Mahendwi Dinarani, Staf Divisi Manajemen Strategis LPPI
BERBICARA mengenai manajemen kinerja, maka ada baiknya kita mengetahui sejarah, pengertian dan tujuan dari manajemen kinerja. Istilah kinerja sudah dikenal sejak zaman kekaisaran Dinasti Wei tahun 221-265 Masehi. Kaisar yang berkuasa saat itu mempekerjakan seseorang sebagai “imperial rater”.
Tugas utamanya mencatat semua kegiatan para karyawan rumah tangga kerajaan sekaligus mengevaluasi dan menilai kegiatan tersebut. Kegiatan pencatatan inilah yang dianggap sebagai cikal bakal dari konsep kinerja, penilaian kinerja, dan manajemen kinerja.
Meski sudah dikenal dan dipraktikkan cukup lama, baru sekitar 1950-an, atau pasca Perang Dunia II, isu tentang kinerja, terutama yang terkait dengan masalah penilaian, pengukuran, dan evaluasi, memperoleh perhatian serius. Memasuki tahun 1990an isunya bukan lagi terkait penilaian atau evaluasi kinerja tetapi meluas ke manajemen kinerja.
Bahkan manajemen kinerja dianggap sebagai “kewajiban” bagi para manajer untuk menyelesaikan berbagai persoalan organisasi. Sejak saat itu berbagai konsep dan teori tentang kinerja bersama alat-alat ukurnya mulai dikaji secara intensif dan terus dikembangkan. Sampai akhirnya manajemen kinerja menjadi sebuah bidang kajian tersendiri dengan body of knowledge yang berbeda dengan bidang kajian lainnya.
Dalam kehidupan sosial, ketika dua orang atau lebih berkumpul, bekerja sama atau bekerja bersama, hampir pasti akan mucul saling menilai di antara mereka. Tidak jarang seseorang akan menilai kepribadian, sikap, atau prilaku orang lain.
Sedangkan orang yang lain lagi akan menilai sejawatnya berdasarkan cara mereka bekerja atau bahkan kinerjanya. Penilaian seperti ini merupakan hal biasa. Tetapi penilaian informal seperti ini sering menimbulkan perdebatan dan bahkan konflik karena bersifat subyektif.
Namun begitu, cara penilaian tersebut tidak hanya terjadi pada hubungan yang bersifat informal. Dalam hubungan yang bersifat formal pun cara yang sama sering terjadi. Pada perusahaan kecil misalnya, pemilik yang biasanya bertindak sekaligus sebagai manajer cenderung menilai bawahannya berdasarkan intuisi atau suasana psikologis dan ukuran subyektif.
Jika suasana psikologis pemilik sedang positif boleh jadi semuanya akan menjadi baik. Namun sebaliknya, ketika berbagai masalah sedang datang kepada pemilik secara bersamaan, bukan tidak mungkin semua bawahan juga terkena imbasnya.
Bagi organisasi yang ingin bisnisnya berkembang, penilaian seperti ini tidak bisa dijadikan patokan dan tidak memberi jaminan masa depan organisasi. Agar manajemen kinerja dapat berjalan dengan baik dan hasil penilaiannya bisa dipertanggungjawabkan maka diperlukan sistem penilaian formal.
Proses menciptakan penilaian kinerja yang baik yaitu melibatkan beberapa komponen penting yang salah satunya adalah penetapan indikator kinerja. Indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu yang dapat berupa bentuk kuantitatif dan kualitatif.
Indikator kinerja kuantitatif adalah indikator yang dapat diukur berdasarkan data/jumlah, sementara indikator kinerja kualitatif adalah indikator yang diukur berdasarkan mutu dengan bermacam-macam kelebihan dan kekurangan masing-masing indikator seperti pada tabel di bawah ini.
Jika melihat dari definisi manajemen kinerja yaitu suatu proses sistematis untuk mengelola kinerja karyawan secara efektif dalam mencapai misi dan tujuan organisasi, maka penilaian kinerja haruslah bersifat komprehensif tidak hanya penilaian melalui aspek yang bersifat kuantitatif namun juga harus mempertimbangkan aspek pendukung lainnya seperti proses kerja, SOP dan lainnya.
Selain itu, dengan melihat ilustrasi pemilik/manajer yang yang diharapkan dapat bertanggung jawab untuk tidak hanya menghasilkan kinerja yang baik dalam hal keuangan akan tetapi juga harus memikirkan hal lain yang mendukung performa organisasi lainnya yang dapat mendukung perkembangan kinerja keuangan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, manajemen kinerja jenis apa yang terbaik, kualitatif kah atau kuantitatif? Maka jawabannya adalah kombinasi dari keduannya karena untuk mencapai tujuan organisasi yang berkelanjutan dibutuhkan kolaborasi dari berbagai macam aspek. Aspek-aspek tersebutlah yang menciptakan suatu manajemen kinerja yang baik melalui penetapan indikator kinerja yang tepat.
Namun, perlu digaris bawahi, semua indikator kinerja tersebut terutama yang bersifat kualitatif harus memenuhi unsur SMART: Specific, Measurable (dapat diukur), Attainable (dapat dicapai), Relevant (sesuai dengan kinerja atau hasil yang diukur), Time bound (berjangka waktu tertentu).***