JAKARTA, Stabilitas.id – PT Jalin Pembayaran Nusantara (“Jalin”), menekankan pentingnya kolaborasi kolektif dari seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ketahanan siber yang kuat dalam menghadapi ancaman kejahatan siber.
Hal tersebut disampaikan dalam Seminar Indonesia Cyber Risk 2024 – Mitigating Cyber Risk and Building a Trust, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI).
Seiring dengan perkembangan industri sistem pembayaran modern, permintaan terhadap layanan keuangan yang cepat, efisien, dan aman terus meningkat. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga Desember 2023, nilai transaksi dengan QRIS mencapai Rp229,96 triliun dengan jumlah pengguna lebih dari 45,78 juta.
BERITA TERKAIT
Direktur Utama Jalin, Ario Tejo Bayu Aji mengungkapkan, pentingnya langkah proaktif dari para pelaku industri untuk memperkuat ketahanan perusahaan dalam menghadapi ancaman siber. Menurutnya, langkah-langkah tersebut mencakup memastikan sistem manajemen keamanan informasi memenuhi standar internasional yang diakui serta tetap mematuhi ketentuan regulator.
Ia juga mengamati pentingnya memiliki protokol respon insiden yang terstruktur serta disiplin dalam eksekusi manajemen krisis. Selain itu, audit keamanan berkala dan evaluasi langkah-langkah keamanan dianggap krusial untuk meningkatkan kesiapsiagaan di masa depan.
“Industri perlu mencari peluang kolaborasi antar lembaga untuk memaksimalkan biaya investasi dalam memperkuat ketahanan siber melalui pemanfaatan infrastruktur bersama. Tujuannya, agar nvestasi dalam memperkuat aspek ketahanan siber tidak menjadi beban industri yang berdampak pada pelayanan kepada nasabah,” ungkapnya.
Ario melanjutkan, pentingnya membangun budaya perusahaan yang kuat dalam keamanan siber.
“Kolaborasi dan peningkatan literasi adalah kunci dalam menghadapi ancaman siber. Semua pihak harus bersatu untuk memberikan perlindungan terbaik bagi pengguna sistem pembayaran di Indonesia,” tutup Ario.
Dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2020-2025, sistem pembayaran diidentifikasi sebagai sektor yang sangat diatur proses bisnisnya oleh regulator. Setiap tahapan transaksi keuangan, mulai dari front-end hingga back-end, dilengkapi dengan berbagai alat pengamanan seperti Fraud Detection System (FDS), tokenisasi, anti-skimming, dan lain-lain. Langkah-langkah ini diperlukan untuk memastikan transaksi keuangan digital tetap aman dan terlindungi dari potensi ancaman siber.***