Tahapan pembentukan holding BUMN Energi bisa dilakukan dengan mensinergikan seluruh perusahaan sekto energi, terdiri perusahaan Minyak dan Gas (Migas), Mineral dan Batu Bara (Minerba), Listrik, serta Energi Terbarukan, di bawah Perusahaan holding yang akan dibentuk.
Prosesnya diawali dengan melakukan sinergi setiap BUMN Energi yang mempunyai lini bisnis yang sama melalui merger, setelah tahapan merger seluruh BUMN Energi sudah selesai, barulah dibentuk perusahaan baru sebagai perusahaan holding.
Tahapan serupa juga diterapkan di Bulgaria. Sebelum membentuk Bulgaria Energy Holding, Pemerintah Bulgaria mengawali dengan mensinergikan setiap BUMN Energi, yang tujuannya untuk penguatan dan pendalaman usaha di setiap BUMN energi, serta pematangan infrastruktur energi.
BERITA TERKAIT
Setelah sinergi terjadi secara total, Pemerintah Bulgaria baru membentuk perusahaan baru sebagai holding energi.
Bulgaria Energy Holding membawahi seluruh BUMN Energi Bulgaria, terdiri Perusahaan Gas Bulgargaz, Jaringan Listrik Operator NEK, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kozloduy, Pembangkit Listrik Termal Maritza Iztok II, dan Mini Tambang Maritza Iztok.
Kini, Bulgaria Energy Holding merupakan produsen dan eksportir listrik terbesar di wilayah Balkan dan Eropa Selatan, serta mampu berperan sebagai penyeimbang penyediaan energi di wilayah tersebut dengan dalih membentuk perusahaan induk. Padahal tujuan membentuk perusahaan induk harus mempu mendorong bisnis BUMN di sektor energi menjadi lebih kompetitif, dapat memperkuat struktur modal serta aset dan menciptkan efisiensi. “Ini terlihat tujuannya hanya untuk memperkuat struktur modal dalam waktu singkat, sehingga memudahkan bagi Pertamina untuk mendapatkan tambahan utang pada 2018,” kata dia.
Tahapan pembentukan holding BUMN energi seharusnya dilakukan dengan mensinergikan seluruh BUMN energi. Di antaranya BUMN minyak dan gas bumi, mineral, dan batubara, ketenagalistrikan, serta energi terbarukan, di bawah perusahaan holding yang akan dibentuk. Prosesnya diawali dengan melakukan sinergi setiap BUMN Energi yang mempunyai lini bisnis yang sama melalui merger. Seperti rencana merger antara PGN dan Pertagas yang mempunyai lini bisnis sama. Nantinya harus diikuti oleh BUMN energi lainnya yang lini bisnisnya sejenis. “Setelah tahapan merger seluruh BUMN energi selesai, barulah dibentuk perusahaan baru sebagai perusahaan induk yang 100 persen sahamnya dikuasai negara yang ditunjuk membawahi semua BUMN Energi. Bukan menunjuk Pertamina,” kata Fahmi.
Sejumlah anggota DPR juga meminta pemerintah tidak gegabah membentuk induk perusahaan energi. Rencana holding BUMN Energi harus mempunyai landasan hukum jelas berdasarkan Undang-Undang (UU) bukan sekadar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menyebutkan bahwa Indonesia melakukan penambahan penyertaan modal negara (PMN) ke dalam modal saham PT Pertamina.
PMN tersebut diambil dari pengalihan saham seri B milik Negara Republik Indonesia pada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk (PGAS). “Holding BUMN Energi harus melalui landasan hukum jelas melalui UU, tidak sebatas Pertamina caplok PGN. Esensi holding harus dilaksanakan lebih luas dan menyeluruh meliputi segala sektor energi,” kata Anggota Komisi VII D Kurtubi.
Menurutnya, rencana holding BUMN terlalu dini jika diterapkan hanya sebatas melebur Pertagas dan PGN di bawah Pertamina. Holding BUMN Energi didorong mampu menjawab kebutuhan energi masa depan dan mencapai esensinya menjadi raksasa energi meliputi segala bidang energi.
Sebab itu, perlu persetujuan legislatif membentuk landasan hukum yang kuat melalui revisi UU Migas bukan hanya menggunakan RPP. “Itu perlunya konsep holding energi mendapatkan persetujuan dari DPR. Jangan terburu-buru, jangan sampai menimbulkan kekisruhan ke depannya melalui akuisisi ini,” kata Kurtubi.
Anggota DPR lainnya Hendrawan Supratikno mengatakan, rencana holding BUMN Energi perlu ditinjau ulang. Pasalnya membentuk induk perusahaan BUMN Energi tidak hanya sebatas mencaplok PGN. “Itu melanggar UU 19/2003 tentang BUMN. Tidak semudah yang dibayangkan karena ini sektor strategis,” kata dia.
Holding Menguntungkan?
Namun tak sedikit kalangan yang setuju dengan rencana pemerintah ini. Pasalnya, pembentukan induk perusahaan sektor energi tersebut bisa menjadi kabar baik buat investor. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menerangkan, selain bisa meningkatkan efisiensi, holding juga membuat kemampuan investasi menjadi lebih besar.
Dari sisi investasi, sambungnya, penggabungan aset akan bisa dimonetisasi artinya bisa menjadi agunan atau jaminan untuk penerbitan obligasi jika ingin melakukan pembiayaan. Lantaran itu dia tidak heran, jika saham PGN mengalami rebound ketika pemerintah menggulirkan rencana pembentukan holding.
Menurutnya hal tersebut terjadi karena para investor melihat bahwa pembentukan holding memang sangat positif. Apalagi perencanaan itu dilakukan langsung oleh Kementerian BUMN, sehingga investor semakin mendapat jaminan dari pemerintah.
Tren kenaikan saham tersebut, lanjut Komaidi juga terjadi di berbagai negara karena penyatuan perusahaan akan menjadikan lebih efisien. “Maka sudah seharusnya semua pihak menyambut baik. Tidak hanya pemerintah yang harus menyambut baik, namun juga Pertamina dan PGN,” sambungnya.
Dia juga menambahkan pembentukan holding dinilai akan membuat efisiensi jauh meningkat. Alasannya karena dengan holding akan ada penyatuan infrastruktur serta dari sisi penugasan pemerintah, dengan adanya lembaga baru nanti, tentu penugasan akan lebih sederhana dan membuat jauh lebih efisien.
“Jadi, positifnya sangat banyak sekali. Ada beberapa, yang utamanya bermanfaat untuk negara. Salah satunya adalah persoalan open access. Jika selama ini selalu bermasalah, maka dengan adanya holding, persoalan itu akan selesai,” papar Komaidi.
Bagi PGN sendiri, holding energi akan membawa keuntungan besar baginya. Salah satunya akses langsung ke sumber gas yang dimiliki Pertamina.
“PGN, perusahaan yang posisinya sebagai distributor gas akan mendapatkan akses langsung ke sumber energi, dan ini tentu memberikan suatu keuntungan, serta dampak positif dalam hal biaya operasional,” ujar pakar bidang ketahanan energi dan pengajar geoekonomi di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dirgo D Purbo.
Tidak hanya keuntungan bagi PGN, perusahaan publik mayoritas sahamnya dimiliki negara itu akan menjadikan operasional Pertamina lebih efektif dan efisien. Sehingga, biaya operasional jauh lebih murah. “Besarnya biaya yang terpangkas dengan integrasi operasional antara Pertamina dan PGN tersebut bisa mencapai 30 persen,” terangnya.