JAKARTA, Stabilitas.id – Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang memiliki variasi komoditas kopi yang cukup banyak di Indonesia. Salah satu komoditas yang mendunia adalah kopi arabika Flores Bajawa. Bajawa sendiri merupakan ibukota kabupaten Ngada, NTT. Komoditas ini juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat lokal Ngada.
Meskipun petani kopi di Ngada cukup banyak yang tergabung dalam koperasi, namun skalanya masih kecil. Untuk itu, Kementrian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meminta agar koperasi kecil tersebut bergabung dengan koperasi yang lebih besar, atau bekonsolidasi menjadi satu koperasi sehingga menjadi skala yang lebih besar melalui proses alamgamasi atau merger.
Deputi Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menyebut, di Bajawa sudah ada setidaknya 5 koperasi kopi yang skalanya kecil, dengan lahan yang dikelola pun rata-rata berkisar 200 hektar (ha), bahkan ada yang lahannya di bawah 100 ha. Jumlah anggota yang tergabung juga sedikit, hanya mencapai puluhan hingga 150 orang.
“Hal ini bisa memicu terjadinya kompetisi yang tidak sehat antar koperasi. Yang kemudian dimanfaatkan offtaker untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Kemarin saya sudah sampaikan kepada Bupati Ngada untuk mereka melakukan amalgamasi atau merger supaya menjadi entitas bisnis yang lebih besar kapasitasnya, sehingga bisa memenuhi skala ekonomi,” tegas Zabadi saat berkunjung ke salah satu koperasi pengolahan hasil kopi, Koperasi Serba Usaha (KSU) Famasa di Bajawa, Ngada, NTT, Jumat (15/4).
Rata-rata koperasi kecil yang ada di Bajawa, mereka mengeluhkan keterbatasan alat produksi dan mesin, biaya untuk sertifikasi dan promosi yang mahal. Jika masalah tersebut terus terjadi, koperasi akan sulit berkembang.
“Apalagi untuk promosi ekspor kalau dihimpun satu koperasi besar, maka akan lebih mudah. Karena selama ini koperasi kopi yang ada di Bajawa, produknya dibeli oleh offtaker dalam posisi curah. Sehingga untuk koperasi memiliki brand sendiri akan sulit,” ucap Zabadi.
Untuk itu KemenKopUKM, akan melakukan asistensi dengan memberikan literasi dan pendampingan kepada pelaku koperasi di Bajawa, sehingga mereka bisa melakukan konsolidasi. Produk kopi dari Bajawa banyak yang diserap oleh offtaker, dan belum ada koperasi secara khusus dari Ngada yang melakukan ekspor. Hal ini menyebabkan koperasi tidak memperoleh nilai tambah yang signifikan dan posisi tawar menawar yang kuat.
Beberapa dari mereka juga mengaku sangat membutuhkan investasi untuk membeli alat yang lebih mumpuni. Jika membicarakan potensi dan kualitas, kopi arabika Bajawa sudah dikenal dan diakui dunia, bahkan mendapatkan Indication Geografis (IG) sendiri, sebagai pengakuan atas kualitas baik dan digemari.
Dengan memperbesar skala koperasi, tak hanya mudah dalam mengelola produk dan perizinan, pembiayaan juga akan mudah masuk ke koperasi.***