JAKARTA, Stabilitas.id – Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Heru Kristiyana menyampaikan bahwa pengaturan terkait dengan buy now pay later (BNPL) perlu dibuat agar kehadiran layanan tersebut tidak menjadi bumerang bagi masyarakat Indonesia.
“Beberapa riset mengatakan bahwa pertumbuhan paylater dari waktu ke waktu terus meningkat dan ini juga memerlukan payung hukum yang baik agar jangan sampai keinginan untuk memudahkan transaksi akan menjadi bumerang bagi masyarakat kita,” kata Heru saat membuka Virtual Seminar (Virsem) LPPI dengan di Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Heru mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebutkan bahwa piutang pembiayaan produk BNPL telah mencapai Rp5,54 triliun pada Januari 2024.
BERITA TERKAIT
Pada periode yang sama, aset BNPL tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 37,89 persen yoy dari Rp6,62 triliun menjadi Rp9,12 triliun, dengan porsi porsi BNPL terhadap total aset perusahaan pembiayaan mencapai 1,64 persen.
“Juga apabila dilihat dari jumlah kontraknya, porsi paylater mendominasi total kontrak perusahaan pembiayaan, dan sejak tahun 2023 sektor perbankan juga ikut mengeluarkan produk serupa untuk menarik nasabah baru,” kata dia.
Heru mengatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa BNPL sebagai salah satu bentuk pembiayaan digital turut menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
OJK juga telah menyampaikan bahwa saat ini industri jasa keuangan yang menyediakan paylater semakin kompetitif dengan pengguna yang didominasi oleh genrasi Z dan milenial.
“Kemudahan penggunaan layanan paylater ini dengan online tentunya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat dan membuat layanan ini semakin dilirik oleh generasi muda kita yang notabene lebih cakap dalam penggunaan teknologi digital,” ujar dia.***