JAKARTA, Stabilitas.id — Pemerintah konsisten dalam menjadikan APBN sebagai instrumen pemulihan sejak awal pandemi. Capaian strategi penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 yang mencapai 7,07%. Penguatan pemulihan ekonom ini akan terus dijaga. Selain itu, agenda reformasi struktural untuk peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan terus dilakukan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan, hal ini telah dimulai dengan implementasi UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur konektivitas dan untuk mendorong industrialisasi, serta penciptaan ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.
“Dengan mempertimbangkan pemulihan dan reformasi struktural tersebut, asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2022 ditargetkan pada kisaran 5,0% – 5,5%,”ujarnya.
BERITA TERKAIT
Sementara itu, lanjutnya, inflasi akan tetap dijaga pada tingkat 3%. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.350 per US Dollar, dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82%. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 63 US Dollar per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Febrio melanjutkan, APBN 2022 dirancang antisipatif, responsif, dan fleksibel sebagai instrumen pemulihan ekonomi dan menghadapi berbagai ketidakpastian ke depan.
“Meski ekonomi diprediksi membaik di tahun 2022, pemerintah akan terus berhati-hati terhadap risiko ketidakpastian yang masih tinggi, baik itu yang berasal dari tidak meratanya pemulihan ekonomi secara global maupun risiko ketidakpastian penanganan pandemi. Hal ini tercermin dari kebijakan fiskal 2022 yang countercyclical untuk mendorong kesiapan sistem kesehatan, pemulihan ekonomi masyarakat dan melanjutkan reformasi struktural. Di saat yang sama, Pemerintah akan mengendalikan risiko fiskal agar keberlanjutan fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga,”pungkas Febrio.