JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun regulasi baru terkait spin-off di sektor asuransi. Peraturan tersebut memuat batas waktu yang ditentukan bagi perusahaan asuransi untuk melakukan spin-off.
Berdasarkan UU Perasuransian No. 40 Tahun 2014 yang lama, kewajiban spin-off maksimum ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2024. Namun, rancangan peraturan terbaru oleh OJK telah memperpanjang jangka waktu hingga tahun 2026.
Kepala Departemen Pengawasan Jasa Penunjang dan Penjaminan IKNB OJK Dewi Astuti pekan lalu mengungkapkan batas waktu perubahan saat ini adalah 31 Desember 2026. Namun, dia menambahkan batas waktu ini masih fleksibel untuk perubahan. Artinya, periode perubahan saat ini adalah tiga tahun dari sekarang.
Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 yang fokus pada pertumbuhan dan konsolidasi sektor keuangan, dilakukan pengalihan kewenangan kebijakan spin-off kembali ke OJK. Lebih lanjut, jika nantinya regulasi tersebut nanti terbit, seluruh perusahaan asuransi akan diminta memberikan action plan kepada OJK yang berisi tentang rencana dan bagaimana perusahaan melakukan spin off. Termasuk juga untuk yang merencanakan tidak melakukan spin off tetapi melakukan misalnya menjual portofolio dan sebagainya.
Untuk kepentingan perlindungan konsumen, Dewi juga bilang bahwa perusahaan wajib memberikan kejelasan terkait hak dan kewajiban bagi pemegang polis atau nasabah sebelum melakukan spin off. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengaduan konsumen di kemudian hari.
Seperti diketahui, dalam Pasal 87 ayat 3 UU PPSK menjabarkan kebijakan pemisahan asuransi UUS. Sesuai aturan yang ditetapkan OJK, perusahaan asuransi atau reasuransi dengan unit syariah harus memenuhi persyaratan tertentu. Setelah selesai, unit syariah harus dipisahkan menjadi perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah.
Paragraf ketiga menjelaskan bahwa POJK akan mengatur pedoman tambahan tentang pemisahan dan integrasi, dan sanksi bagi perusahaan asuransi dan reasuransi yang gagal menerapkan pemisahan unit syariah. Setelah berkonsultasi dengan DPR, POJK akan dibentuk dalam waktu enam bulan sejak diundangkannya undang-undang ini.
Potret Industri
Menurut Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), menciptakan Unit Usaha Syariah yang terpisah atau spin-off dalam industri asuransi syariah berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan asuransi. Erwin Noekman, Direktur Eksekutif AASI, berpendapat pembentukan Badan Usaha Syariah (BUS) untuk UUS asuransi syariah akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan.
Erwin mencatat, operasional asuransi syariah memiliki fleksibilitas yang lebih unggul dalam hal pengembangan produk, perencanaan bisnis, dan segmentasi pasar, dibandingkan dengan unit syariah yang masih dalam proses pembentukan.
Dia juga menilai, perusahaan asuransi berbasis syariah yang didirikan sebagai spin-off telah mencapai prestasi luar biasa dengan menghasilkan peningkatan laba yang cukup besar. AASI mencatat perusahaan asuransi syariah yang berdiri sendiri mengalami lonjakan produksi dan keuntungan yang signifikan sejak didirikan pada tahun 2016.
Pertumbuhan asuransi syariah tidka terlepas dari populasi yang mayoritas beragama Islam. Tak pelak pasar asuransi berbasis syariah di Indonesia mengalami lonjakan 7 persen pada tahun 2020. Produk asuransi jiwa syariah menguasai 86 persen pangsa pasar asuransi syariah Indonesia, yang menyoroti potensi pertumbuhan yang sangat besar di industri ini. .
Dalam Webinar Asuransi Syariah yang diselenggarakan oleh Media Asuransi pada Kamis, 13 April 2023, Presiden Direktur PT Zurich General Takaful Indonesia, Hilman Simanjuntak, membagikan informasi tersebut.
Hilman mengamati, pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut tumbuh subur dengan peningkatan aset pembiayaan syariah sebesar 22 persen dan aset asuransi syariah yang meningkat 13 persen. Tercatat bahwa Indonesia telah mendapatkan tempat di 10 besar di semua sektor keuangan, terkait dengan total aset yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup atau tren halal.
Dalam peringkat tersebut, Indonesia naik ke posisi keempat, naik dua peringkat dari tahun sebelumnya. Negara ini tampil mengesankan di semua kategori dan mendarat di 10 besar. Catatan khusus adalah keuntungan yang dibuat dalam makanan halal, farmasi dan kosmetik, serta media dan rekreasi.
Pemerintah Indonesia baru-baru ini telah menetapkan rencana formal untuk meningkatkan ekonomi Islam di negara ini. Perkembangan ini mendorong spin-off Zurich Syariah, karena waktunya dianggap tepat oleh Hilman.
Hilman mengungkapkan, selain para eksekutif dan pejabat Zurich yang memiliki kekuatan untuk menentukan spin-off, perusahaannya juga menawarkan peluang bagi investor untuk menetapkan tujuan kepada manajemen.
Hilman mengungkapkan visinya agar Zurich Syariah menjadi perusahaan yang menguntungkan dengan pendekatan customer-centric, sekaligus berkontribusi terhadap pengembangan pasar. Beliau menekankan pentingnya memperluas pasar, bukan hanya berfokus pada peningkatan pangsa pasar Zurich Syariah.
Berangkat dari latar belakang industri asuransinya, dia memutuskan untuk mendirikan perusahaan baru. Usahanya saat ini adalah Zurich Syariah, yang memerlukan penerapan strategi yang baik dan pendekatan yang terfokus.
Zurich Syariah dimulai dengan tim kecil, dan prioritasnya adalah menyusun strategi yang efektif. Perusahaan bertujuan untuk menekankan kepuasan pelanggan dan memastikan bahwa operasinya menguntungkan, kata Hilman.
Saat Zurich Syariah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berdiri sendiri, OJK mengingatkan mereka untuk fokus pada pertumbuhan aset, menjaga solvabilitas dan keuntungan perusahaan.
Hilman meyakini, dengan peringkat Zurich Syariah di posisi tiga dalam hal kontribusi menjadi alasan di balik hal tersebut. Sebab, penurunan kinerja Zurich Syariah yang signifikan pasti akan mempengaruhi industri asuransi syariah secara keseluruhan.***