JAKARTA, Stabilitas.id – Indonesia mewujudkan keingannya untuk mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement dalam berbagai regulasi dan mekanisme pendanaan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam pernyataan resminya, pada Senin (20/6/21).
Yang pertama adalah melalui salah satu mekanisme pendanaan yang akan diterapkan pada bulan Juli tahun 2022 mendatang, yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-rax dalam sektor pembangkit tenaga listrik. Dalam skema ini, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien akan diberikan biaya tambahan.
Menko Airlangga mengatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dan beralih ke ekonomi hijau yang rendah karbon. Pajak karbon ini merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
“Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” ungkap Menko Airlangga.
Berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting untuk memenuhi financing gap yang besar agar tidak bergantung hanya pada APBN. Misalnya, melalui Green Sukuk, Blended Finance, dan menampung dana dari swasta.
“Pemerintah juga meningkatkan kerja sama dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor, seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency,” jelas Menko Airlangga.
Menko Airlangga mengatakan bahwa penerapan ekonomi hijau di Indonesia juga telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal juga didorong untuk segera mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumen, khususnya terkait dengan investasi berkelanjutan.
“Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif,” lanjut Menko Airlangga.
Terakhir, Menko Airlangga menyatakan bahwa pertukaran informasi dan pengalaman, serta peningkatan SDM dan teknologi, menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi nilai ekonomi karbon yang lebih baik.
“Terutama juga para cendekia yang sangat ditunggu masukannya untuk memperbaiki kebijakan ataupun menyempurnakan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah,” tutup Menko Airlangga.***