MEDAN, Stabilitas.id – Di era digitalisasi saat ini, mendapatkan modal untuk berusaha tidaklah sulit. Kehadiran pinjaman secara online, tepatnya Fintech Peer to Peer (P2P) Lending menjadi salah satu alternatif pendanaan dan investasi yang prosesnya cepat, mudah dan tanpa batas waktu maupun jarak.
Secara nasional, OJK mencatat jumlah penyelenggara P2P Lending berijin sebanyak 102 platform, terdiri dari 95 platform dengan sistem konvensional dan 7 platform dengan sistem syariah.
Sementara per Februari 2022, akumulasi rekening debitur atau peminjam (borrower) 76,66 juta dengan rekening aktif 12,41 juta. Akumulasi rekening pemberi pinjaman (lender) 846,22 ribu dengan rekening aktif 148,88 ribu.
Sementara akumulasi penyaluran pinjaman online mencapai Rp326,35 triliun dengan nilai outstanding sebesar Rp34,60 triliun. Sedangkan aset penyelenggara konvensional Rp4,05 triliun dan syariah Rp86,99 miliar.
Tris Yulianta, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, dari data ini terlihat bahwa minat masyarakat untuk memperoleh pendanaan dari fintech lending cukup besar.
“Itu artinya kami perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat secara terus menerus tentang manfaat fintech lending sebagai alternatif pembiayaan. Kenyataan platform ini cukup kuat bertahan dan recovery di tengah pandemi Covid-19,” jelas Tris dalam pelatihan wartawan anggota PWI Sumut bertema “Mengenal Fintech Lending sebagai Alternatif Pendanaan Masyarakat,” di hotel JW Marriott Medan Senin (28/3).
Tris menegaskan, Fintech Lending ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dan UMKM yang recoverynya cepat di tengah pandemi. Ia menyebut pendanaan fintech lending biasanya dimanfaatkan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena OJK membatasi pinjaman melalui P2P Lending maksimal Rp2 miliar.
“Kalau lebih dari Rp2 miliar bisa melalui perbankan dan tentu klasifikasinya bukan lagi kategori UMKM,” katanya seraya menambahkan pendanaan platform P2P Lending untuk UMKM seperti mendanai pengusaha mikro pedesaan, pembiayaan untuk beli barang modal usaha, pendidikan maupun pertanian.
Pahami P2P Lending
Maka dari itu, bagi masyarakat yang ingin meminjam atau membutuhkan dana melalui fintech lending harus terlebih dahulu memahami platform yang mendapat izin OJK, yang saat ini ada 102 P2P Lending.
Tetapi, Tris mengingatkan untuk hati-hati dengan fintech ilegal. Cirinya antara lain selalu meminta banyak data, dan tanpa diminta selalu menawarkan pendanaan dan investasi melalui WA dan SME.
“Kalau fintech legal ciri utamanya saat meminta akses smartphone hanya tiga yakni camera, microphone dan location (CAMILAN). Kalau minta data lebih dari CAMILAN maka itu fintech ilegal, seperti akses galeri, kontak, dll,” tegas Tris.
Ia juga minta masyarakat sebelum meminjam harus dapat memahami P2P Lending itu legal dan logis. Data nasabah dilindungi dengan platform yang jelas.
“Menghitung kemampuan membayar pinjaman, meminjam untuk keperluan produktif (maksimal 30 persen dari penghasilan), jangan gali lubang tutup lubang. Pahami juga isi perjanjian (khususnya bunga, tenor, denda dan lainnya) dan ketahui bunga serta denda pinjaman sebelum meminjam. Jadi pahami kontrak kerja,” tegasnya.
P2P Lending, katanya, harus memberikan perlindungan kepada debitur seperti perlindungan data dan dana, proses penagihan dimana tenaga penagihnya harus bersertifikat, pengawasan operasional dan layanan pengaduan melalui call center, email dan sebagainya.
“Seluruh penyelenggara harus memiliki SNI ISO 27001 tentang sistem Manajemen Keamanan Informasi. Jadi pastikan meminjam di perusahaan yang terdaftar dan berizin di OJK,” ujarnya.
Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori mengatakan fintech merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi di bidang keuangan yang tidak bisa dihindari. “Kebutuhan konsumen yang menuntut kecepatan di sektor digital menyebabkan perkembangannya pesat di sektor fintech,” kata Yusup.
Data OJK mencatat hingga Februari 2022 kinerja fintech lending area Sumut mencatat akumulasi pinjaman mencapai Rp 6,97 triliun atau tumbuh 100,81 persen yoy, dengan outstanding pinjaman Rp770 miliar atau tumbuh 111,04 persen.
Tingginya pertumbuhan pembiayaan di sektor fintech menunjukkan makin tingginya minat masyarakat di Sumut untuk memanfaatkan fintech lending sebagai salah satu sumber pendanaan.
“Kami berharap media dapat mensosialisasikannya di Sumut agar masyarakat tidak terjebak dengan fintech ilegal yang tidak ada izin dari OJK,” imbuhnya.***