakuan yang patut dari pejabat eksekutifnya, namun mereka harus melakukan pengawasan terhadap tindak-tanduk eksekutif banknya dengan seksama.
(3) Direksi harus menaruh perhatian terhadap penerapan prinsip kehati-hatian dalam setiap kegiatan usaha bank.
(4) Direksi bank harus mengetahui setiap fakta yang mencurigakan, sehingga harus menempatkan orang yang dapat dipercaya.sebagai pengawas.
(5) Direksi tidak diharapkan memantau kegiatan rutin perbankan setiap hari, tetapi mereka harus mempunyai pengetahuan pelaksanaan kegiatan usaha bank pada umumnya, dan memberikan arahan kepada hal-hal yang penting
Penanggulangan Bank Fraud
Dalam hal terjadi bank fraud atau tindak pidana di bidang perbankan maka bank harus melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, melakukan investigasi yaitu memeriksa bank fraud baik oleh tim intern maupun berkerja sama dengan tim investigasi ekstern sesuai dengan standar investigasi yang ditetapkan; Kedua, melaporkan kepada otoritas perbankan agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan Ketiga, melaporkan kepada penegak hukum (Kepolisian) untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.
Sementara, peran BI selaku otoritas perbankan melakukan pengawasan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan dan berdasarkan risiko, yaitu pengawasan/pemeriksaan yang difokuskan pada risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank .serta sistem pengendalian risiko,.sehingga dapat melakukan pencegahan permasalahan yang potensial timbul di bank. Dengan pengawasan ini BI dapat mendeteksi risiko operasional dari Citigold (private banking).
Pengawasan BI juga dapat dilakukan dengan cara pengawasan tidak langsung, antara lain melalui laporan berkala yang disampaikan bank dan pengawasan langsung yang bertujuan untuk (1) mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank, dan (2) memantau tingkat kepatuhan dan praktek-praktek yang tidak sehat yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.
Last but not least adalah pengawasan oleh manajemen bank untuk mencegah terjadinya kejahatan bank. Langkah terpenting dalam manajemen bank yang baik terdiri dari penetapan kebijakan kegiatan usaha perbankan yang sehat oleh direksi, membentuk organisasi untuk melaksanakan kebijakan tersebut dan mengawasi pelaksanaan operasional perbankan melalui pengawasan melekat berjenjang, audit intern, unit kepatuhan dan unit manajemen risiko. SP
*) Pengamat Perbankan, Ketua Indonesia Banking School