JAKARTA, Stabilitas.id – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menghadiri rangkaian pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral ASEAN pada 7-8 April 2022. Acara ini dilaksanakan di Kamboja yang juga merangkap sebagai ketua.
Sejak tahun 2020, pandemi Covid-19 telah mengganggu perekonomian seluruh dunia, termasuk kawasan ASEAN. Pertumbuhan ekonomi ASEAN positif sebesar 2,9% (year on year) di tahun 2021, seiring dengan itu Indonesia mampu tumbuh positif 3,69% di tahun 2021. Hal ini tidak lepas dari respon kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Menkeu RI diundang menyampaikan strategi Indonesia sebagai contoh bagi negara-negara ASEAN pada Showcase Event on “Sustainable Finance: Mobilizing Financial Resources for Post-Covid-19 Economic Recovery”.
Menkeu menyampaikan bagaimana kondisi kebijakan fiskal sejak pandemi terjadi yaitu (i) pelebaran defisit di atas 3% PDB selama 3 tahun, setelah selama 15 tahun terakhir disiplin berada di bawahnya, (ii) fleksibilitas APBN agar APBN dapat responsif mendanai kebutuhan yang sangat prioritas di kala pandemi yaitu kesehatan dan sosial, serta (iii) gotong royong (burden sharing) dengan pihak lain seperti pemerintah daerah terkait pelaksanaan program bantuan sosial dan Bank Indonesia terkait pendanaan penanganan pandemi.
Dalam konteks perpajakan, Menkeu menyampaikan bahwa kebijakan perpajakan tidak diarahkan untuk penerimaan melainkan relaksasi selama pandemi. otoritas fiskal juga mendorong kolaborasi dari sektor lainnya untuk semakin membantu dunia usaha misalnya sektor keuangan dalam bentuk keringanan kredit maupun skema dana bergulir.
Pemerintah Indonesia juga merancang konsolidasi fiskal dengan hati-hati dan terukur agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi. Reformasi perpajakan menjadi kebijakan kunci untuk mendukung target ini, yaitu (i) UU Nomor 2 Tahun 2020 (emergency law), (ii) UU Cipta Kerja, (iii) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan (iv) UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Paket reformasi perpajakan ini melengkapi strategi lainnya seperti peningkatan kualitas belanja negara.
Menkeu juga menyampaikan komitmen Indonesia dalam pengendalian iklim. Indonesia sudah mengintegrasikan Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan emisi nol bersih pada 2060. Berbagai upaya juga dilakukan melalui pemanfaatan dana publik maupun memperkenalkan pendekatan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang berbasis pasar melalui Perpres Nomor 98 Tahun 2021. Dalam implementasinya, Pemerintah akan memulai pada sektor pembangkit listrik berbasis batu bara (PLTU Batu Bara).
Indonesia bersama ADB sedang merancang Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) untuk mengganti PLTU Batu Bara dan mengalihkannya Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Dalam konteks ETM, Pemerintah Indonesia mendorong kerja sama dengan lembaga terkait untuk menciptakan kerangka yang dapat meminimalisasi risiko dan biaya. Hal ini untuk memastikan transisi yang adil dan terjangkau, bagi masyarakat, PT PLN dan APBN”, terang Menkeu
Pada ASEAN Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM), Menkeu fokus pada agenda keuangan berkelanjutan dan digitalisasi jasa Keuangan. Agenda keuangan berkelanjutan ini selaras dengan prioritas keketuaan Indonesia pada G20 dan koalisi iklim Menkeu dunia. Terkait digitalisasi sektor keuangan, ASEAN diharapkan mampu beradaptasi dengan layanan keuangan digital, mulai dari teknologi yang digunakan hingga pengembangan produk keuangan baru.
Di akhir pertemuan, Menkeu menyampaikan apresiasi kepada Kamboja sebagai keketuaan ASEAN (ASEAN Chairmanship) 2022. Sebagai negara yang akan menjadi ketua ASEAN 2023, Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia menyatakan kesiapan untuk memimpin forum dan pertemuan tahunan ASEAN tahun 2023 mendatang.***