JAKARTA, Stabilitas.id – Kementerian Perindustrian terus berupaya memperluas potensi pasar industri kecil khususnya dengan memaksimalkan implementasi kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri (P3DN) melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kebijakan P3DN membuka peluang bagi IKM agar produknya dapat dibelanjakan oleh pemerintah pusat, daerah, BUMD, dan BUMN.
“Kami harap kebijakan P3DN dapat menekan ketergantungan terhadap produk impor, sekaligus membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat untuk lebih mencintai dan bangga menggunakan produk buatan dalam negeri, khususnya produk buatan IKM,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, di Jakarta, Jumat (2/2).
Untuk mendorong pelaksanaan Program P3DN, Kemenperin menerbitkan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen dalam Negeri untuk Industri Kecil. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal IKMA konsisten mendampingi dan memfasilitasi pelaku industri kecil untuk mengajukan permohonan sertifikat TKDN untuk Industri Kecil (IK) yang prosesnya dapat dilakukan secara gratis, sederhana dan cepat. Sertifikat TKDN IK ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk dua tahun.
Reni menyampaikan, pemerintah memberikan keistimewaan bagi industri kecil untuk dapat menghitung nilai TKDN tanpa biaya sertifikasi yang dibebankan kepada mereka, dan pelaksanaan verifikasinya hanya dalam waktu lima hari kerja. “Semua proses dilakukan melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) secara daring. Prosesnya mudah dan gratis, agar semakin banyak industri kecil yang bisa ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, menjadi prioritas untuk dibeli, serta mendapatkan preferensi harga,” ungkapnya.
Setelah masuk di akun SIINas, lanjut Reni, perusahaan dapat memasukkan data perusahaan, laporan industri semester terakhir, dan self assessment terhadap empat komponen dalam negeri yaitu bahan baku atau komponen utama produk, tenaga kerja, biaya tidak langsung (overhead), dan biaya pengembangan.
Setelah itu, tim verifikasi akan melakukan pengecekan terhadap penghitungan nilai TKDN IK, serta kelengkapan dan kebenaran dokumen pemohon. “Jika sesuai, sertifikat akan diterbitkan dengan tanda sah dari Kepala Pusat P3DN Kemenperin,” ungkapnya.
Sepanjang tahun 2023, Ditjen IKMA telah menyelenggarakan delapan kali Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pengajuan Sertifikasi TKDN IK di berbagai kota, yaitu Banda Aceh, Bekasi, Makassar, Sumedang, Semarang, Batam,Balikpapan, dan Malang. Tak hanya menggelar sosialisasi, tim Ditjen IKMA melakukan asistensi bagi pelaku industri kecil yang kesulitan dalam mengajukan permohonan sertifikasi.
Mengawali tahun 2024, Ditjen IKMA kembali melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pengajuan Sertifikasi TKDN IK di Kota Medan pada 30 Januari 2024. Kegiatan ini diikuti sebanyak 150 pelaku industri kecil yang berasal dari Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
Adapun para peserta yang diundang merupakan pelaku industri kecil yang telah memiliki akun SIINas. “Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta pengetahuan kepada para industri kecil untuk dapat melakukan pengajuan Sertifikasi TKDN IK secara mandiridan mampu membuka peluang pasar baru melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah,” papar Reni.
Sertifikat terbanyak
Berdasarkan data dashboard monitoring TKDN IK per 29 Januari 2024, terdapat 8.949 sertifikat yang telah terbit, dengan 11.940 produk. Adapun sebaran penerbitan sertifikat terbanyak berada di Provinsi Banten, yaitu 1.466 sertifikatdengan 1.788 produk. Provinsi dengan penerbitan sertifikat TKDN IK terbanyak lainnya,yakni Daerah Istimewa Yogyakartadengan 925 sertifikatuntuk 1.339 produk. Sedangkan di Pulau Sumatera, sebaran penerbitan sertifikat terbanyak berada di Sumatera Utaradengan 162 sertifikat untuk 170 produk.
“Kami memandang perlu untuk terus meningkatkan sosialisasi dan pendampingan bagi pelaku usaha industri kecil agar memiliki sertifikat TKDN-IK, sehingga dapat menjadi penyedia bagi kebutuhan pengadaan pemerintah maupun badan usaha melalui katalog elektronik (e-katalog),” ungkap Sekretaris Ditjen IKMA, Riefky Yuswandi saat pelaksanaan kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pendaftaran Sertifikasi TKDN untuk Industri Kecil di Medan.
Riefky menambahkan, tak seluruh permohonan sertifikasi TKDN oleh industriditerima oleh Kemenperin. Data menunjukkan sebanyak 11.261 permohonan yang ditolakdan 485 permohonan lain sedang dalam proses. Menurutnya, penyebab permohonan sertifikat ditolak bisa beragam, di antaranya karena perusahaan tidak termasuk industri kecil, produk tidak sesuai dengan KBLI bidang usaha yang tercatat di NIB, atau karena pemohon tidak mengunggah bukti pembelian bahan baku atau komponen utama dari dalam negeri.
“Selain itu, bisa jadi karena sertifikat standar sebagai bentuk perijinan berusaha belum terverifikasi untuk KBLI dengan skala risiko menengah tinggi. Alasan penolakan lainnya lainnya adalah permohonan bagi produk alat kesehatan dan farmasikarena tidak mengunggah sertifikat izin edar (NIE),” imbuh Riefky.
Tak hanya memfasilitasi penerbitan sertifikat, Ditjen IKMA juga secara berkala melaksanakan pengawasan terhadap konsistensi kegiatan produksi perusahaan yang telah mengantongi sertifikat dan mendapatkan nilai TKDN IK sesuai dengan sertifikat tersebut.
Dirjen IKMA akan melaporkan hasil pengawasan kepada Menteri Perindustrian paling sedikit sekali dalam setahun disertai hasil rekomendasi bagi industri. “Berdasarkan hasil pengawasan Ditjen IKMA sepanjang tahun lalu, terdapat 271 sertifikat TKDN-IK yang dicabut karena ditemukan inkonsistensi dalam kegiatan produksi maupun ketidaksesuaian dokumen yang disampaikan,” ucap Riefky.
Adapun perusahaan industri kecil yang telah dicabut sertifikat TKDN-nya oleh Kepala Pusat P3DN, tidak dapat mengajukan permohonan penerbitan sertifikat TKDN IK dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal pencabutan sertifikat.***