JAKARTA, Stabilitas — Kementerian Perindustrian berupaya memacu optimalisasi kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui produksi alat pelindung diri. Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
“Guna mempertahankan kinerjanya, kami mendorong industri TPT untuk melakukan diversifikasi produk dan membantu pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan masker bagi tenaga medis, serta memproduksi masker dari kain,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika menyampaikan keynote speech pada acara webinar bertajuk “Bersama Lawan Covid-19: APD Indonesia Siap Melindungi Tenaga Medis Seluruh Dunia”.
Menperin mengemukakan, saat ini terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall/protective suite, surgical gown dan surgical mask. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebesar 1,96 miliar buah untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2 juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall).
“Gerak cepat yang dilakukan oleh industri tekstil dalam negeri, baik yang skala besar maupun rumahan, membuat banjir produksi APD seperti masker medis, sehingga perlu dicarikan solusi untuk pemasaran,” tuturnya.
APD yang diproduksi industri lokal tersebut, mampu memenuhi persyaratan medis menurut standar WHO. Bahkan, beberapa produk dalam negeri itu juga telah lulus uji ISO 16604 standar level tertinggi WHO (premium grade) yang dilakukan di lembaga uji di Amerika Serikat dan Taiwan, sehingga dapat aman digunakan oleh tenaga medis di seluruh dunia.
Adapun tiga produk baju APD berbahan baku dalam negeri dan diproduksi oleh industri nasional yang sudah mencapai standar internasional, yaitu baju APD dari PT Sritex, PT SUM dan Leading Garmen serta PT APF dan Busana Apparel, yang semuanya telah lolos uji standar ISO 16604 Class 2 bahkan lebih tinggi.
“Jadi, oversupply ini perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan yang tepat agar potensi ekspor yang sangat besar ini bisa dimanfaatkan. Kebutuhan dunia yang semakin meningkat dapat menjadi trigger agar industri dalam negeri dapat bertahan, sekaligus tetap berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” papar Agus.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong ekspor APD dengan melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait larangan ekspor untuk merelaksasi ekspor APD dan masker, tentunya dengan mempertimbangkan terlebih dahulu pemenuhan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Langkah ini sudah disepakati bersama oleh Menperin, Mendag, dan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
“Banyak negara di dunia yang kini masih membutuhkan masker dan APD. Misalnya, Amerika Serikat dan Korea Selatan,” ungkap Agus. Ekspor APD dan masker oleh produsen lokal sebenarnya bukan hal baru. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), faktanya, Indonesia sempat melakukan ekspor APD senilai USD257.000 pada April 2020.
Menteri AGK menambahkan, pihaknya bertekad untuk mewujudkan Indonesia siap menuju kemandirian di sektor industri yang terkait dengan bidang kesehatan. “Ini sudah menjadi arahan dari Bapak Presiden, tentunya kami sebagai pembina industri dapat terus mendorong pengembangan dan daya saing sektor farmasi dan alat kesehatan,” tandasnya.
Oleh karena itu, Kemenperin juga tetap fokus memacu kinerja industri yang masih punya permintaan tinggi di pasar meskipun di tengah kondisi pandemi Covid-19, di antaranya industri APD, alat kesehatan dan etanol, masker dan sarung tangan, farmasi dan fitofarmaka, serta industri makanan dan minuman.
“Sektor-sektor ini dapat dioptimalkan untuk memperkuat neraca perdagangan,” ujar Agus.
Kemenperin mencatat, pada triwulan I tahun 2020, industri kimia, farmasi dan obat tradisional mampu tumbuh paling gemilang sebesar 5,59 persen. Kinerja positif ini diraih di tengah dampak pandemi Covid-19. Sebab, industri tersebut merupakan salah satu sektor yang masih memiliki permintaan cukup tinggi di pasar.
Menperin menegaskan, pemerintah terus berupaya mempertahankan kinerja dan mendukung produktivitas perusahaan industri. Hal ini bertujuan agar kegiatan industri tetap dapat berlangsung sekaligus menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat.
Beberapa kebijakan strategis yang telah dikeluarkan dalam rangka menjaga kinerja industri ditengah pandemi Covid-19, antara lain adalah dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan operasional pabrik dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-2019 serta Surat Edaran No. 7 Tahun 2020 tetang Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
“Surat edaran ini diterbitkan dengan tujuan mendukung industri dalam berproduksi, namun sesuai dengan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan peraturan yang terkait dengan penanganan Covid-19,” paparnya.
Selain itu,pemerintah juga memberikan berbagai insentif bagi industri dalam masa pandemi ini,antara lain Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona, Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Covid-19, serta Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona.
Selain itu, pemerintah sedang mengupayakan insentif tambahan untuk membantu industri,di antaranya keringanan pembayaran/subsidi listrik bagi industri terdampak, penghapusan PPN untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa didenda, angsuran PPh pasal 25 dibebaskan sementara, serta restrukturisasi kredit dan stimulus modal kerja.
“Pemerintah juga berupaya untuk mendorong konsumsi pasar domestik dengan peningkatan utilisasi melalui implementasi TKDN di kementerian dan lembaga serta BUMN,” sebut Menperin.
Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan industri dapat tetap tumbuh dan perekonomian nasional kembali pulih.