JAKARTA, Stabilitas.id — Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan ia optimistis akan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu dapat dilihat dari Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia yang sudah berada pada level ekspansif, bahkan terbaik di ASEAN-7, namun pertumbuhan ini masih membutuhkan dorongan untuk melaju lebih cepat lagi.
“Langkahnya antara lain dengan menjaga suku bunga penjaminan LPS pada level yang tetap memberikan ruang terhadap suku bunga simpanan untuk berada pada level yang rendah, sehingga suku bunga pinjaman dapat melanjutkan tren penurunan yang sedang terjadi saat ini. Tentu saja hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan perkembangan stabilitas sistem keuangan dan likuiditas perbankan,” ujarnya di acara Power Lunch CNBC TV.
Di masa pandemi LPS sudah menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) hingga mencapai level terendah sepanjang sejarah.
Penurunan TBP ini diharapkan dapat membantu bank menurunkan cost of fund yang kemudian turut mendorong penurunan suku bunga kredit.
“Suku bunga kredit untuk konsumsi sudah turun ke angka 10,6 persen, untuk modal kerja sekitar 8,85 persen dan untuk investasi ke level 8,5 persen. Menurut pemantauan kami grafiknya turun terus dari bulan ke bulan, “ ujarnya.
Hal ini selaras dengan kebijakan Bank Sentral dengan koordinasi kuat seluruh anggota KSSK menciptakan kondisi dimana kondisi finansial saat ini dapat menunjang pertumbuhan ekonomi.
“Ini akan terus kami pertahankan, sehingga tren penurunan bunga masih bisa berlangsung. Kuncinya adalah supply uang yang ada di sistem keuangan cukup,” jelasnya.
Dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional, LPS juga memperpanjang masa relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan kepada bank peserta penjaminan LPS hingga tahun 2022. Kebijakan tersebut dilakukan guna memberi kesempatan bank untuk dapat mengelola likuiditasnya secara optimal.
“Relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi kepada bank peserta penjaminan LPS akan diperpanjang hingga akhir tahun 2022 untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Dampaknya bank dapat memanfaatkan dananya terlebih dahulu untuk pengelolaan cashflow,” jelasnya.
Selain itu, pada tahun 2021 ini LPS telah melakukan beberapa terobosan, yaitu pengembangan sistem Single Customer View (SCV) yang akan mempercepat pembayaran klaim penjaminan, serta pengembangan Integrated Core System (ICS) yang akan mengoptimalkan digitalisasi proses kerja di LPS.
Pada kesempatan tersebut, dipaparkan pula mengenai risiko di sistem keuangan yang perlu diantisipasi pada tahun 2022 mendatang.
Menurutnya risiko yang perlu diantisipasi adalah kenaikan kembali kasus COVID-19 global, akibat penyebaran varian Omicron.
“Pengamatan kami melihat bahwa dampak COVID-19 ini diperkirakan akan semakin kecil ke depan, karena kami melihat pemerintah saat ini sudah bisa mengendalikan dengan baik. Yang terpenting, kita semua tetap waspada dan jangan lengah,” ujarnya.
Lebih jauh, terkait dengan dinamika perekonomian global, terkait dengan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau The FED yang proses tapering off nya akan berakhir lebih cepat sekitar bulan Maret tahun depan. Ia menekankan bahwa Indonesia tidak selalu harus mengkhawatirkan siklus kebijakan moneter di Amerika Serikat.
“Karena Indonesia adalah negara besar dan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan ekonomi nasional, tentunya dengan mengikuti kaidah-kaidah kebijakan ekonomi global. Kami yang tergabung di Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK, bersama-sama akan terus mengawal dan senantiasa mempererat koordinasi untuk mengantisipasi berbagai potensi risiko bagi stabilitas sistem keuangan tersebut, dan terus mendorong upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Outlook perbankan ke depan akan semakin baik sejalan dengan pemulihan ekonomi Indonesia. Menurutnya, indikasinya adalah laba dan pertumbuhan kredit perbankan yang terus mengalami kenaikan dari bulan ke bulan. Peningkatan kinerja perbankan ini menjadi modal bagi perbankan untuk melangkah di tahun 2022.
“Laba bersih perbankan terus mengalami kenaikan. Per bulan November 2021, laba bersih perbankan tercatat sebesar Rp 131,2 triliun atau meningkat 34,1 persen Year on Year (YoY). Pertumbuhan kredit juga menunjukkan kenaikan sebesar 4,4 persen Year on Year (YoY),” jelasnya.
Ia juga mengungkap peran LPS pada KTT G20 mendatang, LPS akan menggelar dua event strategis yaitu Bloomberg CEO Forum dan IDIC International Seminar.
“Event pertama yaitu CEO Forum yang bekerja sama dengan Bloomberg. Event internasional ini diharapkan dapat menjadi katalis investasi di bidang kesehatan dan investasi di Ibu Kota Negara (IKN) baru, “Smart Green City” yang akan datang. Tidak hanya menjadi ajang pidato para pemimpin dan CEO, lebih jauh lagi, forum ini diharapkan dapat menghasilkan investasi konkret yang masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Kemudian event kedua adalah, IDIC International Seminar yang bertujuan mempertemukan penjamin simpanan dan regulator keuangan dari seluruh dunia.
“Sebagai tuan rumah Seminar DIC Internasional, LPS berperan aktif dalam merumuskan inisiatif global, guna memperkuat stabilitas dan pemulihan sistem keuangan global yang lebih berkelanjutan,” tutupnya.