JAKARTA, Stabilitas – Salah satu think tank ekonomi Orba Baru yang juga mantan Menteri Keuangan era Presiden Soeharto, Johannes Baptista (JB) Sumarlin wafat pada hari Kamis (6/2/2020) kemarin, pukul 14.15 WIB di RS Carolus, Jakarta.
JB Sumarlin merupakan salah satu tokoh ekonomi yang melakukan gebrakan hebat dalam mendongkrak ekonomi Indonesia di era Orde Baru. Atas prestasinya, pria kelahiran Blitar 7 Desember 1932 itu pernah diganjar penghargaan terbaik dunia dari majalah Euromoney. Penghargaan itu diberikan di sela acara the Annual Meetings of World Bank-IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 1989 silam.
Sumarlin menempuh pendidikan sarjana ekonomi di Universitas Indonesia. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Universitas California Amerika Serikat (AS) untuk meraih gelar Master of Arts (M.A) pada 1960. Gelar doktor Ph.D dia dapatkan dari Universitas Pittsburg AS pada 1968.
Sebelum masuk ke instansi pemerintah, dia pernah bekerja sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan sempat bekerja di sebuah perusahaan industri di Jakarta. Bahkan di masa revolusi fisik berperan serta bergerilya sebagai anggota Palang Merah Indonesia, dan sebagai anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) di Jawa Timur.
Perjalanan karir di Kementerian Keuangan dirintisnya sejak melakukan Gebrakan Sumarlin I pada tahun 1987. Pada saat itu menjabat sebagai Ketua Bappenas dan Menteri Keuangan ad Interim.
Gebrakan Sumarlin I adalah pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mengatasi perekonomian Indonesia yang menghadapi kesulitan.
Gebrakan Sumarlin I berhasil menunjukkan perkembangan yang membaik dengan angka pertumbuhan 5,7 persen melebihi target rata-rata pertumbuhan 5 persen (1988).
Selanjutnya pada Kabinet Pembangunan V, Sumarlin menjabat sebagai Menteri Keuangan. Di sini ia mengambil langkah pengendalian inflasi dan memperkuat struktur perkreditan yakni Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan Perbankan, Paket Maret 1989 dan Paket Januari 1990.
Namun, kebijakan ini justru menghasilkan ekspansi kredit perbankan yang berlebihan dan kurang selektif. Pada 1991, dia kembali mengekang laju inflasi dan berangsur turun menjadi 4,9 persen.
Selama hidup, Sumarlin juga mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adiprana III dan pernah meraih Bintang Grootkuis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia pada 1975.