Literasi keuangan dilakukan melalui ajang lari marathon mungkin hanya perumpamaan atau ungkapan metaforis untuk menggambarkan bahwa literasi keuangan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan konsistensi. Namun kini telah menjadi tren kekinian dalam meningkatkan literasi keuangan secara berkelanjutan.
Oleh Romualdus San Udika
Karier Lamont Jackson Sr. dari West Orange HS di West Orange NJ yang memuaskan sebagai guru dan pelatih dimulai secara bersamaan kira-kira 22 tahun yang lalu. Dia dapat dengan jelas mengingat pengalaman awal seolah-olah itu baru terjadi kemarin, baik di kelas maupun di trek. Tahun demi tahun dia menambahkan perangkat pendidikan dan atletik untuk berkembang di setiap bidang dan sampai pada kesimpulan bahwa guru dan pelatih adalah sinonim. Pendekatan ini yang dibawa ke dalam kedua profesi dengan penuh semangat. Mengapa demikian?
Seperti diketahui, banyak orang di belahan dunia saat ini mengalami kerugian finansial yang menghancurkan. Saat Lamont Jackson terus maju selama masa-masa yang tidak pasti itu dalam mendidik siswa terkait Literasi Keuangan, dirinya harus terus mengadvokasi instruksi yang lebih mendalam. Dalam kondisi ini, tentunya para siswa di West Orange, NJ sangat beruntung karena telah mendapatkan pengantar sebagai dasar dalam memahami yang namanya keuangan sejak dini di bangku sekolah dasar. Hal ini memungkinkan penguatan dan retensi konsep sebelum lulus dan sebelum memasuki dunia nyata sebagai generasi penerus bangsa.
BERITA TERKAIT
Sebagai seorang pelatih, konsep penguatan dan retensi itu membuat Lamont Jackson memikirkan istilah “pekerjaan dasar”. Basework atletik adalah fondasi yang harus diletakkan untuk mencapai akhir musim atletik dan kompetisi tahun-tahun berikutnya; itu persiapan untuk kompetisi masa depan. Terlepas dari acara apa yang akan diikuti mulai dari lari 100 m hingga maraton 26,2 mil, ada waktu kerja dasar yang wajib diikuti oleh seorang atlet sebelum beralih ke ajang yang lebih spesifik. Pesannya adalah semakin lama anda mengembangkan basework anda, semakin tinggi puncak akhir anda.
Di West Orange, para siswa kelas 6 diberikan dasar literasi keuangan; SMART Goals, Needs vs Wants, dan Pengaruh Media Sosial terhadap Pengeluaran. Jackson berpendapat bahwa kita perlu terus memiliki pelajaran yang lebih mendalam selama setiap kelas berikutnya begitu memasuki sekolah menengah agar siswa dapat benar-benar memanfaatkan berbagai aspek literasi keuangan.
“Memulai siswa sedini mungkin, memberi mereka dasar pembelajaran literasi keuangan yang dapat membantu mereka mencapai puncak dan mengubah kehidupan keluarga mereka untuk generasi mendatang. Kami dapat yakin bahwa meletakkan dasar pendidikan sejak dini pada akhirnya akan menghasilkan pemahaman siswa yang berhasil dan penerapan literasi keuangan selama hidup mereka,” ungkap Jackson, sebagaimana dilansir dari laman NGPF.org, sebuah komunitas pendidik yang peduli dengan literasi keuangan di kalangan siswa di Amerika Serikat.
Memang, sebagai pendidik, ada beberapa hal penting yang bisa kita ambil dari pengalaman pandemi saat ini. Salah satu kuncinya tentu kita harus berkomitmen untuk terus meletakkan dasar bagi generasi muda dalam literasi keuangan. Siswa tidak akan melupakan saat-saat yang mereka alami ini karena belum pernah terjadi sebelumnya, dan kesempatan belajar komunal ini tidak akan muncul lagi dalam waktu dekat. “Kami melakukan ini untuk masa depan siswa kami; Ingat ini maraton, bukan sprint!” tegas Jackson.
Mirip kendati tak sama, program Jackson mengenalkan siswa West Orange HS di West Orange NJ tentang literasi keuangan sejak dini juga dilakukan oleh berbagai komunitas, dan tentu otoritas keuangan dan para pelaku di sektor jasa keuangan di Tanah Air. Sebut saja kekita seratusan siswa SDN Tanjung Burung, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten awal April 2023 lalu begitu antusias mendengarkan dongeng mengenai aktivitas dan operasionalisasi perbankan yang diadakan di halaman sekolah. Selain menerangkan mengenai perbankan, pendongeng, Syamsudin, juga menerangkan mengenai keamanan simpanan nasabah di perbankan nasional, baik bank plat merah maupun bank swasta nasional karena dana nasabah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Acara sosialisasi yang didukung oleh LPS dan sejumlah entitas perusahaan keuangan ini menyasar siswa-siswa di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa dengan maksud agar siswa di kawasan yang relatif sulit terhadap akses dunia perbankan dan inklusi keuangan ini dapat terpapar literasi perbankan dan akses inklusi keuangan. Selain sosialisasi menggunakan media dongeng yang dinilai sangat akrab dengan anak-anak, acara ini pun memberikan bantuan atau donasi pendidikan kepada 250 siswa yang terlibat kegiatan ini. “Karena kegiatan ini menggunakan media dongeng yang mempunyai daya tarik tinggi sehingga siswa jadi lebih mudah memahami masalah perbankan,” kata Kepala Sekolah SDN Tanjung Burung Ade Heni Sundari kala itu.
Jika dogeng lebih sepadang dengan daya tangkap siswa SD dalam mengenal perbankan dan jasa keuangan, LPS juga menggelar literasi keuangan di lingkungan akademik yang lebih tinggi yakni kampus. Sebut saja sosialisasi dan literasi keuangan ke Universitas Bina Nusantara (BINUSA) pada Maret 2023 lalu. Kala itu Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa yang hadir di acara tersebut, dalam paparannya di hadapan para mahasiswa mengatakan, LPS bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang lain seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi keuangan kepada generasi muda.
“Kami menginginkan masyarakat yang memiliki akses keuangan yang luas disertai dengan pemahaman yang baik atas risikonya, untuk mewujudkan sistem keuangan yang inklusif sangat diperlukan peningkatan literasi keuangan di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda” ujarnya.
Yudhi juga menjelaskan, ada berbagai manfaat dari meningkatnya literasi keuangan di masyarakat khususnya bagi generasi muda, antara lain masyarakat mampu memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan, kemudian memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik dan yang terpenting dapat terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas.
Secara harfiah, pernyataan literasi keuangan dilakukan dengan cara lari marathon mungkin hanya perumpamaan atau ungkapan metaforis untuk menggambarkan bahwa literasi keuangan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan konsistensi. Seperti yang dilakukan Jackson pada siswa di West Orange HS di West Orange NJ dan Pendongeng Samsudin kepada siswa SDN Tanjung Burung, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten. Demikian juga sosialisasi Ketua DK LPS Purbaya kepada para mahasiswa Binus dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semua kegiatan ini dilakukan secara marathon, secara terus menerus, konsisten dalam jangka panjang, sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing penerima sosialisasi dan literasi.
LPS Monas Half Marathon
Maka tak heran ketika lari maraton dalam arti sesungguhnya kini menjadi tren kekinian oleh otoritas dan lembaga keuangan dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Apalagi lari maraton adalah tujuan dalam daftar keinginan banyak orang di seluruh dunia, termasuk di Indoneisa. Ini terbukti dari aang atletik berskala internasional yakni Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Monas Half Marathon dinilai berhasil dalam gelaran perdananya. Antusiasme masyarakat yang terlihat sangat besar untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan LPS Monas Half Marathon, dimana terdapat hampir 7.000an peserta dari berbagai daerah bahkan dari mancanegara yang ambil bagian pada kegiatan fun run yakni “Run The City” yang dilaksanakan pada 1 Juli 2023 dan puncak kegiatan yakni LPS Monas Half Marathon pada 2 July 2023.
Jelas bahwa mereka mungkin ingin mengatasi tantangan menempuh jarak 21 km karena berbagai alasan. Mungkin mereka penggemar kebugaran, ingin menguji keatletisan mereka, atau menyukai perasaan yang muncul saat mencapai tujuan utama. Apapun alasannya, untuk menjadi sukses, mereka harus memiliki disiplin yang diperlukan untuk berlatih untuk balapan yang panjang. Dengan cara ini, pelatihan maraton tidak berbeda dengan menetapkan tujuan keuangan pribadi. Setiap orang memiliki hal-hal yang ingin diraih, dan disadari tahu akan membutuhkan waktu dan upaya untuk mencapainya. Demikian juga butuh kemauan keras untuk mencapai tonggak keuangan.
Sebab dalam sebuah marathon, pelari harus memiliki kekuatan mental dan fisik yang kuat untuk bertahan dalam jarak yang panjang. Hal yang sama dapat diterapkan pada literasi keuangan. Peningkatan literasi keuangan bukanlah pencapaian yang dapat dicapai dalam waktu singkat. Sebaliknya, itu melibatkan pembelajaran, pemahaman, dan praktik yang berkelanjutan.
Proses mempelajari literasi keuangan melibatkan pemahaman tentang konsep dasar seperti pengelolaan anggaran, tabungan, investasi, hutang, dan pemahaman tentang pasar keuangan. Kemudian, penting untuk mengimplementasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, membuat keputusan keuangan yang cerdas, dan terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan di dunia keuangan. Dalam hal ini, perbandingan dengan marathon mungkin mencerminkan pentingnya kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi tantangan dan mengatasi rintangan yang mungkin muncul dalam perjalanan memperoleh literasi keuangan yang kuat.
Demikian juga dengan ajang LPS Monas Half Marathon. Seperti dijelaskan Direktur Eksekutif SDM dan Administrasi LPS Rudi Rahman, LPS Monas Half Marathon sendiri digelar sebagai bagian dari sosialisasi mengenai program penjaminan LPS kepada masyarakat. Bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan demi stabilitas sistem keuangan nasional.
“Olahraga lari sangat diminati dan telah menjadi tren di masyarakat luas, sehingga menjadi salah satu media yang efektif bagi LPS untuk menyampaikan pesan-pesan mengenai program penjaminan LPS,” ujarnya dalam sebuah sharing session awal Mei 2023 lalu.
Dampak lainnya, diharapkan para peserta tidak hanya sekedar berlomba, tetapi lebih dari itu turut menghidupkan kota dan juga ikut berkontribusi untuk menghidupkan ekonomi masyarakat Jakarta, terutama di wilayah yang dilewati oleh para pelari. Tak heran event LPS Monas Half Marathon diharapkan dapat menjadi event yang berkesinambungan dan menjadi kegiatan marathon berstandar internasional di Kota Jakarta.
“Selain itu, diharapkan juga event LPS Monas Half Marathon dapat menjadi ruang berkompetisi dan berkembangnya potensi atlet-atlet nasional ke depannya,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di sela kegiatan LPS Monas Half Marathon Jakarta, awal Juli 2023 itu.
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo yang turut hadir pun mengapresiasi LPS yang memilih olahraga sebagai salah satu media untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Menurutnya, ini sangat penting, karena olahraga itu sifatnya multi sektor dan multi sosial. Ia mengatakan bahwa ini pilihan sangat tepat agar masyarakat yang gemar berolahraga ini juga bisa mendapatkan edukasi mengenai pentingnya tugas penjaminan simpanan.
“Semoga LPS tidak berhenti di Half Marathon saja tetapi sosialisasi dan edukasinya bisa melalui cabang-cabang olahraga lainnya, sekali lagi apresiasi setinggi-tingginya untuk LPS yang sudah memilih olahraga sebagai media sosialisasinya,” ujarnya.
Lebih jauh, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Luhut Binsar Pandjaitan juga mengapresiasi langkah LPS yang dinilainya telah berhasil menggelar ajang lari berstandar internasional, dan sudah turut serta mendorong olahraga atletik agar dapat terus maju.
“Kita bersama ingin olahraga atletik terus maju, apalagi sekarang sudah banyak ajang lomba lari marathon seperti di Bali, di Borobudur dan lainnya. jadi apapun yang dikerjakan bila ditata dengan baik, hasilnya pun juga baik,” jelasnya. ***