BERITA TERKAIT
Bank-bank di Indonesia seringkali diperingkat berdasarkan jumlah asetnya, dan hal itu membuat bank akan berusaha meningkatkan atau setidaknya mempertahankan jumlah asetnya. Strategi meningkatkan aset bisa dengan meningkatkan kinerja, namun hal itu tentu membutuhkan waktu yang cukup lama sementara bank membutuhkan laporan keuangan atau laporan kinerja yang ‘selalu bagus’ setiap tahun. Oleh karena itu hampir menjelang setiap akhir tahun bank akan berusaha merekayasa agar ‘sementara waktu’ di akhir tahun jumlah aset kelihatan besar. Praktik rekayasa seperti inilah yang dimaksud dengan window dressing, dalam tulisan ini.
Praktik memoles laporan keuangan dinilai lebih banyak dilakukan oleh bank-bank yang asetnya masuk sepuluh besar, untuk mempertahankan posisi mereka tentu saja. Praktik yang lazim dilakukan biasanya adalah dilakukan dengan mendongkrak dana pihak ketiga (DPK) berupa giro, tabungan, atau deposito sementara waktu untuk melewati akhir tahun.
Bank Indonesia secara periodik juga merilis peringkat bank berdasarkan jumlah asetnya, dan sepuluh bank dengan jumlah aset terbesar biasanya akan menjadi sorotan media. Penelitian di luar negeri, menunjukkan bahwa bank-bank tertentu melakukan berbagai transaksi yang akan menaikkan jumlah aset di neracanya pada akhir tahun. (Yang dan Shaffer, 2009). Peningkatan aset pada akhir tahun kelihatan jauh lebih tinggi dari pada peningkatan aset bulan-bulan sebelumnya di sepanjang tahun. Kedua peneliti itu menduga hal itu diakibatkan oleh praktik window dressing.
Dalam penelitian ini kami menguji apakah peningkatan aset perbankan dari bulan November ke Desember berbeda secara signifikan dibanding rata-rata peningkatan aset pada bulan-bulan lain. Peningkatan aset di akhir tahun secara berlebihan dianggap sebagai indikasi praktik window dressing. Selain itu, diduga pula bahwa bank-bank bersedia membayar lebih kepada pemilik dana untuk meningkatkan aset di akhir tahun, sehingga diduga cost of fund (COF) pada bulan Desember lebih tinggi dibanding COF rata-rata pada pada buklan-bulan lain.
Peningkatan dana pada hari-hari terakhir di bulan Desember, diduga akan lebih mudah didapat dengan menghimpun dana-dana besar dari perusahaan atau institusi, dibanding dana kecil-kecil dari nasabah individual. Oleh karena itu, peningkatan dana dalam rangka window dressing diduga lebih banyak didapat dari giro dan deposito, bukan dari tabungan yang kebanyakan berasal dari nasabah perorangan.
Metodologi dan Data Penelitian.
Bank-bank besar yang masuk dalam peringkat sepuluh besar diduga lebih termotivasi untuk melakukan window dressing, dibanding bank-bank yang tidak termasuk dalam kelompok sepuluh besar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kami memilih sepuluh bank sebagai sampel penelitian, yaitu Kelompok Bank 5 Besar, yaitu lima bank berperingkat satu sampai lima dalam sepuluh besar (Mandiri, BRI, BCA, BNI, dan CIMB Niaga) dan Kelompok Bank Non 10 Besar, yaitu lima bank lain yang tidak termasuk dalam sepuluh besar yang dipilih secara acak, yang kebetulan terpilih adalah bank-bank Commonwealth, BJB, Mega, OCBC NISP, dan National NOBU.
Kami menggunakan data dari laporan keuangan selama 6 tahun yaitu tahun 2006 sampai dengan 2011. Kami mengajukan empat hipotesis untuk kedua kelompok bank di atas, dan mengujinya dengan data dari laporan keuangan sepuluh bank tersebut. Hipotesis yang diajukan dan hasil pengujiannya secara statistik adalah sebagai berikut:
Seperti tampak pada tabel di atas (Tabel 1), hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa, untuk bank lima besar, peningkatan aset pada bulan Desember lebih besar secara sigifikan dibanding peningkatan aset rata-rata pada bulan-bulan lain. Hal itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar. Berdasarkan data itu, kami menyimpulkan bahwa bank-bank lima besar berusaha meningkatkan asetnya pada akhir tahun, sedangkan bank-bank non sepuluh besar tidak berusaha melakukannya.
Dan dari data yang berhasil dihimpun hasil penghitungannya ada pada tabel 2.
Tabel 2 di atas adalah hasil pengujian statistik terhadap Hipotesis 2, yang menunjukkan bahwa pada bank-bank lima besar, kenaikan DPK di bulan Desember berbeda secara signifikan dibanding rata-rata kenaikan DPK pada bulan-bulan lain. Lonjakan kenaikan DPK akhir tahun seperti itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar.
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap komponen-komponen DPK, yaitu giro, deposito dan tabungan. Pengujian terhadap giro dan deposito menunjukkan gejala yang sama, yaitu pada akhir tahun terjadi lonjakan peningkatan giro dan deposito pada bank-bank lima besar, dan lonjakan seperti itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar. Hal yang berbeda terjadi pada komponen tabungan, karena lonjakan tabungan akhir tahun ternyata terjadi pada kelompok bank lima besar maupun bank-bank non sepuluh besar. Kami menyimpulkan bahwa bank-bank lima besar berusaha meningkatkan jumlah asetnya pada akhir tahun dengan mencari dana yang berupa giro dan deposito dan bukan melalui peningkatan dana tabungan karena lonjakannya terjadi pada kedua kelompok bank.
Pengujian hipotesa 3 di atas (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada akhir tahun, di bank-bak lima besar terjadi peningkatan cost of fund, sedangkan di bank sepuluh besar peningkatan seperti itu tidak terjadi. Kami menyimpulkan bahwa bank-bank besar bersedia membayar lebih mahal kepaada pemilik dana untuk meningkatkan asetnya pada akhir tahun.
Tabel di atas (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada awal tahun selalu terjadi penurunan jumlah aset, DPK, giro, deposito dan tabungan yang signifikan pada bank-bank lima besar. Penurunan seperti itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar. Mengamati pola kenaikan dan penurunan aset dan DPK seperti itu kami menyimpulkan bahwa kenaikan aset dan DPK pada akhir tahun yang terjadi pada bank-bank lima besar hanya bersifat sementara. Pola kenaikan dan penurunan seperti itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar yang kami duga tidak mempunyai motivasi untuk melakukan window dressing.
Kesimpulan
Penelitian ini mencoba membuktikan adanya indikasi praktik window dressing oleh bank-bank yang diduga memiliki motivasi untuk melakukannya. Dalam penelitian ini, window dressing sebagai sebuah konsep dicoba didekati dengan sebuah proxy, yaitu selisih antara kenaikan aset bank pada akhir tahun (dari bulan November ke Desember) dengan kenaikan aset rata-rata pada bulan-bulan lain. Bila proxy tersebut bisa merepresentasikan konsep window dressing, maka tampak bahwa bank-bank lima besar cenderung lebih termotivasi untuk melakukan window dressing, dibanding bank-bank di luar kelompok sepuluh besar.
Bila kenaikan aset pada akhir tahun tersebut merupakan praktik window dressing, maka diduga kenaikan itu hanya bersifat sementara, dan oleh karena itu akan terjadi penurunan kembali pada awal tahun berikutnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan aset di awal tahun terjadi pada bank lima besar dan tidak terjadi pada bank di luar kelompok itu.
Terlepas dari ketepatan proxy yang digunakan dalam merepresentasikan konsep window dressing, penelitian ini menunjukkan bahwa:
Terjadi peningkatan aset pada akhir tahun, pada bank lima besar, yang besarnya di atas rata-rata peningkatan aset pada buklan-bulan lain. Kenaikan tersebut terjadi juga pada bank-bank non sepuluh besar, tapi peningkatannya tidak signifikan bedannya dibanding peningkatan aset rata-rata pada buklan-bulan lain.
Peristiwa kenaikan akhir tahun seperti di atas terjadi juga untuk DPK, yaitu giro, tabungan dan deposito, pada bank-bank lima besar, sedangkan pada bank-bank di luar kelompok itu hanya terjadi kenaikan tabungan. Karena peningkatan tabungan di akhir tahun terjadi pada kedua kelompok bank, kemungkinan hal itu disebabkan oleh faktor eksternal yang memang mendorong meningkatnya tabungan di akhir tahun pada semua bank.
Terjadi peningkatan cost of fund di akhir tahun pada bank lima besar yang tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar.
Pada bank-bank lima besar terjadi pembalikan, yaitu aset dan DPK yang naik di akhir tahun turun kembali di awal tahun berikutnya. Peristiwa itu tidak terjadi pada bank-bank non sepuluh besar.
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, proxy yang digunakan untuk mengindikasikan praktik window dressing hanya didasarkan pada data sekunder yaitu dari laporan keuangan. Proxy itu bisa diperkuat dengan data primer, misalnya dengan mewawancarai para praktisi yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan dan kegiatan penghimpunan dana di bank, untuk mengungkapkan apakah memang ada usaha-usaha bank untuk meningkatkan aset sementara waktu pada akhir tahun. Kedua, sampel yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat terbatas, yaitu bank lima besar dan lima bank non sepuluh besar. Perluasan sampel, khususnya untuk bank-bank non sepuluh besar bisa dilakakukan untuk lebih meyakinkan kesimpulan penelitian. Ketiga, penelitian ini ingin mengumgkapkan indikasi praktik window dressing pada akhir tahun. Beberapa penelitian di luar negeri, menunjukkan bahwa praktik window dressing juga terindikasi pada setiap akhir triwulan. (Kotomin dan Winters, 2006). Penelitian seperti itu layak dilakukan, mengingat bank-bank di Indonesia diwajibkan membuat laporan publikasi di media massa setiap akhir triwulan.